Mohon tunggu...
Taufiq Sudjana
Taufiq Sudjana Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis adalah kegiatan lain di sela pekerjaan di sebuah sekolah swasta di Kota Bogor.

Bacalah dengan Nama Tuhanmu, dan ... menulislah dengan basmalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Paradoks Operator Sekolah

26 Maret 2017   00:30 Diperbarui: 4 April 2017   21:09 5336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kualifikasi kepala tenaga administrasi SD/MI/SDLB adalah sebagai berikut:

  • Berpendidikan minimal lulusan SMK atau yang sederajat, program studi yang relevan dengan pengalaman kerja sebagai tenaga administrasi sekolah/madrasah minimal 4 (empat) tahun.
  • Memiliki sertifikat kepala tenaga administrasi sekolah/madrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah.

Beberapa aturan terkait TAS di atas sangat bertolak belakang dengan kenyataan yang ada. Pemerintah belum dapat mewujudkan pengelolaan satuan pendidikan yang diharapkan oleh aturan perundangan tersebut. Terutama untuk jenjang SD/MI.

Jika di SMP/SMA/SMK sudah ada struktur ketatausahaan, pembagian tugas dan wewenang tenaga administrasi di dalamnya, dan dengan orang yang berbeda. Namun di SD/MI kondisi sebaliknya, semua tugas dan tanggungjawab TAS tersebut dipikulkan di pundak satu orang. Entah apa namanya TU, Operator Sekolah, Operator Pendataan, Operator Dapodik, atau predikat yang baru diperkenalkan yakni Penanggungjawab Pendataan. Ironisnya, BKN mengatakan, tidak ada peraturan tentang hal ini. Lantas? Siapakah yang harus membuat Analisa Beban Kerja terhadap jabatan TAS di Sekolah Dasar? Sementara beban kerja itu dari hari ke hari makin menumpuk. Boleh saja pemerintah mengabaikan paradoks Operator Sekolah, namun semestinya tidak dengan Tenaga Administrasi Sekolah (TAS).

Last but not least. Kami titipkan amanat undang-undang di pundak kalian, para pemangku kebijakan negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun