2.Mengabaikan Masalah Aksesibilitas:
Menghapus busway tanpa memastikan semua pengguna memiliki akses mudah ke MRT dapat menciptakan ketimpangan transportasi. Jika solusi hanya berpihak pada pengguna tertentu (misalnya, kelas ekonomi menengah ke atas), kebijakan ini bisa terlihat elitis.
3.Minim Dialog dengan Masyarakat:
Jika wacana ini muncul tanpa konsultasi atau diskusi publik yang melibatkan pengguna TransJakarta dan MRT, maka hal itu mencerminkan sikap otoriter dan kurang transparan.
4.Mengabaikan Fakta Lapangan:
Di Jakarta, halte TransJakarta lebih banyak dan tersebar dibandingkan stasiun MRT. Tidak semua masyarakat dapat dengan mudah beralih ke MRT tanpa perubahan besar pada pola perjalanan mereka.
Namun,  pernyataan ini  tidak dianggap  Arogan Jika:
1.Ada Solusi Alternatif yang Jelas:
Jika penghapusan busway diiringi dengan pengalihan armada ke rute lain yang lebih membutuhkan, serta integrasi MRT dengan transportasi umum lainnya berjalan lancar, maka keputusan tersebut bisa dianggap rasional.
2.Dilakukan Berdasarkan Data yang Valid:
Jika analisis data menunjukkan bahwa jalur busway tersebut benar-benar tidak efisien atau penggunaannya rendah dibandingkan MRT, maka langkah ini bisa dianggap logis, bukan arogan.
3.Disampaikan dengan Komunikasi yang Bijak:
Pejabat yang bijaksana akan menyampaikan wacana ini dengan transparansi, mengedukasi masyarakat, dan menegaskan bahwa tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas transportasi umum secara keseluruhan.
Solusi untuk Menghindari Kesalahan Persepsi:
1.Edukasi dan Transparansi:
Jelaskan kepada masyarakat alasan dan manfaat dari kebijakan tersebut. Sertakan data, simulasi, dan dampaknya bagi semua lapisan masyarakat.
2.Libatkan Masyarakat dalam Diskusi:
Kebijakan yang melibatkan pengguna transportasi umum akan lebih diterima karena mereka merasa didengar.
3.Fokus pada Keadilan Sosial:
Pastikan kebijakan ini tidak merugikan kelompok masyarakat kecil, terutama yang menggantungkan diri pada TransJakarta.
Wacana ini bisa dianggap arogan jika disampaikan secara sepihak dan tanpa solusi yang berpihak pada masyarakat luas. Sebaliknya, kebijakan ini dapat diterima jika dilandasi dengan analisis yang matang, komunikasi yang bijak, dan implementasi yang memastikan transportasi umum tetap inklusif, efisien, dan terjangkau untuk semua kalangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H