“Masa saya dibilang modal kolor doang!”
“Hahaha… masa baru digituin sama calon mertua udah mundur, jadi kapan kamu mau melamarnya?”
“Secepatnya pak”
“Nanti saya temani kamu, sekalian jadi perantara kamu”
Aku sudah yakin untuk melamarnya meski uang untuk pernikahan terbilang kecil, masalah setelah menikah, sudah ada tawaran untukku mengajar di sebuah pondok meski bayaran kecil, tapi insyaallah cukup untuk membiayai kami berdua”
Akhirnya kedua orang tuanya pun luluh setelah melihat anaknya menangis ingin menikah denganku, singkat cerita akhirnya kami menikah.
Istriku adalah seorang istri yang tabah, saat aku hidup serba kekurangan, bahkan orang tuanya selalu menyalahkannya.
“Mengapa harus menikah dengannya? Lihat! Kamu sekarang hidup susah.” kata mertuaku.
Sikapnya selalu tenang, wajahnya tak pernah memperlihatkan guratan kesedihan sama sekali. Aku mencintainya…
Akhirnya Allah melimpahkan rezekinya, kini aku bekerja dengan bayaran yang cukup besar, meski harus jauh dari Istriku tercinta. Istriku adalah ibu yang baik, dia mengurus anak-anaknya dengan penuh cinta dan kasih sayang. Meski hubunganku dengan istriku selama ini hanya sebatas komunikasi lewat handphone, tapi istriku selalu meminta izin jika dia ingin pergi ke suatu tempat atau menghadiri suatu acara. Sungguh istri yang setia. Betapa aku merindukannya. Akhirnya aku take off menuju Samarinda membawa istri dan anak-anakku.
“Ya Allah aku bersyukur padaMu, Hamba adalah seorang lelaki yang bahagia”