"Fitri benar, Bu," ujar Pak Rahmat. "Kita bisa mulai lagi. Kita memang nggak tahu kapan bisa ke Tanah Suci, tapi aku yakin rindu kita nggak akan sia-sia. Allah pasti punya rencana yang lebih baik."
BunSiti mengusap air matanya. Kata-kata suami dan anaknya seperti memberikan sedikit kehangatan di tengah dinginnya hati yang terluka. Ia tahu bahwa kesedihan ini tidak boleh terus-menerus menguasainya.
Malam itu, keluarga kecil itu berdoa bersama, meminta kekuatan dari Allah untuk menerima ujian ini dengan ikhlas. Mereka berdoa agar para pelaku penipuan bertaubat, dan agar mereka sendiri diberi jalan untuk suatu hari bisa menginjakkan kaki di Tanah Suci.
Hujan mulai reda. Di luar jendela, bulan muncul perlahan dari balik awan, memberikan sedikit cahaya di malam yang gelap. Meski uang mereka telah hilang dan perjalanan mereka tertunda, cinta dan harapan di antara mereka tetap utuh.
Di dalam hati, Bu Siti tahu satu hal: rindu mereka kepada Tanah Suci tidak akan pernah memudar. Suatu hari, meskipun tidak tahu kapan, ia percaya Allah akan menjawab rindu itu dengan cara-Nya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H