Dalam sebuah pelatihan yang saya bawakan, kebetulan materinya sedikit menyinggung tentang kesetiaan dalam hidup, termasuk kesetiaan dalam pekerjaan dan sedikit menyerempet ke kesetiaan dalam hubungan, termasuk rumah tangga.
Tiba-tiba seorang peserta menginterupsi dan bertanya sembari setengah curhat tentang rumah tangga yang menjadi topik pertanyaannya (saya membiarkannya karena bertepatan dengan lunch break) dan peserta lain sudah membubarkan diri.
Singkatnya, beliau berkesimpulan kalau cerai adalah solusi yang harus diambil dalam situasi yang diceritakannya itu. Bagaimana morat-marit ekonomi, kemalasan marajalela, ketidakhormatan muncul, ketidakserasian memuncak hingga tidak ada solusi lain melainkan cerai, cerai dan cerai.
Setelah menumpahkan semua aspirasinya, beliau meminta saya untuk berpendapat, apa pendapat bapak? tanya beliau singkat.
Sebelum menjawab saya bertanya kembali,Â
"Pak, apa yang dulu yang membuat bapak mempersunting istri bapak..?" tanya saya santun
"Dulu istri saya sangat baik, ramah, manis, menyayangi saya dan pokoknya saya pikir adalah sosok yang sangat ideal lah,," jawab si bapak
"Lalu, kemana semua baik, ramah, manis, penyayang dan semuanya itu yang dimiliki istri bapak..?" tanya saya lagi.
"Itu lah yang saya gak tahu, hilang semuanya setelah menikah 15 tahun ini.." balas si Bapak.
"Apa bapak pernah bertanya ke Ibu, apa yang dia bayangkan tentang bapak 15 tahun yang lalu dan sekarang ini..?" tanya saya lagi.
"Belum pernah.."
"Apa menurut bapak mungkin saja jawabannya sama dengan jawaban bapak..?
Si Bapak diam dan mulai melambatkan ucapannya.
"Apa bapak pernah berpikir kalau mungkin menjaga "kelincahan" anak-anak bapak akan membuat "ramah" nya istri bapak sedikit berkurang, karena  mungkin sesekali istri bapak akan berteriak..?"
Si bapak mulai menurunkan tensi retorikanya.
Saya tentu tidak tahu persis situasi yang terjadi di tengah keluarga bapak. Tetapi yang jelas, setiap orang pasti punya situasinya masing-masing dalam rumah tangganya. Bahkan para Nabi saja juga mengalami dinamika dalam rumah tangganya, apalagi kita sebagai manusia biasa yang jauh dari kata sempurna.
Bapak tidak sendiri, ada jutaan orang yang bisa jadi juga hari ini sedang mengalami situasi yang tidak mudah dengan istri atau suami mereka. Bahkan mungkin orang-orang itu ada di ruangan ini bersama kita.
Jika pendapat bapak cerai adalah solusi, maka bisa jadi itu benar dari satu sisi.
Tetapi perlu diingat baik-baik, Pak,
"Cerai bukan lah Solusi, Melainkan Amputasi" (TauRa)
kita dan pasangan kita adalah ibarat sebuat tubuh. Jika tetap memutuskan bercerai, maka sama saja dengan memutuskan salah satu anggota tubuh itu atau dengan kata lain mengamputasinya. Jika kita mengamputasi kaki, maka mungkin saja kita masih hidup, tetapi tentu hidup kita akan "cacat" selamanya.
"Tetapi bagaimana, sudah tidak ada cara lain selain cerai..?"
Itu adalah pilihan sebagaimana mempertahankan rumah tangga juga pilihan. Semua pilihan punya konsekuensinya masing-masing dan setiap orang tentu berhak berdiri di atas pilihannya.Â
Dan perlu diingat, bahwa salah satu konsekuensi dari cerai tentu saja adalah "kecacatan" selamanya yang bahkan kalau pun dipasang dengan "kaki palsu", tetap saja tidak akan menghilangkan "status" cacat itu selamanya.
"Tetapi kan lebih baik cacat daripada mati..?"
Tentu selagi masih ada nafas di dalam diri, masih ada peluang untuk bersyukur dengan apapun kondisi kehidupan kita saat ini. Ingat, sepelik apapun kondisi kita saat ini, pada akhirnya yang membedakan antara satu orang dengan orang yang lain adalah bagaimana dia bisa menyikapi situasi yang sedang terjadi. kata kuncinya adalah Sikap dalam menghadapi sebuah situasi yang pada akhirnya bisa menentukan jalan cerita yang berbeda.
Ramai Kasus Perceraian di tengah situasi yang ada saat ini tidak perlu dirisaukan. Dari zaman seribu sampai zaman dua ribuan sekarang ini, permasalahan pasti sudah ada dalam biduk rumah tangga dan tentu banyak yang berakhir dengan perpisahan.
Tugas kita bukan "menduplikasi" sesuatu yang kurang baik itu, tetapi belajar dari pengalaman masa lalu, untuk kemudian kita bawa dikehidupan kita saat ini dan kita sesuaikan dengan situasi yang ada dan tentu saja dengan mengambil sari baiknya dan mencampakkan sari buruknya.
Baca : "Berdua bertengkar selalu lebih baik daripada damai sendirian" (TauRa)
Semoga bermanfaat dan selamat menjadi pribadi yang baru
Be The New You
TauRa
Rabbani Motivator, Pembicara Publik dan Penulis Buku Motivasi "The New You"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H