"Paman Demang! Apakah paman Demang akan ikut bertempur di bulak panjang malam nanti?" tanya Danuarta menegang.
"Apa boleh buat!" jawab Ki Demang. "Aku tidak bisa membiarkan darah tumpah hanya karena ingin menyelamatkan anak gadisku sendiri. Jika aku membiarkan hal itu terjadi, artinya akumencampur-adukan kepentingan pribadiku diatas kepentingan yang lebih luas!"
"Tetapi paman Demang, semua pemuda Kademangan Kembojan melakukan hal ini karena tergerak hatinya. Bukan karena paksaan. Dan juga paman sekarang sudah cukup berumur, tentutidak sekuat dulu lagi. Sebaiknya serahkan saja masalah ini padaku dan Ki Jagabaya," Danuarta berkata.
Ki Demang hanya terdiam sejenak, sambil mengelus ujung tombak yang runcing dan berkilap miliknya.
"Tombakku ini sudah lama aku istirahatkan. Aku sebenarnya tidak ingin menumpahkan darah dengan tombakku ini lagi. Tetapi kali ini aku menggunakannya lagi," kata Ki Demang dengan nada menurun. Kemudian terduduk di sudut kamarnya.
"Kalau saja ayahmu masih hidup, tentu aku tidak sendiri menghadapi masalah ini. Aku dan ayahmu adalah sepasang pendekar yang mumpuni. Kalau hanya untuk melawan orang yang menamakan dirinya Sepasang Pendekar Kembar dari Alas Krapyak itu, kami berdua tidak gentar sedikit pun."
Danuarta hanya tertunduk di depan pamannya. Selama ini ia juga merasa terlalu santai dengan kemampuannya, sehingga tidak menempa diri untuk meningkatkan ilmunya. Padahalayahnya adalah adik dari Demang Sorenggana, orang yang mumpuni dalam olah kanuragan.
"Tinggalkan aku sendiri Danuarta! Aturlah persiapan diluar sana, jangan sampai mereka lepas kendali di Bulak Panjang nanti!"
Danuarta hanya mengangguk tak berkata-kata lagi, lalu melangkah keluar. Kemudian menghampiri para pengawal inti untuk memberi petunjuk kepada mereka, bahwa untuk menghadapi musuh yang bengis mereka harus bertempur berpasangan dan jangan memisahkan diri.
      Saat senja berganti malam, dan perlahan purnama naik. Ki Demang dan rombongannya mulai berjalan mendekati bulak panjang. Lembu yang sepuluh ekor sebagai tebusan pun telah digiring dibelakang mereka.
Dari kejauhan rombongan itu tampak seperti api yang menjalar tak putus-putus. Dengan obor ditangan dan masing-masing membawa senjata berupa tombak dan pedang, mereka menujubulak panjang.