Mohon tunggu...
Tauliah Puji Lestari
Tauliah Puji Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dunia Pendidikan Indonesia Darurat Kekerasan dan Perundungan

26 Oktober 2023   20:12 Diperbarui: 26 Oktober 2023   20:16 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

DARURAT KEKERASAN DAN PERUNDUNGAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN INDONESIA 

Tauliah Puji Lestari

Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta

tauliahpuji01@gmail.com

PENDAHULUAN

Dalam dunia pendidikan Indonesia, tindakan perundungan juga dikenal sebagai bullying, telah menjadi kebiasaan, terutama saat siswa baru diterima di sekolah atau perguruan tinggi Selama orientasi siswa baru di sekolah atau kampus, tindakan kekerasan juga dikenali sebagai premanisme yang selalu "dibumbui" dengan alasan untuk memastikan kedisiplinan, membentuk karakter, dan mendekatkan hubungan antara siswa senior dan siswa junior. Namun, hasilnya adalah hubungan yang sangat jauh dan tidak harmonis antara siswa senior dan siswa junior. Kekerasan, permusuhan, kebencian, dan dendam diwariskan dari generasi ke generasi. Jumlah kasus buli sudah sangat tinggi. Sekolah, yang seharusnya menjadi tempat yang menyenangkan untuk berteman dan bersahabat, berubah menjadi tempat yang mengerikan dan bahkan dapat membahayakan kehidupan siswa. Perundungan memiliki kemampuan untuk mengubah situasi yang awalnya menyenangkan, menjadi tidak menyenangkan, bahkan menjadi "mimpi buruk" bagi siswa. Mengejek, menghina, mengancam, memanggil nama dengan tujuan menghina memeras menganiaya fitnah, kekerasan seksual, pengucilan, memalak, merusak harta atau benda korban, mengancam dan memukul dengan tujuan melukai atau membuat mereka tertekan adalah beberapa contoh tindakan perundungan yang dapat menyebabkan kemudaratan fisik dan psikologis bagi korban (Suseno 2018).

Sebagaimana diuraikan Coloroso perundungan baik yang terjadi di sekolah lingkungan sekitar maupun di rumah atau keluarga dapat dibagi menjadi empat kategori: (1) perundungan secara verbal yang berarti menggunakan kata-kata yang tidak sopan untuk menyakiti orang lain (2) perundungan secara fisik yang berarti menggunakan kekerasan fisik (3) perundungan secara relasional yang berarti mengasingkan seseorang dari komunitasnya termasuk menunjukkan sikap tidak ramah terhadap orang lain. Menurut hasil studi (Suardi dan Samad 2020) perundungan apapun jenisnya selalu berdampak buruk pada pelaku dan korban serta saksi.

Di Indonesia, kasus perundungan sering terjadi di institusi pendidikan, bahkan terus menghantui anak-anak. Salah satu contohnya adalah pernyataan yang dikeluarkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia di media online bahwa kasus perundungan di dunia pendidikan menempati urutan keempat dalam kasus kekerasan anak di Indonesia. Karenai itu, perundungan di dunia pendidikan sudah sangat mengkhawatirkan. Akibatnya, tindakan agresif anak-anak, yang seringkali dianggap sepele dan biasa, seharusnya sudah dianggap sebagai sesuatu yang serius dan harus diwaspadai karena dampaknya dapat mengancam setiap orang yang terlibat, termasuk saksi. Akibatnya, upaya bersama diperlukan untuk mencegahnya. Upaya tersebut tidak terbatas pada pelaku dan korban; itu juga dapat menjangkau anak-anak lain. Salah satu cara untuk mencegah perundungan di sekolah yang dapat menjangkau anak-anak selain pelaku dan korban adalah dengan mengajar siswa yang memiliki kemungkinan menjadi saksi, korban, atau bahkan pelaku. Salah satu teori yang dapat membantu memahami hal ini adalah teori perilaku yang direncanakan (Anggraeni et al., 2016). Teori ini berpendapat bahwa manusia adalah makhluk rasional sehingga mampu mempertimbangkan implikasi dari tindakannya sebelum membuat keputusan untuk melakukan atau tidak perilaku tersebut. Intensi yang dimaksud adalah komponen motivasional yang dapat memengaruhi perilaku. Dengan mempertimbangkan hubungannya dengan perilaku perlindungan dapat dikatakan bahwa intensi merupakan komponen terpenting dalam perlindungan. Artinya, individu memutuskan untuk berperilaku perlindungan. Karenai itu, diri sendiri dapat berfungsi sebagai alat untuk melindungi.

Perundungan di sekolah adalah tindakan yang mengkhawatirkan karena dapat dihukum dan berdampak buruk pada korban dan pelaku sertai saksi. Akibatnya, sangat penting untuk melakukan pencegahan yang tidak hanya terbatas pada pelaku dan korban tetapi juga anak-anak lainnya. Salah satunya adalah peserta didik mencegah sendiri.

TEMUAN DAN ANALISIS

Tindakan Kekerasan dan Perundungan di Dunia Pendidikan Indonesia

Tindakan perundungan di sekolah, juga dikenal sebagai bullying, telah berkembang menjadi  masalah yang serius di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Di negara-negara berkembang dan maju, perundungan di sekolah banyak terjadi. Sejak tahun 1970-an, penelitian yang serius dan sistematis tentang perundungan siswa telah dimulai di negara-negara Barat. Oleweus, yang memulai penelitian buli, terus mendorong para peneliti untuk menyelidiki perundungan di kalangan siswa di Australia, Scandinavia, dan negara-negara Barat lainnya.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tindakan perlindungan pelajar meningkat setiap tahun di berbagai negara. Bahasa Inggris "bully" atau "bullying" berasal dari kata "menggertak" atau "menindas", tetapi keduanya tidak tepat digunakan sebagai satu kata untuk menggambarkan bullying secara keseluruhan. "Perisakan", yang berasal dari kata "risak", yang berarti mengusik atau mengganggu secara terus menerus dengan berbagai olok-olokan, adalah istilah yang paling cocok untuk istilah bullying dalam bahasa Indonesia. Namun, Anies Baswedan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, lebih suka menggunakan kata "perundungan" atau "rundung" untuk menggambarkan pelecehan. "Perundungan" atau "perundingan" dapat merujuk pada istilah bullying, yang berarti mengganggu atau mengusik korbannya secara terus-menerus, seperti melakukan intimidasi, penghinaan, pemalakkan, pemukulan, penindasan, atau mengganggu orang lain sehingga korban terluka atau depresi. Namun, istilah "perisakan" dan "perundungan" masih sangat baru, dan bahkan media cetak, media elektronik, dan beberapa artikel ilmiah masih menggunakan istilah "bully" atau "bullying" untuk menggambarkan kekerasan di dunia pendidikan. Akibatnya, dalam artikel ini, istilahi "perundungan" akan digunakan untuk menggambarkan tindakan intimidasi yang terjadi dalam dunia pendidikan.

Peneliti biasanya mengkategorikan buli dalam tiga kategori: fisik, verbal atau lisan, dan anti sosial. Tindakan mengusik atau mengganggu korban secara langsung, seperti menghina, memanggil dengan sebutan tertentu, memukul, atau melukai, dikenal sebagai perundungan secara fisik dan lisan. Namun, buli diklasifikasikan sebagaii anti sosial jika dilakukan secara tidak langsung kepada korban, seperti memaksa semua siswa untuk menghindari korban dari berbagai aktivitas dan pergaulan atau mengusir seorang siswa dari kelompok pertemanan di sekolah. Menurut Demaray dani Malecki, tingkah laku perundungan adalah tindakan buruk yang dilakukan oleh seseorang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap seseorang yang lebih lemah atau kurang berkuasa berulang kali. Oleweus mengatakan bahwa pembuli biasanya lebih agresif, lebihi kuat, lebihi besar, dan lebih besar daripada korban. Dia juga mengatakan bahwa pembuli biasanya lebih banyak dari siswa laki-laki daripada siswa perempuan. Namun, dengan kemajuan saat ini, perundung tidak lagi mengklasifikasikan jenis kelamin. Faktanya, pelajar perempuan juga sering diperbudak, dan tindakan mereka sangat sadis dan sering diposting di mediai sosial. (Hatta 2018).

Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa korban dapat dilindungi secara berulang-ulang dengan berbagai cara dan media. Tindakan perundungan dilakukan secara langsung dan sangat agresif dengan tujuan menyakiti, mengganggu, melukai, dan bahkan membunuh korban. Namun, di era teknologi digital dan internet yang sangat berkembang saat ini, tindakan buli bukan hanya dilakukan secara konvensional tetapi juga dapat dilakukan di dunia maya (internet) seperti melalui Facebook, Twitter, BBM, WhatsApp, atau Instagram. Tingkah laku buli ini bertujuan untuk menyakitkan dan menekan korban, menurut Tatum. apatis terhadap perbedaan status sosial. Perilaku perundungan di dunia pendidikan akan meningkat seiring dengan perbedaan status sosial di antara siswa. Status sosial seorang siswa ditentukan oleh peran yang dimainkannya dalam interaksi sosial atau pergaulan dengan siswa lain di sekolah. Interaksi sosial yang disukai (popular), biasa (average), kontroversi (controversy), ditolak (rejected), dan diabaikan (ignored) adalah status sosial pelajar di sekolah menurut Meneur French. French mengatakan bahwa perundungan berdasarkan status sosial bertujuan untuk memisahkan korban dari teman-temanya di sekolah, yang dianggap tidak sebanding dengan pihak perundung.

Saat sekolah atau perguruan tinggi menerima siswa baru, tindakan perundungan sering terjadi. Aktivitas orientasi pelajar selalu menggerakkan tindakan perundungan. Perpeloncoan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan aktivitas yang dilakukan oleh siswa baru saat orientasi di sekolah. Namun, tindakan senior terhadap juniornya menyebabkan banyak korban, jadi perpoloncoan dilarang dan diganti dengan Masa Orientasi Sekolah (MOS) dan Orientasi Pengenalan Kampus (OSPEK). Dengan waktu, MOS dan OSPEK menjadi lebih sering diwarnai dengan kekerasan dan masih banyak korban, sehingga orientasi pelajar baru diubah menjadi Masa Orientasi Peserta Didik Baru (MOPDB). Namun, apapun istilah yang digunakan, tujuannya sama, mengenalkan pelajar baru dengan sistem sekolah, kegiatan, dan suasananya. Sekolah juga dikenal sebagai lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai media di mana siswa menemukan informasi untuk mencapai kesuksesan yang diinginkan.

Konsep perundungan di negara-negara Barat hampir identik dengan konsep perundungan di Indonesia. Bahkan banyak artikel yang membahas masalah atau perkembangan tindakan perundungan mengutip atau mengambil beberapa pakar dan referensi dari negara-negara Barat Menurut buku "pencegahan kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan", bullying adalah perilaku agresif dan menekan dari seseorang yang lebih dominan terhadap orang yang lebih lemah. Ini terjadi ketika seorang siswa atau lebih melakukan tindakan yang menyebabkan penderitaan siswa lain. Ada banyak bentuk kekerasan terhadap siswa yang lebih lemah. Pertama, secara fisik memukul, menendang, atau mengambil milik orang lain. Kedua, secara verbal mengolok-olok nama siswa lain, menghina, atau mengucapkan kata-kata yang menyinggung. Ketiga, secara tidak langsung menyebarkan cerita bohong, mengucilkan, menjadikan siswa tertentu sebagai objek komedi yang menyakitkan, atau mengirim pesan pendek ataui surat yang keji. Karena karakteristik fisik siswa, suku, etnis, atau warna kulit, olok-olok nama paling umum.

Solusi Kekerasan di Dunia Pendidikan Indonesia

Solusi untuk mengatasi kekerasan siswa termasuk penerapan pendidikan remaja di sekolah, promosi dan pengembangan pendidikan humaniora, sanksi yang ditetapkan tergantung pada perilaku anak, pemberian bekal kepada guru terkait kekerasan, saran kepada siswa dan guru, dan bantuan kepada korban kekerasan. Orang tua dan keluarga tidak boleh sembarangan memilih institusi pendidikan untuk anak-anak mereka.

Beberapa cara untuk menghentikan perundungan adalah berhenti. Kebanyakan pengganggu terjadi ketika seorang instruktur masuk ke dalam kelas atau ketika seseorang meminta untuk berhenti. Sangat penting bagi anak-anak untuk segera memberi tahu orang dewasa jika mereka melihat atau menyaksikan peristiwa bullying. Karena agresi kadang-kadang memperburuk keadaan, guru harus mengajarkan siswa mereka untuk selalu membantu ketika berhadapan dengan anak yang keras kepala, kekerasan, atau tidak marah. Kedua, kita dapat berkonsentrasi pada membantu korban bullying untuk bertahan hidup daripada hanya mengatakan kepada pelaku, "hentikan". Mengundang orang untuk bermain dan melindungi dapat menyembuhkan. Ketiga, jangan pedulikan orang yang mengganggu anda. Meninggalkan keduanya adalah pilihan terbaik jika Anda tidak berani membantu. Karena pelaku perundungan malas melakukan tindakannya saat tidak ada yang melihatnya, pelaku perundungan juga malas melakukan tindakan kasar saat tidak ada orang yang melihatnya. Keempat, guru dapat mengajarkan siswa mereka untuk melaporkan kekerasan sosial, termasuk perilaku kasar kepada orang dewasa.

Tingginya prevalensi perilaku diam saja menuntut program pencegahan yang dapat mencegah perundungan di sekolah di antara pengamat yang terlibat dalam perundungan dengan mendorong perilaku membela diri, terlepas dari jenis kelamin korban perundungan, dan membantu pengamat membangun hubungan sosial yang dekat dengan korban atau pelaku perundungan. Oleh karena itu, para pemimpin sekolah harus memberi siswa kesempatan untuk secara bebas melaporkan apa yang mereka alami baik di dalam maupun di luar kelas kepada para pemimpin sekolah. Mereka juga harus mendorong komunikasi yang terus-menerus antara siswa, pemimpin sekolah, orang tua, dan guru untuk memahami tantangan yang dihadapi siswa saat ini.

Kegiatan bimbingan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan spiritual adalah solusi tambahan. Selain itu, pendidikan menyarankan metode tambahan untuk mencegah kekerasan, yaitu pendidikan perdamaian, sebuah pendekatan pendidikan kontemporer. yang telah membantu menyelesaikan masalah pendidikan saat ini, terutama kekerasan. Dalam pendidikan perdamaian, guru dan siswa harus menyadari aspek kehidupan. Secara tidak langsung, ikatan antara guru dan siswa dapat diperkuat untuk mencapai tujuan pendidikan melalui kesetaraan pendapat. (Fadhilah dan Munjin 2022).

Poin-poin pendidikan perdamaian yaitu keyakinan moral, keagamaan, pemerintahan. Untuk medapatkan poin pendidikan perdamaian di atas maka di butuhkan peran dari sekolah. Karena sekolah dapat menjadi contoh kehidupan yang damai dan melalui sekolah, siswa juga dapat melihat perlunya membangun kehidupan tanpa kekerasan.

Pendidikan perdamaian bertujuan pada seluruh aspek baik itu prespektif kognitif atau praktik. Dan diharapkan siswa mampu menerapkan ide, pengetahuan, dan keterampilan kehidupan sehari-hari. Tiga pengetahuan yang harus dimiliki dalam pendidikan perdamaian yaitu pertama, pengetahuan mengenai kehidupan sosial, bernegara, lingkungan, pengakuan terhadap diri sendiri, kehidupan universal dan sebagainya. Kedua, cakap dalam kemampuan berkomunikasi, berkolaborasi, berempati, teliti, menengahi, bernegosiasi, dan kreatif. Ketiga, sikap berkaitan dengan kemampuan memahami kesadaran lingkungan, menghargai sesama, sikap toleran, partisipasi dalam kesetaraan gender, tanggung jawab dan solidaritas yang tinggi.

 

SIMPULAN

Banyak pemberitaan di televisi atau di sosial media tentang kekerasan terhadap siswa atau pendidik menunjukkan bahwa kekerasan dalam pendidikan sangat umum. Bahkan di era modern saat ini, kekerasan dalam pendidikan tidak berkurang, tetapi semakin meningkat. Banyak faktor, termasuk siswa sendiri, orang lain, dan lingkungan mereka, berkontribusi pada kekerasan akademik. Kekerasan verbal cukup sering terjadi saat ini. menggunakan kata-kata kasar untuk menghina dan merendahkan orang lain. Pelaku dan korban kekerasan keduanya dapat mengalami konsekuensi negatif. Pelaku kekerasan dapat dianggap buruk di masyarakat dan dijauhi, sedangkan korban kekerasan dapat mengalami cedera fisik atau mental. Sekolah, guru, orang tua, dan siswa itu sendiri dapat menangani kekerasan dalam pendidikan. Pendidikan perdamaian, Islam anti kekerasan, dan karakter adalah beberapa upaya yang dapat dilakukan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Fadhilah, Awaliya Nur, dan Munjin. 2022. "Kekerasan dalam Pendidikan di Sekolah: Bentuk, Sebab, Dampak, dan Solusi." Jurnal Kependidikan 10 (2): 325--44. https://doi.org/10.24090/jk.v10i2.8209.

Hatta, Muhammad. 2018. "Tindakan Perundungan (Bullying) Dalam Dunia Pendidikan Ditinjau Berdasarkan Hukum Pidana Islam." MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman 41 (2): 280--301. https://doi.org/10.30821/miqot.v41i2.488.

Suardi, dan Sulaiman Samad. 2020. "Edukasi Pencegahan Perundungan." SEMINAR NASIONAL HASIL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT "Peluang dan tantangan pengabdian kepada masyarakat yang inovatif di era kebiasaan baru," 565--72.

Suseno, Eko. 2018. "Tindakan (Bullying) Dalam Dunia Pendidikan Ditinjau Dari Persfektif Hukum Pidana Islam." Sol Justicia 1 (1): 29--35.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun