"Pemerintah menegaskan tidak ada Trade-off. Namun, kecenderungan kebijakan pembangunan ekonomi saat ini tidak dapat menjamin keberlanjutan lingkungan/alam." Banyak terjadi kerusakan lingkungan atas namapembangunan ekonomi.Â
"Ketika batasan bumi sebagai tempat yang layak huni bagi manusia semakin dipertanyakan"
G20 atau Group of Twenty adalah forum kerjasama multilateral yang beranggotakan 2o negara anggota yang terdiri dari 19 negara 1 Uni Eropa.Â
Dikutip dari kemenkue.go.id, G20 di bentuk pada tahun 1999 dengan tujuan untuk mendidkusikan kebijakan-kebijakan dalam rangka mewujudkan stabilitas keuangan internasional.
Forum ini dibentuk sebagai salah satu upaya menemukan solusi atas kondisi ekonomi global yang dilanda krisis keuangan global pada tahun 1997-1999 dengan melibatkan engara-negara berpendapatan menengah dan memiliki pengaruh ekonomi secara sistematik, termasuk Indonesia.
Mengembalikan stabilitas iklim global di tengah berbagai peluang untuk terus memacu pertumbuhan ekonomi merupakan tantangan besar bagi peradaban saat ini.Â
Tanpa ada perubahan pola konsumsi dan rute dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi, batasan bumi dapat bertahan sebagai tempat yang layak huni bagi manusia semakin dipertanyakan (Steffen et al.,2015).
Perhelatan G20 yang akan berlangsung di Bali menjadi momentum penting dalam menjawab berbagai krisis keuangan, krisis lingkungan dan perubahan iklim yang turut mempengaruhi perekonomian global saat ini.Â
Indonesia menjadi salah satu negara agraris tentu memiliki peran dan kepentingan dalam mendorong kebijakan di berbagai sektor ekonomi.
Dengan mengusung tema "Collective economic recovery: Aligning Trade, Investment and industry Agenda with SDGs" tema ini mencoba untuk menyelaraskan agenda perdangangan, investasi dan industry G20 dengan SGDs (Sustainable Development Goal"s).Â
Agenda pembahasan negara-negara G20 pada tahun 2022 nantinya akan sangat berdampak pada kebijakan-kebijakan pembanguna ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia perlu memperisipakan strategi yang baik dalam pemulihan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.
Indonesia membawa beberapa isu penting dalam pertemuan G20 diantaranya isu perubahan iklim, yang selama ini menjadi persoalan global.Â
Keseriusan Indonesia dalam mendorong isu perubahan iklim direspon oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK) dengan merumusskan agenda penting terkait dengan isu lingkungan hidup.Â
Diantaranya; kerusakan lahan, kehilangan keanekaragaman hayati, sampah laut, pengelolaan air, keuangan berkelanjutan dan perlindungan laut.Â
Isu ini telah disepakati sebelumnya dalam pertemuan Plenary G20 Enverionment Deputies Meeting and climate Sustainability Working Group di Yogyakarta pada Maret 2022 lalu.
Harapan Indonesia terkait dengan isu lingkungan hidup di G20 merupakan salah satu komitmen besar yang nantinya dalam pengambilan kebijakan pembangunan harus mengedepankan aspek lingkungan hidup dan keberlanjutan.Â
Komitmen ini bukan saja sebatas wacana namun perlu menunjukkan keseriusan pemerintah lewat implementasi kebijakan terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan perlindungan lingkungan  hidup.
Melihat berbagai isu lingkungan dan krisis iklim global saat ini telah memberikan dampak yang sangat besar terhadap kebijakan ekonomi global pula.Â
Oleh karena itu, mengapa semua pihak perlu menyerukan agar dalam pertemuan G20 isu lingkungan hidup dan krisis iklim harus menjadi prioritas utama dari isu ekonomi yang menjadi latar belakang G20.
Sejarah pembangunan ekonomi industrial di mulai sekitar tahun 1960-an saat itu negara-negara maju dan berkembang berlomba-lomba untuk membangun peradaban ekonomi yang sangat besar.
Akibatnya sumber daya alam dan lingkungan menjadi unsur yang paling dominan dieksploitasi untuk mewejudkan kekuatan ekonomi. Indonesia saat itu masuk pada jajaran negara berkembang yang baru merdeka dan tergolong berpenghasilan rendah. Namun, disisi lain Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat besar.Â
Beberapa pegiat lingkungan melihat bahwa pertemuan G20 cenderung membahas hal yang sama yaitu terkait dengan ekonomi dan keuangan global.
Di era 1960-an ini lah di mulai gagasan "development" untuk negara-negara yang belum atau sedang berkembang, salah satunya Indonesia.Â
Dalam kacamata AS dan Eropa Barat "underdevelopment" adalah kemiskinan, pengangguran, dan keterbelakangan secara ekonomi. Karena itu para ekonom Barat mulai menarasikan untuk bisa keluar dari kondisis ini maka diperlukan "pembangunan ekonomi" hingga saat ini konsep pembangunan ekonomi masih dipegang teguh oleh negara-negara maju dan berkembang.
Adanya pola pikir pemimpin dunia mengenai sumber daya alam dalam konteks pemaknaan pembangunan yang sangat berbeda bahkan saling bertolak belakang itulah yang menyebabkan terjadinya krisis.Â
Tidak ada keseimbangan antara kebijakan pembangunan ekonomi dan pelestarian alam dan lingkungan. Teori atau konsep pembangunan ekonomi selalu menjadi pilihan dalam mewujudkan kehidupan yang beradab, kuat dan mandiri sementara lingkungan atau alam dilemahkan.
Konsep ekonomi sendiri menyebut masalah pilihan dalam kondisi keterbatasan itu sebagai prinsip "trade-off". Secara harafiah trade-off berarti "pertukaran".Â
Di mana sesuatu yang kita pilih harus ditukar dan diganti dengan hal lain. Saat ini kebijakan ekonomi pembangunan mengesampingkan keselamatan alam. Para pengambil kebijakan lebih rela menukarkan pembangunan ekonomi ketimbang keberlanjutan lingkungan.Â
Karena, sumber daya alam dipandang sebagai bahan baku, sebagai salah satu sarana untuk mewujudkan pembangunan, maka tidak heran pertentangan antara kepentingan pmbangunan dan kelestarian alam dan lingkungan terjadi, dan lingkungan/alam  "dikorbankan".
Di sinilah mengapa pertemuan G20 perlu merespon berbagai dampak krisis lingkungan dan perubahan iklim bahwa perlu adanya faktor-faktor ekonomi khususnya faktor sosial dan lingkungan dalam pembangunan sehinggga mencapai pada pembangunan berkelanjutan (sustainable developments) yang saat ini ramai dibicarakan secara global.Â
Dalam pola pembangunan berkelanjutan negara harus menjalankan pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan secara seimbang, mengedepankan hak asasi manusia (HAM) dan pelestarian alam.
Deddy Febrianto Holo
Divisi Perubahan Iklim dan Kebencanaan WALHI NTT
Cp : 082145183780/ deddyfebriantoholo@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H