Secara harafia, membanguna dunia (lingkungan), berarti ikhtiar mengubah keadaan "lingkungan" masa lampau. Yang tidak sesuai dengan cita-cita manusia, baik secara lahir maupun batin.Â
Dengan kata lain, pembangunan yang sesungguhnya, selain mencukupi kebutuhan sekarang, juga menghendaki adanya suatu gagasan kebutuhan masa depan generasi selanjutnya.
Saat ini lingkungan kita menampakkan wajahnya yang suram akibat sikap manusia yang timpang pada stadium yang mencemaskan tanpa penanggulangan efektif, sehingga mewariskan malapetaka bagi generasi sekarang maupun yang akan datang. Sebagai bukti kita dapat melihat sekilas potret lingkungan  sekitar kita.Â
Masalah lingkungan sosial, krisis lingkungan dan kebutuhan pelaku pembangunan menambah deretan panjang kerusakan lingkungan di Indonesia termasuk di NTT.Â
Pembangunan hari ini dinarasikan sebagai pertanda kemajuan sebuah wilayah, tetapi dari aspek kenyamanan lingkungan sesungguhnya merupakan sebuah masalah tersendiri.
Selain itu, kita sedang mengalami masalah lingkungan biologis yang cukup parah. Banyak habitat hewan seperti komodo dan spesies tumbuhan seperti cendana terancam punah.Â
Kondisis ini disebabkan oleh ketidakramahan, bahkan keserakahan manusia. Provinsi NTT dikenal sebagai penghasil cendana akan tetapi identitas ini hanya tinggal cerita masa lalu. Karena eksploitasi yang dilakukan secara besar-besaran hanya bertujuan memenuhi kebutuhan ekonomi semata.Â
Kita cukup merasakan dampak buruk dari perilaku tidak ramah seperti adanya banjir, tanah longsor, kekeringan, abrasi pantai, erosi, hama belalang hingga di tahun 2021 sebagian wilayah di Indonesia terkena dampak bencana hidrometeorologi (badai seroja) yang merusak seluruh tatanan kehidupan manusia.
Sejarah mencatat, masalah lingkungan yang dialami saat ini akan mengancam kehidupan di masa mendatang, hal ini disebabkan oleh perilaku berpikir dan mental konsumtif dalam prespektif pembangunan sehingga konsep pembangunan hari ini tidak ramah terhadap lingkungan dan cenderung mengabaikan keselaamatan warganya. Kebijakan di bangun atas dasar kebutuhan bukan pada tataran keseimbangan.Â
Hal ini semakin mengukuhkan kebenaran bahwa masalah lingkungan dapat terjadi karena ketidaksetaraan atau keseimbangan lingkungan hidup. Hal ini ditandai dengan timbulnya gangguan interaksi manusia dengan lingkungan hidup, di mana batas-batas kemampuan salah satu komponen lingkungan sudah terlampaui, sehingga tidak dapat menjalankan fungsinya secara seimbang. Di sinilah timbul apa yang disebut dengan masalah lingkungan.
Nigel Dower dalam bukunya, Etich Enviromental Responsibility, mengemukakan isu-isu keprihatinan rusaknya lingkungan hidup. Pandangan Dower memberikan garis tajam antara kehidupan masyarakat desa dan kota yang memiliki sikap dan perilaku yang berbeda dalam menggumuli lingkungannya.Â