Mohon tunggu...
tri prabowo
tri prabowo Mohon Tunggu... Karyawan -

Engineer PLC, lagi belajar nulis, Hobi Cersil, sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Serial : Andaru Wijaya [56]

24 September 2017   17:31 Diperbarui: 24 September 2017   17:36 3448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keesokkan harinya saat matahari condong ke barat, kademangan tampak sibuk sekali. Terlihat dari hilir-mudik para pemuda mempersiapkan pengawalan menghadapi hari penebusanmalam nanti. Pedang-pedang dan tombak telah diasah, sebagian lagi tampak melatih kemampuan mereka dalam menggunakan senjata. Mantingan, Danuarta, Ki Jagabaya dan Ki Barunaserta Ludra, juga sibuk melihat kesiapan para pemuda pengawal inti kademangan. Di samping itu ada juga para pemuda yang tidak terlatih mendaftarkan diri ikut dalam barisan pengawal. Ki Jagabaya tidak dapat menolak,melainkan hanya menempatkan mereka di barisan paling belakang sebagai cadangan.

Ketika senja mulai memerah, tampak para orang tua melepas kepergian anak-anak mereka ke medan pertempuran dengan mata berkaca-kaca.

"Aku minta restumu ibu. Tugasku belum selesai di ladang, mudah-mudahan aku dapat kembali dengan selamat. Ladang-ladang itu belum lagi kutanami benih jagung, ibu," berkata seorangpemuda, sambil bersimpuh dihadapan ibunya.

Walaupun cemas dan khawatir, ibunya mencoba tabah. "Kau akan kembali dengan selamat ngger.., dan kau pula yang akan menyemai bibit jagung itu nanti."

Disudut lain, sepasang kekasih tampak berat melepas kepergian lelaki terkasihnya.

"Sekembalinya nanti..., aku akan langsung melamarmu! Jadi kau tidak perlu bersedih, aku akan menepati janjiku," berkata sesorang pemuda belia.

Sang gadis hanya tertunduk sambil terisak dan tak mampu berkata-kata.

Ki Demang yang melihat pemandangan itu pun turut bersedih. Tergetar hatinya, bagaimana pun juga ia adalah orang yang paling bertanggung jawab atas keselamatan Kembojan. Apalagidemi membebaskan anaknya, harus dibayar nyawa para pemuda padukuhan.

Ki Demang berjalan cepat menuju rumahnya, lalu masuk kedalam bilik kamarnya. Kemudian menarik tombak pendek dari sudut dinding kamarnya itu. Ditatapnya tombak usang itudengan dada bergejolak.

"Aku tidak bisa berpangku tangan melihat rakyatku menderita! Bila perlu aku mati demi kelangsungan Kembojan!" ujar Ki demang dengan nada geram.

Tetapi ternyata tanpa sepengetahuan Ki Demang, Danuarta mengikuti langkahnya.

"Paman Demang! Apakah paman Demang akan ikut bertempur di bulak panjang malam nanti?" tanya Danuarta menegang.

"Apa boleh buat!" jawab Ki Demang. "Aku tidak bisa membiarkan darah tumpah hanya karena ingin menyelamatkan anak gadisku sendiri. Jika aku membiarkan hal itu terjadi, artinya akumencampur-adukan kepentingan pribadiku diatas kepentingan yang lebih luas!"

"Tetapi paman Demang, semua pemuda Kademangan Kembojan melakukan hal ini karena tergerak hatinya. Bukan karena paksaan. Dan juga paman sekarang sudah cukup berumur, tentutidak sekuat dulu lagi. Sebaiknya serahkan saja masalah ini padaku dan Ki Jagabaya," Danuarta berkata.

Ki Demang hanya terdiam sejenak, sambil mengelus ujung tombak yang runcing dan berkilap miliknya.

"Tombakku ini sudah lama aku istirahatkan. Aku sebenarnya tidak ingin menumpahkan darah dengan tombakku ini lagi. Tetapi kali ini aku menggunakannya lagi," kata Ki Demang dengan nada menurun. Kemudian terduduk di sudut kamarnya.

"Kalau saja ayahmu masih hidup, tentu aku tidak sendiri menghadapi masalah ini. Aku dan ayahmu adalah sepasang pendekar yang mumpuni. Kalau hanya untuk melawan orang yang menamakan dirinya Sepasang Pendekar Kembar dari Alas Krapyak itu, kami berdua tidak gentar sedikit pun."

Danuarta hanya tertunduk di depan pamannya. Selama ini ia juga merasa terlalu santai dengan kemampuannya, sehingga tidak menempa diri untuk meningkatkan ilmunya. Padahalayahnya adalah adik dari Demang Sorenggana, orang yang mumpuni dalam olah kanuragan.

"Tinggalkan aku sendiri Danuarta! Aturlah persiapan diluar sana, jangan sampai mereka lepas kendali di Bulak Panjang nanti!"

Danuarta hanya mengangguk tak berkata-kata lagi, lalu melangkah keluar. Kemudian menghampiri para pengawal inti untuk memberi petunjuk kepada mereka, bahwa untuk menghadapi musuh yang bengis mereka harus bertempur berpasangan dan jangan memisahkan diri.

            Saat senja berganti malam, dan perlahan purnama naik. Ki Demang dan rombongannya mulai berjalan mendekati bulak panjang. Lembu yang sepuluh ekor sebagai tebusan pun telah digiring dibelakang mereka.

Dari kejauhan rombongan itu tampak seperti api yang menjalar tak putus-putus. Dengan obor ditangan dan masing-masing membawa senjata berupa tombak dan pedang, mereka menujubulak panjang.

Rumah-rumah disepanjang jalan menuju perbatasan Bulak Panjang itu pun masing-masing tertutup rapat. Penghuninya hanya mengintip dari celah bilik rumahnya dengan hati berdebar-debar.

Di barisan paling depan Ki Demang, Ki Jagabaya, Ki Bekel serta Danuarta berkuda perlahan. Sementara itu sebagai pengapit adalah Mantingan, Ludra, juga Ki Baruna.

Rombongan Ki Demang sampai di Bulak Panjang terlebih dahulu, ketimbang gerombolan perampok itu. Danuarta langsung memerintahkan Mantingan untuk memasang obor berpencarandi bulak yang biasanya gelap dan sepi itu. Setelah itu, harta tebusan yang berupa 10 ekor lembu itu diikat ditengah-tengah bulak itu.

Kini Bulak Panjang terlihat terang benderang dengan obor, ditambah lagi dengan temaram cahaya bulan purnama yang merangkak naik. Ki Demang dan seluruh yang hadir itu berdebar-debar menunggu kedatangan gerombolan perampok itu.

Danuarta yang duduk diatas kuda dan bersebelahan dengan Mantingan yang selalu disisinya berkata. "Mantingan! Aku tidak melihat Kuntara, kemana orang itu? Padahal, ia yang inginsekali mbok ayu Gendis terbebas dari perampok itu!"

Dengan mencibir Mantingan menjawab. "Sudah aku katakana sebelumnya, pengecut itu tidak akan datang. Mungkin dia sudah tidak berminat kepada kakak sepupumu itu, dan kini diamengalihkan perhatiannya pada Ratih."

"Jaga bicaramu Mantingan! Mbok ayu Gendis bukan barang mainan, jadi tidak pantas kau bicara seperti itu!" kata Danuarta yang tersinggung dengan kata-kata Mantingan.

Mantingan hanya tertunduk dalam, lalu berkata. "Maafkan aku Danuarta. Aku tak bermaksud seperti itu."

Danuarta hanya menarik napas dalam-dalam meredam amarahnya.

"Danuarta," kata Mantingan lagi. "Setelah semua ini selesai, aku akan membuat perhitungan dengan Kuntara. Aku sudah lama memendam perasaan kepada Ratih, tetapi kini diamerebutnya dariku."

Danuarta agak tergelitik mendengar perkataan itu. "Apakah kau sudah mengatakan perasaan hatimu pada Ratih?"

"Belum!" jawab Mantingan pendek.

"Kau ini aneh! Kau sudah merasa memiliki Ratih, sementara Ratih sendiri tidak tahu perasaanmu. Apakah cukup dengan memberi perhatian, kau sudah merasa mengikat hatinya? Sungguhsesuatu yang sulit dimengerti."

"Dan lagi, bukankah Kuntara pernah bilang, bahwa dia tidak ada hati pada Ratih? Dan selama ini pula Kuntara memang mengharapkan Gendis jadi pendampingnya bukan?"

"Jadi kau tak perlu khawatir lagi Mantingan! Kau tinggal secara jantan mengungkapkan perasaan hatimu pada Ratih."

Kata-kata Danuarta itu menyentuh perasaan Mantingan di sudut hati yang terdalam. Di lubuk hatinya yang terdalam, ia pun mengakui bahwa ia tidak lebih pengecut dari Kuntara. Ia hanyapandai berkelahi, sementara untuk menyentuh perasaan wanita, ia tidak punya keberanian. Tetapi  sekali lagi di hadapan Danuarta, ia mencoba membenarkan sikapnya yang keliru itu.

"Tetapi itu bisa saja dibuat-buat Kuntara, untuk menutupi maksud terselubungnya," kata Mantingan lagi.

Danuarta makin geli dengan tingkah kanak-kanak Mantingan, ia tersenyum memandang Mantingan.

"Sudahlah! Uruslah asmaramu ity setelah semua ini selesai!" kata Danuarta sambil terkekeh-kekeh.

"Sekarang lihatlah barisan pengawalmu, awasi daerah disekitar bulak panjang ini. Jangan sampai ada penuyusup di barisan kita ini!" perintah Danuarta.

Mantingan hanya tersungut-sungut mendengar tanggapan Danuarta. Ia pun bergegas meninggalkannya dan melaksanakan apa yang diperintahnya.

Bersambung....

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun