Mohon tunggu...
deddy Febrianto Holo
deddy Febrianto Holo Mohon Tunggu... Relawan - Semangat baru

Rasa memiliki adalah perlindungan alam yang terbaik

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Refleksi Pembangunan dan Krisis Ekologi di NTT

22 Juni 2022   09:56 Diperbarui: 22 Juni 2022   11:15 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DokPri: Hari Lingkungan Hidup Sedunia

Pergumulan manusia dan lingkungan yang terjadi berabad-abad lamanya telah menyebabkan lahirnya krisis ekologis. Krisis ini berkaitan langsung dengan pola pergumulan manusia dan lingkungan. Dalam skala Mondial, permasalahan lingkungan menjadi isu global. 

Hal ini disebabkan pemanfaatan sumber daya alam yang tidak mempertimbangkan dampak buruk yang menyertai pembangunan. Risiko pemanfaatan sumber daya alam untuk pembangunan telah menciptakan kondisi yang berlawanan dengan daya dukung lingkungan itu sendiri. 

Ironisnya keselamatan warga menjadi taruhan dari segala bentuk kebijakan pembangunan saat ini. Jika kita menelaah seharusnya lingkungan hidup menjadi penyangga pertumbuhan dan perkembangan ekonomi.

Ketika manusia dijadikan objek maka semenjak itu pula manusia mengalami keterpecahan dalam diri dan lingkungannya. Hal ini disebabkan oleh tiga hal. 

Pertama, pelaku pembangunan yang mengesampingkan manusia dan kemanusiaannya. Dengan kata lain yang diperjuangkan pelaku pembangunan adalah pengelolaan sumber daya alam sebebas-bebasnya. 

Pandangan ini menuju pada konsep pembangunan sebagai sarana mengeruk keuntungan dan mencari kepuasan diri. Kedua, pelaku pembangunan kurang memahami partisipasi setiap manusia dalam mendukung pembangunan. 

Kurangnya pemahaman ini melahirkan perilaku yang menempatkan manusia bukan sebagai pribadi yang bermartabat, tetapi objek yang diperlukan untuk mencapai kepentingan tertentu. Ketiga, motivasi para pelaku pembangunan sebagai sarana untuk mencapai target bukannya sebagai media dalam upaya memanusiakan manusia.

Kata pembangunan, sesungguhnya bukan istilah baru. Sejak Indonesia meredeka, kita menyatakan tekad dan komitmen bersama untuk membangun sebuah negara, bernama Indonesia. Demikian pula juga Nusa Tenggara Timur, sebagai bagian dari NKRI. 

Pembangunan berasal dari kata dasar "bangun", yang berarti mulai sadar atau insaf  akan nasibnya, cara menyusun atau susunan yang merupakan suatu wujud. 

Secara harafia, membanguna dunia (lingkungan), berarti ikhtiar mengubah keadaan "lingkungan" masa lampau. Yang tidak sesuai dengan cita-cita manusia, baik secara lahir maupun batin. 

Dengan kata lain, pembangunan yang sesungguhnya, selain mencukupi kebutuhan sekarang, juga menghendaki adanya suatu gagasan kebutuhan masa depan generasi selanjutnya.

Saat ini lingkungan kita menampakkan wajahnya yang suram akibat sikap manusia yang timpang pada stadium yang mencemaskan tanpa penanggulangan efektif, sehingga mewariskan malapetaka bagi generasi sekarang maupun yang akan datang. Sebagai bukti kita dapat melihat sekilas potret lingkungan  sekitar kita. 

Masalah lingkungan sosial, krisis lingkungan dan kebutuhan pelaku pembangunan menambah deretan panjang kerusakan lingkungan di Indonesia termasuk di NTT. 

Pembangunan hari ini dinarasikan sebagai pertanda kemajuan sebuah wilayah, tetapi dari aspek kenyamanan lingkungan sesungguhnya merupakan sebuah masalah tersendiri.

Selain itu, kita sedang mengalami masalah lingkungan biologis yang cukup parah. Banyak habitat hewan seperti komodo dan spesies tumbuhan seperti cendana terancam punah. 

Kondisis ini disebabkan oleh ketidakramahan, bahkan keserakahan manusia. Provinsi NTT dikenal sebagai penghasil cendana akan tetapi identitas ini hanya tinggal cerita masa lalu. Karena eksploitasi yang dilakukan secara besar-besaran hanya bertujuan memenuhi kebutuhan ekonomi semata. 

Kita cukup merasakan dampak buruk dari perilaku tidak ramah seperti adanya banjir, tanah longsor, kekeringan, abrasi pantai, erosi, hama belalang hingga di tahun 2021 sebagian wilayah di Indonesia terkena dampak bencana hidrometeorologi (badai seroja) yang merusak seluruh tatanan kehidupan manusia.

Sejarah mencatat, masalah lingkungan yang dialami saat ini akan mengancam kehidupan di masa mendatang, hal ini disebabkan oleh perilaku berpikir dan mental konsumtif dalam prespektif pembangunan sehingga konsep pembangunan hari ini tidak ramah terhadap lingkungan dan cenderung mengabaikan keselaamatan warganya. Kebijakan di bangun atas dasar kebutuhan bukan pada tataran keseimbangan. 

Hal ini semakin mengukuhkan kebenaran bahwa masalah lingkungan dapat terjadi karena ketidaksetaraan atau keseimbangan lingkungan hidup. Hal ini ditandai dengan timbulnya gangguan interaksi manusia dengan lingkungan hidup, di mana batas-batas kemampuan salah satu komponen lingkungan sudah terlampaui, sehingga tidak dapat menjalankan fungsinya secara seimbang. Di sinilah timbul apa yang disebut dengan masalah lingkungan.

Nigel Dower dalam bukunya, Etich Enviromental Responsibility, mengemukakan isu-isu keprihatinan rusaknya lingkungan hidup. Pandangan Dower memberikan garis tajam antara kehidupan masyarakat desa dan kota yang memiliki sikap dan perilaku yang berbeda dalam menggumuli lingkungannya. 

Orang kota cenderung memandang alam sebagai komoditi untuk memuaskan kebutuhan. Sedangkan orang desa masih memandang alam sebagai keutuhan sacral, yang diperlakukan dengan rasa hormat dan bertanggungjawab.  

Lahirnya humanisme dan ekologis sangat tergantung pada perilaku manusia dalam pergumulan dengan lingkungannya. Manusia cenderung memperlakukan lingkungan sesuai keinginan. Lingkungan dipandang dan diperlakukan sebagai objek pemuas kebutuhan semata. Perilaku dan kondisi hidup manusia demikian menjadi tantangan pembangunan humanisme ekologi. 

Rasanya belum cukup bila manusia hanya bersifat ramah terhadap sesama manusia dan lingkungannya. Suatu humanism ekologi juga sangat dibutuhkan karena eksistensi manusia tidak hanya bersifat sosial akan tetapi juga kosmologis. Kenyataan alam meneguhkan kebenaran komperhensif seluas alam sebagai keseluruhan.

Oleh karena itu, pembangunan ekonomi rakyat yang sesungguhnya adalah pembangunan yang dapat dilakukan dengan strategi pembangunan yang ramah lingkungan, tanpa harus dengan metode eksploitasi semata. Untuk menjawab wajah pembangunan dan persoalan lingkungan maka perlu dilakukan penyelamatan lingkungan hidup secara berkelanjutan dengan perubahan paradigama kebijakan pembangunan yang di dalamnya termuat langkah-langkah preventif demi kelestarian lingkungan dan harus ditunjang dengan langkah represif dalam hal penegakan hukum atas tindakan menyalahgunakan manfaat lingkungan.


Penulis : Deddy F. Holo
Cp : 082145183780
Email: deddyfebriantoholo@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun