“Aku juga sebenarnya mempunyai niat seperti itu Wijaya, tetapi karena adikku dan bekal ilmu beladiriku tidak cukup, niat itu aku urungkan.”
“Jangan berkecil hati Sudira, kau dapat bergabung kapan saja, bergabunglah jika keadaan adikmu sudah mapan.”
“Kita belum terlalu lama berteman Wijaya, tetapi rasanya aku seperti kehilangan tempat berbagi suka dan duka, setelah mendengar kau akan pergi ke Deksa.”
“Aku akan berkunjung kesini jika ada kesempatan, karena pamanku Ki Kerta juga menetap disini.”
Suasana hening sejenak, mereka merenung dengan angan-angan mereka masing-masing.
Tiba-tiba keheningan itu dipecahkan suara Sudira.
“Masih ada waktu..!”ujar Sudira dengan nada nyaring.
“Ayolah Wijaya kita ke Kembangan, nanti saat melewati pasar Jatisarana aku akan mengajakmu makan, sebagai tanda perpisahan kita,”suara Sudira meninggi.
Wijaya yang terkejut dengan ajakkan Sudira, mengangguk setuju.
“Baiklah, tapi tidak seperti itu, kapan-kapan aku akan berkunjung kesini,”jawab Wijaya sambil menepuk bahu Sudira.
Kemudian mereka meninggalkan rumah Sudira dengan berjalan kaki menuju Dusun Kembangan.