Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Antara Erdogan dan Assad

13 Desember 2024   13:21 Diperbarui: 13 Desember 2024   13:21 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Turki merupakan negara yang selalu menarik untuk dikunjungi. Negeri dengan kota -kota yang indah dan masyarakat yang ramah serta kuliner yang lezat dan budaya yang kaya dan beragam.

Akan tetapi Turki juga menarik karena memiliki mata uang yang nilai nya memiliki sejarah panjang mengalami  depresiasi yang tinggi dan  inflasi yang cukup signifikan.
Ketika pertama kali ke Turki di akhir abad 20 lalu, saya cukup kaget mengalami naik taksi berjuta-juta dan bahkan untuk ke toilet umum juga harus membayar ratusan ribu Lira. Kala itu nilai tukar Lira sekitar 500 ribu Lira per 1 US Dolar.  Namun dalam kunjungan berikut sekitar tahun 2010 nilai Lira tiba tiba saja berubah, 1 USD harganya sekitar 1,6 atau 1,7 Lira saja.  Ternyata Lira telah mengalami perubahan nilai dengan menghilangkan enam nol.  Namun nilai ini tidak bertahan terlalu lam, pada kunjungan tahun 2018 nilai Lira sudah lumayan terpuruk di 4 Lira per USD.. dan berita terakhir saat ini nilai lira sudah sekitar 34 Lita per USD.  

Lalu apa hubungannya dengan Erdogan dan Assad? Kita baru saja disuguhi berita kejatuhan Assaad di Suriah setelah Ia mewarisi kekuasaan sang ayah dan ayah anak ini berkuasa sekitar setengah abad di negeri yang dulu disebut Syam.  
Yuk kita ulas apakah Erdogan yang juga begitu kuat dan cukup lama berkuasa di Turki bisa jatuh, baik karena ekonomi atau pengaruh asing.

Ketika membandingkan nasib Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dengan Bashar al-Assad dari Suriah, banyak faktor baik politik, ekonomi, maupun sosial yang membuat skenario ini layak dianalisis.

Sejarah menunjukkan bahwa pemimpin otoriter cenderung menghadapi tantangan besar ketika dukungan domestik goyah atau intervensi luar menjadi tak terhindarkan. Namun, perbandingan ini juga menunjukkan bahwa nasib Erdogan bisa jadi sangat berbeda dan sama sekali tidak bisa disandingkan dengan Asaad.

Erdogan dan Assad: Kesamaan dan Perbedaan
1.Dukungan Internasional:
*Assad: Ketika pemberontakan di Suriah dimulai pada 2011, banyak negara Barat dan regional, termasuk Turki, mendukung oposisi. Namun, Assad bertahan karena dukungan dari Rusia dan Iran, yang melakukan intervensi militer langsung untuk melindungi rezimnya.
*Erdogan: Hubungan Turki dengan Barat, meskipun tegang, jauh lebih kompleks. Sebagai anggota NATO, Turki memiliki posisi strategis yang sulit diabaikan, terutama dalam konflik seperti perang Rusia-Ukraina. Meski demikian, kebijakan Erdogan yang sering bertentangan dengan sekutu Barat---termasuk akuisisi sistem pertahanan Rusia---membuat hubungan ini penuh risiko.
2.Kondisi Internal:
*Assad: Rezim Assad menghadapi pemberontakan luas yang diperburuk oleh ketegangan sektarian. Populasi Sunni mayoritas merasa terpinggirkan oleh minoritas Alawi yang menguasai kekuasaan.
*Erdogan: Sementara itu, Erdogan menghadapi perpecahan politik yang lebih ideologis. Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) memiliki basis dukungan kuat di kalangan konservatif dan pedesaan, tetapi oposisi urban yang sekuler semakin bersatu.
3.Kekuatan Militer:
*Assad: Ketika konflik Suriah dimulai, banyak anggota militer membelot ke oposisi, menciptakan perang saudara.
*Erdogan: Setelah upaya kudeta pada 2016, Erdogan memperkuat kontrol atas militer, memastikan kesetiaan mereka melalui pembersihan besar-besaran dan reformasi struktural.
Pembelajaran dari Negara-Negara Lain

Sejarah memberikan banyak pelajaran tentang bagaimana pemimpin seperti Erdogan dapat bertahan atau jatuh:
1.Libya (Muammar Gaddafi):
Gaddafi jatuh setelah pemberontakan yang didukung NATO pada 2011. Isolasi diplomatik, represi domestik, dan ketidakpuasan ekonomi menjadi penyebab utama.
*Erdogan berada dalam posisi yang lebih kuat secara geopolitik. Turki adalah pusat transit energi, memiliki ekonomi besar, dan memainkan peran penting di Timur Tengah dan Eropa.

2.Mesir (Hosni Mubarak):
Mubarak digulingkan dalam Arab Spring karena tekanan rakyat yang kecewa dengan ekonomi dan represi politik.
*Seperti Mubarak, Erdogan menghadapi inflasi tinggi dan ketidakpuasan ekonomi. Namun, ia berhasil meredam protes besar-besaran melalui kebijakan populis, seperti menaikkan upah minimum dan menggenjot investasi publik.

3.Iran (Shah Mohammad Reza Pahlavi):
Shah Iran digulingkan pada 1979 setelah revolusi besar-besaran yang didukung lintas kelas. Ketidakpuasan ekonomi dan keterputusan dengan rakyat menjadi katalis revolusi tersebut.

*Erdogan, meski dikritik, terus membangun hubungan emosional dengan rakyat melalui narasi nasionalisme dan Islamisme. Ini membuatnya lebih dekat dengan rakyat dibanding Shah.

Faktor yang Bisa Menentukan Nasib Erdogan
1.Krisis Ekonomi:
Inflasi yang mencapai dua digit, lemahnya Lira, dan kesenjangan sosial menjadi tantangan besar bagi Erdogan. Sejarah menunjukkan bahwa ekonomi adalah faktor utama dalam menggulingkan banyak pemimpin, dari Gaddafi hingga Mubarak.

2.Oposisi Politik:
Dalam pemilu 2023, oposisi Turki menunjukkan potensi untuk menantang Erdogan. Meski gagal, koalisi mereka menunjukkan tanda-tanda penguatan. Jika oposisi dapat bersatu lebih solid, pemilu mendatang bisa menjadi ancaman nyata bagi Erdogan.

3.Dukungan Militer:
Tidak seperti Assad atau Gaddafi, Erdogan berhasil menjaga kontrol penuh atas militer. Setelah kudeta 2016, ia memecat ribuan perwira yang dianggap tidak loyal dan mengisi posisi penting dengan pendukung setianya.

4.Geopolitik:
Posisi Turki sebagai anggota NATO dan mediasi dalam konflik global seperti Rusia-Ukraina memberikan Erdogan pengaruh strategis. Barat kemungkinan tidak akan mendukung penggulingan Erdogan seperti yang terjadi pada Assad.

Probabilitas Kejatuhan Erdogan
Berdasarkan analisis ini, berikut adalah kemungkinan skenario yang bisa terjadi:
1.Kejatuhan Mirip Assad (Melalui Pemberontakan atau Intervensi): 20%
*Kemungkinan ini rendah karena Erdogan memiliki kontrol penuh atas militer dan Turki memiliki sistem pemerintahan yang lebih stabil dibanding Suriah.
2.Kejatuhan Melalui Pemilu atau Protes Massal: 50%
*Dengan ekonomi yang semakin terpuruk dan oposisi yang semakin solid, Erdogan bisa menghadapi tekanan serius. Protes besar atau kekalahan dalam pemilu adalah ancaman nyata.
3.Erdogan Tetap Bertahan: 70%
*Basis pendukung Erdogan yang loyal, kontrol atas militer, dan posisinya di geopolitik global memberinya keunggulan untuk bertahan. Namun, ini tergantung pada kemampuannya menangani krisis ekonomi.

Meski Erdogan menghadapi banyak tantangan, situasinya jauh lebih stabil dibanding Assad. Namun, seperti pemimpin lain di masa lalu, Erdogan tidak kebal terhadap dinamika politik dan ekonomi. Jika ekonomi terus memburuk dan oposisi menjadi lebih kuat, sejarah bisa saja terulang dengan cara yang tak terduga.

Apakah Erdogan akan jatuh? Tidak ada jawaban pasti. Tapi satu hal jelas: mempertahankan kekuasaan adalah permainan yang semakin sulit, bahkan untuk pemimpin sekaliber Erdogan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun