Mohon tunggu...
Taufiq Haddad
Taufiq Haddad Mohon Tunggu... Penulis - Peminat Filsafat, Spiritualitas, Politik, Demokrasi, dan HAM

Liverpudlian, Moderat, Curiosity

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Spirit dan Pesan Abadi Mas AE (In Memoriam AE Priyono 1958-2020)

20 April 2020   19:58 Diperbarui: 11 Mei 2020   08:55 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan bacaan singkat saya tentang mas AE-yang memang sangat singkat, saya faham betul Mas AE  sudah sangat gelisah dan resah melihat pola dan perilaku Islam-politik di Indonesia yang didominasi kalangan Wahabi. Islam-politik dimaknainya sebagai bentuk ekspresi Islam dalam ranah politik yang bertujuan merebut kekuasaan. Berbeda dengan term Islam-ritual ataupun Islam-kultural.  Dengan kata lain, Islam hanya dipakai sebagai alat, bukan sebagai pandangan hidup yang holistik.

Mas AE pernah menulis sangat bagus mendedah dan membuat distingsi mengenai hal tersebut dalam sebuah buku yang diterbitkan Lembaga Kebudayaan Embun Kalimasada Yayasan Badan Wakaf UII dengan judul, "Masa Depan Islam Politik dan Islamisme di Indonesia". Kajian dan analisnya sangat padat, penuh analitik. Sebuah monograf.

Dengan jejak intelektualnya yang sangat mumpuni dan menterang tersebut, sejujurnya saya merasa "minder" saat berkesempatan berdiskusi dengan Mas AE. Secara intelektual saya merasa sangat berjarak, dengannya. Saya bukan seperti kedua teman Hadrami-nya yang cemerlang seperti disebut diatas.

Seingat saya, ia juga menyinggung nama Hadrami lain seperti Ismed Haddad (salah satu tokoh penting di LP3ES), Toriq Haddad (Pemimpin Usaha Majalah Tempo), yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan saya. Kalaupun ada hanyalah sebatas kesamaan nama keluarga (fam) saja. 

Jelasnya saya bukanlah siapa-siapa di depan mas AE, melainkan hanya seorang yang pernah bekerja dan menggeluti bisnis penerbitan. Itu pun bukan di bagian keredaksian, namun lebih banyak di manajemen dan operasional, sejalan dengan latarbelakang pendidikan saya bidang bisnis, manajemen dan keuangan.

Bidang penerbitan dan perbukuan ini pula yang kemudian akhirnya menjadkan "hub" dan "melting pot" perbincangan kami selanjutnya. Saya tahu betul mas AE sangat menggandrungi buku. Di laman group media sosialnya ia banyak membagikan e-book secara gratis. Tidak cukup sampai disitu saja, ia juga memberikan ulasan, resensi tentang buku-buku tersebut. Bahkan dengan penuh perhatian ia mau meluangkan waktu mengirimkannya lewat email kepada anggota group di membernya.  Ia pernah mengirimi saya e-book, "The Face Before I Was Born, A Spiritual Autobiography, karya Lleelyn Vaughan --Lee, seorang sufi, pengikut tarikat, Naqshbandiyya-Mujaddidiyya.

Temanya sangat beragam, namun kebanyakan tentang spiritualitas dan metafisika. Tema yang juga memikat perhatian saya.  Mas AE bercerita bahwa ia diberikan akses penuh e-book gratis bertema spiritualitas dari berbagai sudut pandang. Sayang sekali, kita akan kehilangan sosok yang memberikan banyak informasi dan akses buku-buku bermutu.

Keminderan dan kegugupan saya pun perlahan nyaris hilang saat perbincangan belangsung. Semula saya mengira ia seperti beberapa "orang-orang hebat" lainnya yang seringkali mendominasi pembicaraan. Namun Mas AE justru sebaliknya. Ia pribadi yang sangat rendah hati, dan egaliter.  

Tutur katanya formal, sopan, dan lembut, tidak menggebu-gebu dan mengoyak seperti caranya menulis. Ia juga orang yang mau banyak mendengar dengan penuh perhatian. Bahkan yang mengagumkan, dia membatasi dirinya untuk tidak membahas bidang yang tidak dikuasainya. Betapapun jarak usia dan intelektual diantara kami yang cukup jauh. Ia sama sekali tidak menunjukan dan mengesankan dirinya penulis yang berpengalaman, hebat dengan analisis yang mendalam.Sebuah sikap intelektual sejati.  

Belakangan dari diskusi bersama di Zoom, sebuah jaringan conference yang sedang nge-trend di masa Covid-19, saya juga baru tahu, ternyata mas AE memang biasa memanggil orang yang pertama kali dikenalnya dengan panggilan "Anda".  

Itulah kesan pertama bertemu Mas AE.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun