Mohon tunggu...
Cinta Aulia
Cinta Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hallo, welcome to my blog!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hubungan Sistem Kekerabatan Dalam Perkawinan di Minangkabau

20 April 2024   23:28 Diperbarui: 23 April 2024   02:35 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Minangkabau terdapat di daerah Provinsi Sumatera Barat. Di Minangkabau menganut sistem matriarkat atau matrilineal (garis keturunan dari ibu). Pada sistem kekerabatan matrilineal Minangkabau suku anak mengikuti suku ibu. Garis keturunan ini memiliki arti pada pemberian harta warisan yang dimana seorang anak akan memperoleh warisan berdasarkan garis ibu.

Menurut terori evolusi, garis dari keturunan ibu dianggap yang tertua. Masyarakat Minangkabau bertahan dengan garis keturunan ibu dan tidak mengalami evolusi, karena bagi orang Minangkabau garis keturunan itu tidak hanya sekedar menentukan garis keturunan kepada anak-anaknya saja, melainkan sebagai pengerat hubungan dengan adat Minangkabau.

Ada beberapa manfaat dari sistem kekerabatan matrilineal, yaitu:

1. Sebagai penguat di hubungan keluarga dan ikatan antara ibu dan anak serta saudara-saudara perempuan dalam keluarga.

2. Tidak hanya laki-laki saja yang memiliki tanggung  jawab dalam keluarga, perempuan pun memiliki tanggung jawab dalam keluarga. Hal ini dikarenakan semua anggota keluarga memiliki peran penting untuk bertanggung jawab.

3. Sebagai indentitas budaya Minangkabau dengan melestarikan dan mempertahankan tradisi adat Minangkabau.

 

Di dalam adat budaya Minangkabau, perkawinan itu ialah salah satu peristiwa penting dalam siklus kehidupan. Bagi lelaki Minang, sebuah perkawinan menjadi proses untuk masuk ke lingkungan baru, yaitu pihak keluarga istrinya. Sementara bagi keluarga pihak istri, menjadi salah satu proses dalam penambahan Anggota di komunitas rumah gadang mereka.

 

Dalam sistem hukum pewarisan adat material di Minangkabau, selain dengan berhubungannya dengan sistem kekerabatan, berhubung juga dengan bentuk-bentuk hukum perkawinan, yaitu:

1. Perkawinan Bertandang

Perkawinan bertandang disebut juga dengan perkawinan semendo, yaitu perkawinan yang didasarkan kepada prinsip yaitu perkawinan yang didasarkan kepada prinsip eksogami, yaitu suatu perkawinan dimana seseorang harus kawin dengan anggota klan yang lain atau seorang dilarang kawin dengan anggota klan. Dan perkawinan mempunyai hubungan yang erat dengan sistem garis keturunan ibu. Sedangkan semendo berarti laki-laki dari luar yang didatangkan ke tempat perempuan.

2. Perkawinan Menetap

Perkawinan menetap merupakan bentuk perkawinan tahap kedua yang merupakan perkembangan dari bentuk perkawinan bertandang. Biasanya hal ini terjadi dikarenakan rumah gadang yang sudah menjadi sempit, sedangkan keluarga bertambah maka atas inisiatif dari pihak istri akan membuat rumah lain yang terpisah, tetapi tidak jauh dari rumah gadang yang dihuni sebelumnya. Walaupun belum hilangnya sifat eksogami semendonya, akan tetapi secara fisik suami istri ini telah pisah dengan kerabat jalur istri, dengan suasana  yang baru, lebih bebas, bahkan bisa mempunyai pekerjaan dan penghasilan sendiri.

3. Perkawinan Bebas

Perkawinan menetap ialah kelanjutan dari perkawinan bebas, berarti perpindahan secara fisik, meninggalkan rumah gadang, meninggalkan desa dan pergi ke kota, bahkan mungkin meninggalkan kampung halaman (merantau) dan tinggal menetap di perantauan.

 

Perkawinan Dalam Minangkabau

Dalam perkawinan Minangkabau tidak disarankan atau tidak dibolehkan kawin sesuku karena dianggap tidak menghargai, walaupun tidak ada larangan yang tegas. Tapi tetap saja tidak menghargai adat Minangkabau. Jika terjadi, pastinya ada konflik keluarga atau perselisihan internal antar suku. Bisa terjadinya persaingan atau ketidaksetujuan antara keluarga yang terlibat. Namun, bisa saja mengadakan perkawinan dengan sesama suku, tetapi dengan datuk yang berbeda, dan juga atas hubungan dan persetujuan dari kedua belah pihak keluarga. 

Jikalau masih saja melakukan proses perkawinan sasuku, maka mempelai harus melangsungkan perkawinan dengan adanya syarat, yaitu dengan syarat menyembelih kerbau putih, bahkan memerlukan biaya yang banyak, dan dampaknya dalam sumpah perkawinan sasuku itu terdapat sanksi-sanksi sosial.

Jika berdasarkan hukum adat, di mana ketika melakukan pelanggaran atau tidak sesuai dengan aturan adat di Minangkabau maka pasangan tersebut mendapat sanksi yang tidak sebanding dengan hukuman dan peraturan dalam undang-undang, bahkan dapat menyebabkan pasangan atau keluarga mempelai mendapatkan malu, sehingga dikucilkan dari lingkungan sekitar.

Apakah bisa perkawinan di luar suku? Maksud dari perkawinan di luar suku ialah mengacu pada perkawinan masyarakat Minangkabau dengan Masyarakat dari suku lain. Contohnya seorang laki-laki dari Minangkabau yang bersuku Jambak mengawani seorang perempuan yang bersuku Jawa.

Namun, pastinya ada pertimbangan atas pernikahan di luar suku ini. Jika ada pasangan perkawinan di luar suku, maka anak yang lahir bukanlah suku bangsa Minangkabau. Sebab, Minangkabau menganut sistem kekerabatan matrilineal (garis keturunan ibu) dan dapat merusak struktur adat Minangkabau.

Sumber: 

Pembagian Warisan Masyarakat Muslim Minangkabau: Studi Kasus Di Percut Sei Tuan. (2019). (n.p.): Deepublish.

Asmaniar, A. (2018). Perkawinan Adat Minangkabau. Binamulia Hukum, 7(2), 131-140.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun