Mohon tunggu...
Taufiq Pasiak
Taufiq Pasiak Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pemerhati Kajian Otak, Perilaku Sosial dan Cara manusia berpikir. \r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tantangan Neurosains dan Misteri Manusia

7 Juni 2016   12:25 Diperbarui: 7 Juni 2016   12:32 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Terlepas dari keterbatasan instrumentasi kala itu ada semacam sinyal yang memberi arah bahwa betapa pentingnya memahami alam semesta dan diri manusia. Ayat-ayat Allah fi ‘afaqidan fi nafsihimerupakan ‘buku’ yang harus dibaca agar dapat membawa perubahan yang revolusioner dalam kehidupan manusia. Untuk jaman sekarang, neurosains boleh dikata menjadi frontierterdepan dalam menjelaskan manusia.

Neurosains menjadi garda terdepan menguak tanda-tanda kekuasaan Allah dalam diri manusia. Bersama astronomi dan astrofisika, neurosains memberi kontribusi besar dalam pemahaman hakikat keberadaan mahluk-mahluk di alam semesta. Fisika klasik, sebagaimana diteorikan dalam mekanika kuantum, ataupun biologi evolusi Darwin, telah memberi banyak hal yang amat berharga dalam pemahaman manusia akan dirinya. Namun, neurosains lebih spesifik karena berbicara soal pikirandan perilakumanusia. Pikiran dan perilaku merupakan komponen manusia yang membuat manusia menjadi manusia.

Tujuan utama neurosains adalah memahami bagaimana cara neuron dan sinapsisnya menciptakan tingkah laku organisme yang sangat kompleks itu. Bagaimana neuron-neuron saling berinteraksi dan membentuk kerja otak yang terintegrasi merupakan ‘pekerjaan’ utama neurosains. Sejak awal berdirinya neurosains, terutama, berkomitmen pada pemahaman kerja otak dalam kerja molekulnya dan pencarian engram[3]dalam area-area otak. 

Secara ringkas, tulisan ini akan membahas beberapa hal berikut yang dipandang relevan dengan kebutuhan dan perkembangan mutakhir dalam neurosains:

  1. Neurosains dalam perspektif.
  2. Implikasi dalam bidang pendidikan, pengobatan dan filsafat.
  3. Psikoneuroendokrinologi
  4. Al-qur’an dan Neurosains.

1. Neurosains dalam perspektif

Sebagai sebuah istilah neurosains merupakan istilah yang berusia muda.[4] Penelitian tentang otak—sekalipun sudah puluhan tahun berlangsung—baru mendapat perhatian dan publikasi besar ketika George Bush senior menyatakan bahwa dekade 1990-2000 merupakan ‘Dekade Otak’. Dalam decade ini banyak biaya yang dikeluarkan untuk meneliti otak manusia, sekaligus telah dihasilkan banyak sekali temuan yang menguak misteri otak manusia. Menutup dekade itu. Tahun 2000 lalu, nobel kedokteran diberikan kepada Erick Kandel yang telah puluhan tahun meneliti proses dan mekanisme memori melalui risetnya pada siput laut (Apylasia Californica).

Penelitian Kandel bukan saja menguak bagaimana memori diatur dan komponen organik apa saja yang merupakan substrat biologi memori. Namun, ia juga memberi dasar biologis pada apa yang dikenal sebagai teori belajar belajar asosiatif dan nonasosiatif yang popular dalam psikologi sebagaimana dikenalkan antara lain oleh Ivan Pavlof. Dalam masa ini juga ditemukan substrat biologis dari emosi manusia. Josep leDoux menemukan peranan sistem limbic, terutama bagian bernama amygdala, dalam pengaturan emosi manusia. Sistem limbic ini dikenal sebagai ‘social brain’ karena mengatur aspek-aspek yang berkaitan dengan kedudukan manusia sebagai mahluk sosial (an-Nas). Perilaku-perilaku tertentu diatur oleh komponen ini. Marah, misalnya. Sebelumnya kita tahu, setidaknya dari al-Ghazali, bahwa marah itu merupakan urusan psikis semata.

Selain penemuan mikroskop yang membuat penampakan ‘dunia lain’ yang kecil, penemuan bahan-bahan pengecatan molekul, seperti carmineyang ditemukan oleh Joseph Gerlach (1858) yang dapat mengecat badan sel saraf, juga potassium dichromatdan hematoxylinoleh Carl Weigert (1882) sehingga jaras-jaras (fiber) saraf dapat dilihat, atau penemuan teknik histokimia oleh Koelle (1934) yang memungkinkan molekul seperti neurotransmiter dan reseptor-reseptor dapat dilihat, membuat penguakan ‘dunia lain’ dalam otak manusia lebih terbuka lebar. Penemuan-penemuan ini memberikan kontribusi besar dalam neurosains.

Level Analisis

Ketika Rene Descartes menyebut kelenjar Pineal sebagai tempat kedudukan jiwa, atau yang lebih awal lagi Al-Farabi dan Ibn Sina yang menyebut kepala sebagai pusat daya berpikir, mereka sebenarnya telah berbicara beberapa aspek neurosains dari perspektif makroanatomi. Mereka memakai pendekatan pada level neurosains sistem (systems neuroscience) untuk melihat korelasi antara otak dan fungsi-fungsi kompleks seperti sistem visual, auditorik dan motorik[1]. Penolakan atas konsep mereka, terutama konsep Cogito ergo sum-nya Descartes, terjadi karena analisis baru terjadi pada level sistem ini. Salah satu sebabnya adalah lebih terlambatnya perkembangan instrumentasi biologis dibanding instrumentasi astronomis.

Dengan perkembangan instrumen, terutama untuk memantau living braindan aktivitas pada tingkat sinapsis, beberapa dekade terakhir penelitian lebih difokuskan pada molekul dan sinapsis. Analisis sudah berada pada level molekuler (molekuler neuroscience)dan seluler (Cellular neuroscience).Pada level molekuler dikaji peranan molekul-molekul otak dalam menciptakan tingkah laku kompleks manusia, seperti memori. Pada level seluler dikaji peranan molekul-molekul otak yang bekerja sama sehingga memberikan kekhususan pada sel saraf. Misalnya, menemukan bagaimana sel-sel saraf yang berbeda menghasilkan fungsi yang berbeda. Hasil-hasil riset pada level ini memungkinkan penjelasan yang lebih lengkap, rinci dan padu dibandingkan pada level sistem seperti dilakukan Descartes.[2] Salah satu pengaruh positif dari filsafat positivisme(ada lebih banyak pengaruh negatifnya) mungkin pada level analisis perilaku organisme yang diperkecil atau disusutkan (kalau tidak dikatakan di-reduksi-kan). Positivisme dan penemuan instrumen biologi seperti mikroskop memungkinkan menelah organisme hingga ke struktur terkecilnya, yakni sel dan molekul.[3]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun