Baru-baru ini ada Wacana penghapusan jalur busway yang bersinggungan dengan MRT, seperti Blok M--Kota dan Pulogadung--Monas(kalau nanti sudah selesai) ternyata memunculkan pro dan kontra. Yuk kita bahas :
Apakah Anda Setuju atau Tidak?
Alasan Tidak Setuju dengan Penghapusan Jalur Busway:
1.Aksesibilitas untuk Semua Lapisan Masyarakat:
*Bus TransJakarta masih menjadi moda transportasi yang lebih terjangkau dibanding MRT. Menghapus jalur busway dapat mengurangi pilihan transportasi murah bagi masyarakat yang tidak mampu membeli tiket MRT.
2.Kapasitas dan Keterhubungan:
*MRT memiliki kapasitas besar tetapi rutenya masih terbatas. Jalur busway yang bersinggungan sebenarnya bisa menjadi pelengkap, menyediakan opsi transportasi yang lebih fleksibel di jalur yang sama.
3.Efisiensi Waktu dan Kemudahan:
*Beberapa pengguna mungkin lebih memilih TransJakarta karena halte busway lebih dekat atau lebih sesuai dengan titik tujuan mereka dibandingkan stasiun MRT.
Namun, Wacana Ini Bisa Dipertimbangkan Jika:
1.Overlapping yang Tidak Efisien:
*Jika jalur busway sepenuhnya tumpang tindih dengan jalur MRT dan tidak memiliki keunggulan dalam waktu tempuh atau fleksibilitas, penghapusan dapat mengurangi duplikasi dan mengalihkan sumber daya ke rute lain yang lebih membutuhkan
2.Optimalisasi Infrastruktur:
*Pengalihan pengguna ke MRT dapat membantu mengurangi kepadatan di jalan raya dan memaksimalkan investasi besar yang telah dikeluarkan untuk MRT.
Apa Solusi Terbaik untuk Transportasi Umum Jakarta?
1.Integrasi Multimoda:
*Transportasi umum tidak harus bersaing tetapi saling melengkapi. Jalur busway yang bersinggungan dengan MRT dapat berfungsi sebagai penghubung atau feeder ke jalur MRT. Solusi ini membutuhkan integrasi jadwal, tarif, dan sistem tiket (seperti JakLingko) agar pengguna dapat dengan mudah berpindah moda tanpa merasa dirugikan.
2.Ekspansi Jaringan MRT dan LRT:
*Percepatan pembangunan MRT dan LRT di luar jalur utama (seperti ke Jakarta Utara dan Timur) perlu dilakukan agar transportasi berbasis rel menjadi lebih menjangkau banyak kawasan. Jakarta dan sekitarnya mengingat jumlah penduduk yang sangat padat dan wilayah yang luas harus paling tidak mempunyai 1000 km rel dan 800 stasiun .
3.Rasionalisasi Jalur TransJakarta:
*Jika jalur busway yang bersinggungan dengan MRT tetap ada, evaluasi perlu dilakukan untuk mengurangi frekuensi bus di rute tersebut dan mengalihkannya ke rute lain yang lebih membutuhkan.
4.Peningkatan Infrastruktur Penunjang:
*Menyediakan fasilitas yang nyaman untuk pengguna, seperti trotoar lebar, jembatan penyeberangan yang ramah disabilitas, dan tempat parkir sepeda, agar masyarakat lebih tertarik menggunakan transportasi umum.
5.Tarif Terintegrasi dan Bersubsidi:
*Sistem tarif terintegrasi antara MRT, LRT, dan TransJakarta harus tetap mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat agar transportasi umum tetap terjangkau.
Tarif ini yang sangat penting di kota kota dunia lainnya tarif MRT kebanyakan sangat terjangkau dan stasiun nya sudah mencakup hampir seluruh wilayah dan Busway hanya sebagai pelengkap. Di Jakarta MRT baru saja muncul dengan stasiun masih sedikit, wacana ini sudah muncul? Sepertinya terlalu pagi deh.
Menghapus jalur busway yang bersinggungan dengan MRT tidak selalu merupakan solusi terbaik, terutama jika tujuan utamanya adalah menciptakan transportasi umum yang inklusif dan terintegrasi. Sebagai gantinya, optimalkan fungsi masing-masing moda transportasi dan pastikan ada sinergi antara MRT, LRT, dan TransJakarta, sehingga masyarakat memiliki pilihan yang nyaman, terjangkau, dan efisien.
Pernyataan pejabat terkait penghapusan jalur busway yang bersinggungan dengan MRT bisa dianggap arogan jika disampaikan tanpa mempertimbangkan dampak nyata pada masyarakat luas dan tidak diiringi dengan solusi yang jelas dan berpihak pada rakyat.Â
Mengapa Bisa Dianggap Arogan?
1.Tidak Mengutamakan Kepentingan Publik:
Jika keputusan diambil tanpa memikirkan kebutuhan masyarakat kecil yang masih mengandalkan TransJakarta sebagai moda transportasi murah, maka itu menunjukkan kurangnya empati terhadap kondisi nyata di lapangan.
2.Mengabaikan Masalah Aksesibilitas:
Menghapus busway tanpa memastikan semua pengguna memiliki akses mudah ke MRT dapat menciptakan ketimpangan transportasi. Jika solusi hanya berpihak pada pengguna tertentu (misalnya, kelas ekonomi menengah ke atas), kebijakan ini bisa terlihat elitis.
3.Minim Dialog dengan Masyarakat:
Jika wacana ini muncul tanpa konsultasi atau diskusi publik yang melibatkan pengguna TransJakarta dan MRT, maka hal itu mencerminkan sikap otoriter dan kurang transparan.
4.Mengabaikan Fakta Lapangan:
Di Jakarta, halte TransJakarta lebih banyak dan tersebar dibandingkan stasiun MRT. Tidak semua masyarakat dapat dengan mudah beralih ke MRT tanpa perubahan besar pada pola perjalanan mereka.
Namun,  pernyataan ini  tidak dianggap  Arogan Jika:
1.Ada Solusi Alternatif yang Jelas:
Jika penghapusan busway diiringi dengan pengalihan armada ke rute lain yang lebih membutuhkan, serta integrasi MRT dengan transportasi umum lainnya berjalan lancar, maka keputusan tersebut bisa dianggap rasional.
2.Dilakukan Berdasarkan Data yang Valid:
Jika analisis data menunjukkan bahwa jalur busway tersebut benar-benar tidak efisien atau penggunaannya rendah dibandingkan MRT, maka langkah ini bisa dianggap logis, bukan arogan.
3.Disampaikan dengan Komunikasi yang Bijak:
Pejabat yang bijaksana akan menyampaikan wacana ini dengan transparansi, mengedukasi masyarakat, dan menegaskan bahwa tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas transportasi umum secara keseluruhan.
Solusi untuk Menghindari Kesalahan Persepsi:
1.Edukasi dan Transparansi:
Jelaskan kepada masyarakat alasan dan manfaat dari kebijakan tersebut. Sertakan data, simulasi, dan dampaknya bagi semua lapisan masyarakat.
2.Libatkan Masyarakat dalam Diskusi:
Kebijakan yang melibatkan pengguna transportasi umum akan lebih diterima karena mereka merasa didengar.
3.Fokus pada Keadilan Sosial:
Pastikan kebijakan ini tidak merugikan kelompok masyarakat kecil, terutama yang menggantungkan diri pada TransJakarta.
Wacana ini bisa dianggap arogan jika disampaikan secara sepihak dan tanpa solusi yang berpihak pada masyarakat luas. Sebaliknya, kebijakan ini dapat diterima jika dilandasi dengan analisis yang matang, komunikasi yang bijak, dan implementasi yang memastikan transportasi umum tetap inklusif, efisien, dan terjangkau untuk semua kalangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H