Mohon tunggu...
Rizal Pahlefi
Rizal Pahlefi Mohon Tunggu... Guru - Guru & Mahasiswa

Jika hujan menyuburkan tanah dan menumbuhkan tanaman maka al-Qur'an membersihkan hati dan menyuburkan ketaqwaan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Semantik dalam Karya Tafsir Kontemporer

13 Desember 2023   17:35 Diperbarui: 13 Desember 2023   17:41 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Berbicara tentang semantik al-Qur’an berarti sama halnya berbicara pokok pembahasan bahasa sebagai salah satu sarana menyempaikan wahyu, karena ia merupakan komponen sosial masyarakat yang tidak bisa dipisahkan, Abu Zaid menyatakan bahwa ketika Allah memilih sistem penyampaian wahyu Allah swt.  menentukan dan memilih bahasa sesuai dengan individu pertamanya, dengan demikian dapat dipahami bahwa Allah sebagai komunikator aktif dan Nabi Muhammad saw. sebagai komunikator yang bersifat pasif dan dan bahasa Arab suatu kode penyampain informasi (komunikasi), bahasa merupakan media efektif dalam memberikan pemahaman kepada orang lain, oleh sebab itu setiap individu yang ingin mengkaji semantik al-Qur’an harus memahami benar makna dibalik bahasa pengantar al-Qur’an yaitu bahasa Arab sehingga dapat pengetahuan yang murni yang bisa diterapkan dalam kehidupan.[11]

al-Qur’an yang dipegang sekarang tidak dapat dipahami secara utuh malainkan harus ditelurusi aspek internelanya, studi yang dimaksudkan adalah yang berfokus pada pergeseran makna kata dari generasi ke generasi serta pengaruhnya terhadap sosio psikologis, dari itu menurut Fauzan Azima[12] semantik merupakan sebuah metode yang tergolong ideal dalam memahami makna yang dimaksudkan oleh Allah ta’ala dalam al-Qur’an, karena metode ini menawarkan pelacakan perkembangan makna dalam arti perbuhan, perkembangan, dan maksud yang dituju dalam sebuah kata.

Fauzan Azima dalam penelitiannya menyatakan jika dilihat sepintas ilmu semantik ini hampir sama dengan ilmu balaghah  yang terdapat dalam  al-Qur’an yang membicarakan tentang munasabah satu kata dengan kata lainnya, secara sekilas semantik masuk dalam kajian ulumul Qur’an, hanya saja ia lebih berfokus kepada sejarah perubahan kata tertentu dalam al-Qur’an itu sendiri dari masa ke masa yang manakah yang lebih sesuai dengan kata yang dimaksud yang lebih sesuai,[13] 

Semantik al-Qur’an pula sebenarnya telah ada semenjak zaman pemberian syakal pada al-Qur’an yang dilakukan oleh Abu Aswad al-Dualy masa kekhalifahan Ali ra. menurut anwar seperti kutipan Mastur dalam diktatnya menyatakan pemberian tanda titik dan baris (syakal) adalah cabang dari ilmu semantik karena ia bagian dari perubahan kata, Abu Hatim al-Razi yang dikenal sebagai perintis pertama dalam ilmu semantik menjelaskan beberapa bentuk perubahan bahasa dalam ilmu semantik, pertama, makna  pertama yang telah diwariskan,  lafal/kata lama yang sudah diberi makna baru  setelah datangnya Islam jika ditinjau dari perluasan, penyempitan paupun pergeseran makna, tiga lafal makna yang baru muncul, artinya baik bahasa itu dibangun  dari kata itu sendiri atau orang arab tidak mengenal sebelumnya, lima, lafal  yang terserap dari bahasa asing (pengalihan bahasa asing).[14] Penjelasan Abu Hatim al-Razi menunjukkan bahwa pembahasan ilmu dilalah telah ada sebelumnya seperti dalam pendahuluan tulisan ini, ulama suhul telah menetapkan pondasinya, adapun perkembangannya dijelaskan kembali oleh al-Razi, adapun cikal bakal dari cabang ilmu semantik lainnya sudah muncul pula semenjak zaman ali ra. saat memerintahkan Abu al-Aswa al-Dualy memberikan tanda syakal pada ayat al-Qur’an (tanda titik dan baris)

Penjelasan diatas memberikan pemahaman kepada penulis dan pembaca bahwa semantik adalah salah satu ilmu kebahasaan (linguistik) yang berfokus pada makna. Menurut Harun Nasution sebagaimana dalam penelitian Nurjaliyah[15] menjelaskan secara umum  ilmu bahasa terbagi dua yaitu ilmu bahasa (linguistik) murni dan linguistik terapan, bidang linguistik murni diantaranya morfologi, fonologi, semantik dan sintaksis, sedangkan linguistik terapan diantaranya bahasa, leksikografi, penerjemahan dan lainnya, maka dapat dipastikan ilmu semantik yang sedang dibahas dalam penelitian ini adalah cabang dari linguistik terapan.

Langkah Penelitian Semantik 

Pembahasan semantikdalam al-Qur’an yang sangat dikenal adalah seorang tokoh yang bernama Toshihiko Izutsu, ia memberikan pengertian semantik al-Qur’an sebagai penelitian analitik untuk term kata kunci yang  didapati dalam al-Qur’an dengan mengaplikasikan bahasa al-Qur’an sendiri agar diketahui weltanschauung atau pandangan masyarakat dunia terhadap kata tersebut di dalam al-Qur’an, sederhananya adalah visi Qur’ani yang membicarakan tentang alam semesta, secara garis besar Izutsu melakukan penelitian  tentang beberapa konsep pokok yang  didapati dalam al-Qur’an dan kaitannya dengan persoalan bagaimana dunia wujud distrukturkan, apa komponen inti dunia, dan bagaimana satu dan lainnya saling berkaitan, secara sederhana Isuzu menjelaskan kensep weltanschaununger adalah sebuah kajian dan struktur pandangan dengan menggunakan mekanisme metodologis terhadap konsep pokok yang telah dihasilkan untuk dirinya sendiri yang terdapat dalam kata kunci,[16] artinya ayat al-Qur’an dapat menafsirkan suatu kata dengan kata-kata kunci yang mengilingi kata fokus sehingga ia menjadi sebuah makna yang baru karena adanya korelasi satu dan beberapa kata kunci dengan kata fokus, adapun konsep pokok yang terkandung dalam makna-makna al-Qur’an adalah:

Pertama, menentukan kata yang ingin dikaji dalam al-Qur’an secara keseluruhan kemudian kata yang dimaksud menjadi fokus (kajian tema) yang diliputi oleh beberapa kata kunci baik ia di awal, ditengah, atau sesudah kata fokus sehingga ia membentuk sebuah persepsi atau konsep pada bidang semantik, sederhananya kata fokus adalah kata pokok pembahasan dari sebuah konseptual keseluruhan kata, maknanya jika tanpa ada kata fokus maka kata-kata lain yang ada dalam sebuah kalimat tidak dapat dimengerti, posisi kata kunci ini adalah cakupan yang membentuk bermacam keterkaitan diantara kata-kata dalam sebuah bahasa,[17] toshohiko menjelaskan bahwa makna yang dieratkan tersebut di spesifikasikan hanya pada kalimat yang mengelilingi kata kunci al-Qur’an bukan makna diluar makna tersebut secara umum dalam bahasa arab, artinya setiap kata fokus dalam satu ayat dipahami dengan makna kata kunci yang mengelilinginya, kemudian hubungan makna antar kalimat (ayat) yang memiliki kaitannya dengan kata kunci pada ayat yang lain dikumpulkan sehigga ia menjadi sebuah konsep yang dapat dipahami secara keseluruhan dalam a-Qur’an dengan  makna yang beragaram baik kecil maupun besar.[18]

Kedua, menyingkapkan makna dasar serta makna relasional , yang dimaksudkan adalah dalam sebuah bangunan kalimat tersebut terdapat makna dasar (sebagai makna fokus pembahasan) dan makna ralasional (yang berupa kata kunci yang mengelilinginya), makna dasar sendiri dapat dipahami sebagai makna leksikal sementara makna relasional lebih kapada mendekati makna kontekstual,[19] yang dimaksudkan adalah makna dasar itu wajah asli yang terdapat pada kata itu sendiri, makna dasar juga sering disebut dengan denotatif yaitu makna sesuai dengan apa adanya,[20] makna dasar dapat diketahui dengan merujuk kepada mu’jam bahasa arab sedangkan makna relasional baru dapat diketahui apabila didudukkan dengan kata kunci pada suatu bagian semantik.

Ketiga, menyingkap pengembangan, perubahan, pengalihan suatu makna kepada makna lainnya dalam perjalanan historis. Fauzan Azima menerangkan untuk mengkaji pemaknaan kata dalam bingkai historis penting untuk memperhatikan dua term penting dalam bidang semantik yaitu diakrinik dan sinkronik, sederhananya diakrinik itu adalah memandang perkembangan bahasa dari sisi waktu, sedangkan sinkronik adalah menemukan makna sebuah bahasa itu lahir dan perkembangan seiring berjalannya waktu dalam sejarah yang tumbuh dalam kelompok sosial untuk memperolah sistem yang statis, Eko zulfikar menjelaskan aspek sinkronik adalah aspek yang bersifat statis artinya ia tidak berubah dari konsep kata, berbeda dengan aspek diakronik aspek yang merupakan pertumbuhan dan perubahan kata yang berubah secara khas. Secara sederhana diakronik kata dalam al-Qur’an dilacak dari bahasa yang digunakan oleh orang arab  baik pada masa jahiliah atau sebelumnya, masa al-Qur’an diturunkan (masa Nabi saw.) dan masa sesudah nabi tiada hingga zaman kontemporer, sedangkan kata yang dipahami dalam makna sinkronik melihat perubahan bahasa dan pemaknaannya dari sejak awal kata tersebut diungkapkan hingga ia menjadi sebuah konsep tersendiri dalam al-Qur’an yang memiliki posisi penting dalam pembentukan visi Qur’ani.

Sedikit catatan, menurut peneliti tidak semua kata yang ada didalam al-Qur’an harus diperhatikan berubah dengan seiring waktu, karena Rasulullah saw. sebagai seorang yang memiliki kapasitas mutlak sebagai penjelas (mubayyin) dan bahasa arab al-Qur’an telah jelas sebagaimana Allah sebutkan dalam surah al-Syu’ara ayat 195, kata-kata yang dapat diinterpretasikan hanya kata-kata yang belum ada penjelasan saat al-Qur’an diturunkan, dan mengetengahkan makna tafsir saat permulaan turunnya al-Qur’an lebih diutamakan daripada masa sesudahnya, Qarḍawi dalam bukunya Kaifa Nata’amma ma’al Qur’ān[21] menjelaskan bahwa kata-kata yang menjadi rujukan pertama dalam al-Qur’an adalah dengan bahasa yang awal diturunkan al-Qur’an bukan bahasa sesudah itu, karena jika dipahami bahasa sesudah itu maka akan menimbulkan pergeseran makna yang jauh disebabkan pergeseran zaman dan budaya, sebagai contoh jika makna dasar langsung dirujuk kepada makna dalam perkembangan bahasa sekarang maka kata siyahah, sa’ih atau sa’ihah, dalam surah (al-Taubah ayat 112)"  السائحون " dan “السائحات” dalam surah (al-Tahrim ayat 5), jika dipahami dengan makna sekarang maka makna sa’ihīn dan sa’iḥāt adalah pelancong barat yang tidak mengindahkan etika agama dan moral (yang berjemur dipantai), berbeda jauh dengan yang dipahami oleh ulama salaf (sahabat dan tabi’in) yaitu “puasa” atau “hijrah fi sabilillah”, namun demikian semantik amat membantu mencari titik terang makna sesungguhnya yang diinginkan al-Qur’an saat ia diturunkan, meskipun membutuhkan waktu yang lama dalam penelitiannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun