Ada juga penyebab lainnya, yaitu perang harga antara Arab Saudi Vs. Rusia sebagai sama-sama produsen utama minyak mentah dunia. Ini juga menyebabkan over supply minyak mentah secara global.
Nah, jadi, hukum pasar "supply and demand" sedang berlaku sekarang ini. Siapapun mereka hampir tidak akan bisa menolak kebenaran teori ini. Termasuk Ahok.
Benar, bahwa harga minyak mentah sekarang mulai pulih menjadi sekitar US$ 40 per barel. Namun, Â harga minyak mentah pernah jatuh sampai 25 persen di sepanjang tahun ini dan bahkan sempat menyentuh angka minus.
Begitulah. Covid-19, suplai, perang harga benar-benar telah menyeret perusahaan-perusahan migas raksasa terjungkal.
Laporan-laporan kerugian ini jelas menjadi berita sangat buruk bagi industri hulu migas dunia khususnya industri migas tanah air. Apalagi, sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga melaporkan realisasi investasi di sektor migas pada paruh pertama tahun ini baru mencapai 5,6 milyar dolar AS dari rencana investasi sebesar 14,5 milyar dolar AS tahun ini - atau hanya sepertiganya.
Industri minyak dan gas di Indonesia benar-benar sedang menghadapi tantangan sangat berat. Selain kinerja buruk tersebut, seperti kita ketahui, produksi minyak nasional sedang turun saat ini, cadangan minyak juga turun bahkan hingga di bawah 4 miliar barel. Ini sangat ironis sebab investor dan kontraktor migas bisa menjadi kehilangan semangat dan minat berinvestasi dan beraktifitas di sektor hulu migas.
Meski Ahok telah 'membuat' Pertamina merugi, tetapi harapan itu memang harus terus dinyalakan.
-Dihimpun dari beberapa sumber dan dokumen pribadi-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H