Maksat mendekat, sorot matanya dingin. " . . (Ty nichego ne znayesh o nas. Ostav' Ayzhamal v pokoye.) Kau tidak tahu apa-apa tentang kami. Jauhi Ayzhamal."
Reza merasa marah, tetapi ia tahu ia adalah orang luar di sini. Ia tidak ingin menimbulkan keributan. Namun, ancaman Maksat membuatnya marah.
Untuk menghindari konflik, Reza memutuskan melanjutkan perjalanan ke Murghab, sebuah kota kecil di tengah Pamir. Ia melihat pasar Murghab yang dipenuhi pedagang Kyrgyz dengan topi tradisional kalpak.
Di lembah Wakhan, ia menyusuri benteng Yamchun yang kuno, melihat pemandangan spektakuler pegunungan Hindu Kush yang membatasi Tajikistan dan Afghanistan. Tentu saja Ia pun sejenak mampir melepas lelah dengan berendam air hangat di pemandian Bibi Fatimah yang legendaris.Â
Namun, pikirannya selalu kembali ke Alichur, ke wajah Ayzhamal yang penuh senyum.
Ketika ia kembali ke Alichur beberapa hari kemudian, ia menemukan Ayzhamal duduk di luar rumah keluarganya, menenun karpet. Gadis itu tersenyum ketika melihatnya, tetapi Reza tahu sesuatu telah berubah.
"Ayzhamal," kata Reza dalam bahasa Rusia. "Apa yang terjadi? Kenapa kau terlihat sedih?"
Ayzhamal menatap Reza dengan mata yang basah. " , . (Moya sem'ya khochet, chtoby ya vyshla zamuzh za Maksimata.) Keluargaku ingin aku menikah dengan Maksat."
Reza terkejut. "Tapi... bagaimana dengan kita?"
"Aku tidak tahu," bisik Ayzhamal. "Di sini, keluarga yang memutuskan. Aku ingin memilihmu, tapi aku juga tidak ingin mengecewakan ayahku."
Hati Reza terasa remuk. Waktu yang ia miliki juga semakin sempit. Visanya hanya tersisa beberapa hari.
Di malam terakhirnya di Alichur, Reza menemui Ayzhamal di tepi padang rumput yang sepi.
"Aku harus pergi," katanya dengan suara berat. "Tapi aku tidak ingin meninggalkanmu seperti ini."
Ayzhamal menatapnya, air mata mengalir di pipinya. " ? (Ty vernesh'sya?) Kau akan kembali?"
Reza menggenggam tangan Ayzhamal dengan erat. " . . (Ya postarayus. Ya obeshchayu.) Aku akan berusaha. Aku berjanji."