Mohon tunggu...
Tauliah Puji Lestari
Tauliah Puji Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dunia Pendidikan Indonesia Darurat Kekerasan dan Perundungan

26 Oktober 2023   20:12 Diperbarui: 26 Oktober 2023   20:16 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tindakan perundungan di sekolah, juga dikenal sebagai bullying, telah berkembang menjadi  masalah yang serius di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Di negara-negara berkembang dan maju, perundungan di sekolah banyak terjadi. Sejak tahun 1970-an, penelitian yang serius dan sistematis tentang perundungan siswa telah dimulai di negara-negara Barat. Oleweus, yang memulai penelitian buli, terus mendorong para peneliti untuk menyelidiki perundungan di kalangan siswa di Australia, Scandinavia, dan negara-negara Barat lainnya.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tindakan perlindungan pelajar meningkat setiap tahun di berbagai negara. Bahasa Inggris "bully" atau "bullying" berasal dari kata "menggertak" atau "menindas", tetapi keduanya tidak tepat digunakan sebagai satu kata untuk menggambarkan bullying secara keseluruhan. "Perisakan", yang berasal dari kata "risak", yang berarti mengusik atau mengganggu secara terus menerus dengan berbagai olok-olokan, adalah istilah yang paling cocok untuk istilah bullying dalam bahasa Indonesia. Namun, Anies Baswedan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, lebih suka menggunakan kata "perundungan" atau "rundung" untuk menggambarkan pelecehan. "Perundungan" atau "perundingan" dapat merujuk pada istilah bullying, yang berarti mengganggu atau mengusik korbannya secara terus-menerus, seperti melakukan intimidasi, penghinaan, pemalakkan, pemukulan, penindasan, atau mengganggu orang lain sehingga korban terluka atau depresi. Namun, istilah "perisakan" dan "perundungan" masih sangat baru, dan bahkan media cetak, media elektronik, dan beberapa artikel ilmiah masih menggunakan istilah "bully" atau "bullying" untuk menggambarkan kekerasan di dunia pendidikan. Akibatnya, dalam artikel ini, istilahi "perundungan" akan digunakan untuk menggambarkan tindakan intimidasi yang terjadi dalam dunia pendidikan.

Peneliti biasanya mengkategorikan buli dalam tiga kategori: fisik, verbal atau lisan, dan anti sosial. Tindakan mengusik atau mengganggu korban secara langsung, seperti menghina, memanggil dengan sebutan tertentu, memukul, atau melukai, dikenal sebagai perundungan secara fisik dan lisan. Namun, buli diklasifikasikan sebagaii anti sosial jika dilakukan secara tidak langsung kepada korban, seperti memaksa semua siswa untuk menghindari korban dari berbagai aktivitas dan pergaulan atau mengusir seorang siswa dari kelompok pertemanan di sekolah. Menurut Demaray dani Malecki, tingkah laku perundungan adalah tindakan buruk yang dilakukan oleh seseorang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap seseorang yang lebih lemah atau kurang berkuasa berulang kali. Oleweus mengatakan bahwa pembuli biasanya lebih agresif, lebihi kuat, lebihi besar, dan lebih besar daripada korban. Dia juga mengatakan bahwa pembuli biasanya lebih banyak dari siswa laki-laki daripada siswa perempuan. Namun, dengan kemajuan saat ini, perundung tidak lagi mengklasifikasikan jenis kelamin. Faktanya, pelajar perempuan juga sering diperbudak, dan tindakan mereka sangat sadis dan sering diposting di mediai sosial. (Hatta 2018).

Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa korban dapat dilindungi secara berulang-ulang dengan berbagai cara dan media. Tindakan perundungan dilakukan secara langsung dan sangat agresif dengan tujuan menyakiti, mengganggu, melukai, dan bahkan membunuh korban. Namun, di era teknologi digital dan internet yang sangat berkembang saat ini, tindakan buli bukan hanya dilakukan secara konvensional tetapi juga dapat dilakukan di dunia maya (internet) seperti melalui Facebook, Twitter, BBM, WhatsApp, atau Instagram. Tingkah laku buli ini bertujuan untuk menyakitkan dan menekan korban, menurut Tatum. apatis terhadap perbedaan status sosial. Perilaku perundungan di dunia pendidikan akan meningkat seiring dengan perbedaan status sosial di antara siswa. Status sosial seorang siswa ditentukan oleh peran yang dimainkannya dalam interaksi sosial atau pergaulan dengan siswa lain di sekolah. Interaksi sosial yang disukai (popular), biasa (average), kontroversi (controversy), ditolak (rejected), dan diabaikan (ignored) adalah status sosial pelajar di sekolah menurut Meneur French. French mengatakan bahwa perundungan berdasarkan status sosial bertujuan untuk memisahkan korban dari teman-temanya di sekolah, yang dianggap tidak sebanding dengan pihak perundung.

Saat sekolah atau perguruan tinggi menerima siswa baru, tindakan perundungan sering terjadi. Aktivitas orientasi pelajar selalu menggerakkan tindakan perundungan. Perpeloncoan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan aktivitas yang dilakukan oleh siswa baru saat orientasi di sekolah. Namun, tindakan senior terhadap juniornya menyebabkan banyak korban, jadi perpoloncoan dilarang dan diganti dengan Masa Orientasi Sekolah (MOS) dan Orientasi Pengenalan Kampus (OSPEK). Dengan waktu, MOS dan OSPEK menjadi lebih sering diwarnai dengan kekerasan dan masih banyak korban, sehingga orientasi pelajar baru diubah menjadi Masa Orientasi Peserta Didik Baru (MOPDB). Namun, apapun istilah yang digunakan, tujuannya sama, mengenalkan pelajar baru dengan sistem sekolah, kegiatan, dan suasananya. Sekolah juga dikenal sebagai lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai media di mana siswa menemukan informasi untuk mencapai kesuksesan yang diinginkan.

Konsep perundungan di negara-negara Barat hampir identik dengan konsep perundungan di Indonesia. Bahkan banyak artikel yang membahas masalah atau perkembangan tindakan perundungan mengutip atau mengambil beberapa pakar dan referensi dari negara-negara Barat Menurut buku "pencegahan kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan", bullying adalah perilaku agresif dan menekan dari seseorang yang lebih dominan terhadap orang yang lebih lemah. Ini terjadi ketika seorang siswa atau lebih melakukan tindakan yang menyebabkan penderitaan siswa lain. Ada banyak bentuk kekerasan terhadap siswa yang lebih lemah. Pertama, secara fisik memukul, menendang, atau mengambil milik orang lain. Kedua, secara verbal mengolok-olok nama siswa lain, menghina, atau mengucapkan kata-kata yang menyinggung. Ketiga, secara tidak langsung menyebarkan cerita bohong, mengucilkan, menjadikan siswa tertentu sebagai objek komedi yang menyakitkan, atau mengirim pesan pendek ataui surat yang keji. Karena karakteristik fisik siswa, suku, etnis, atau warna kulit, olok-olok nama paling umum.

Solusi Kekerasan di Dunia Pendidikan Indonesia

Solusi untuk mengatasi kekerasan siswa termasuk penerapan pendidikan remaja di sekolah, promosi dan pengembangan pendidikan humaniora, sanksi yang ditetapkan tergantung pada perilaku anak, pemberian bekal kepada guru terkait kekerasan, saran kepada siswa dan guru, dan bantuan kepada korban kekerasan. Orang tua dan keluarga tidak boleh sembarangan memilih institusi pendidikan untuk anak-anak mereka.

Beberapa cara untuk menghentikan perundungan adalah berhenti. Kebanyakan pengganggu terjadi ketika seorang instruktur masuk ke dalam kelas atau ketika seseorang meminta untuk berhenti. Sangat penting bagi anak-anak untuk segera memberi tahu orang dewasa jika mereka melihat atau menyaksikan peristiwa bullying. Karena agresi kadang-kadang memperburuk keadaan, guru harus mengajarkan siswa mereka untuk selalu membantu ketika berhadapan dengan anak yang keras kepala, kekerasan, atau tidak marah. Kedua, kita dapat berkonsentrasi pada membantu korban bullying untuk bertahan hidup daripada hanya mengatakan kepada pelaku, "hentikan". Mengundang orang untuk bermain dan melindungi dapat menyembuhkan. Ketiga, jangan pedulikan orang yang mengganggu anda. Meninggalkan keduanya adalah pilihan terbaik jika Anda tidak berani membantu. Karena pelaku perundungan malas melakukan tindakannya saat tidak ada yang melihatnya, pelaku perundungan juga malas melakukan tindakan kasar saat tidak ada orang yang melihatnya. Keempat, guru dapat mengajarkan siswa mereka untuk melaporkan kekerasan sosial, termasuk perilaku kasar kepada orang dewasa.

Tingginya prevalensi perilaku diam saja menuntut program pencegahan yang dapat mencegah perundungan di sekolah di antara pengamat yang terlibat dalam perundungan dengan mendorong perilaku membela diri, terlepas dari jenis kelamin korban perundungan, dan membantu pengamat membangun hubungan sosial yang dekat dengan korban atau pelaku perundungan. Oleh karena itu, para pemimpin sekolah harus memberi siswa kesempatan untuk secara bebas melaporkan apa yang mereka alami baik di dalam maupun di luar kelas kepada para pemimpin sekolah. Mereka juga harus mendorong komunikasi yang terus-menerus antara siswa, pemimpin sekolah, orang tua, dan guru untuk memahami tantangan yang dihadapi siswa saat ini.

Kegiatan bimbingan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan spiritual adalah solusi tambahan. Selain itu, pendidikan menyarankan metode tambahan untuk mencegah kekerasan, yaitu pendidikan perdamaian, sebuah pendekatan pendidikan kontemporer. yang telah membantu menyelesaikan masalah pendidikan saat ini, terutama kekerasan. Dalam pendidikan perdamaian, guru dan siswa harus menyadari aspek kehidupan. Secara tidak langsung, ikatan antara guru dan siswa dapat diperkuat untuk mencapai tujuan pendidikan melalui kesetaraan pendapat. (Fadhilah dan Munjin 2022).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun