Jahja Daniel Dharma, demikian nama yang tertera pada batu nisan di Taman Pahlawan Kalibata, adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia yang berjasa dalam perjuangan kemerdekaan.
Ia lahir pada tanggal 9 Maret 1911 di Manado, Sulawesi Utara, di masa Belanda masih berkuasa . Namun, dengan semangat patriotisme yang tinggi, ia bertekad untuk berjuang bagi tanah airnya, meskipun harus menghadapi banyak rintangan.
Masa Kecil dan Latar Belakang Keluarga
John Lie lahir dengan nama lengkap Lie Tjeng Tjoan.. Sejak kecil, Lie Tjeng Tjoan tumbuh dalam lingkungan yang multi-etnis. Ia belajar berbagai bahasa daerah dan Belanda, yang memberinya pandangan yang luas tentang kehidupan masyarakat Indonesia yang beragam. Pendidikan yang didapatnya pada masa kecil membentuk karakternya sebagai sosok yang tangguh dan berpikiran terbuka.
Keluarga John Lie bukanlah keluarga kaya raya, tetapi mereka mampu memberikan pendidikan yang cukup bagi anak-anaknya. Dari sini, ia belajar tentang disiplin, kerja keras, dan nilai-nilai moral yang akan menjadi dasar dalam perjuangannya kelak. Rasa nasionalisme mulai tumbuh dalam dirinya, terutama karena ia menyaksikan ketidakadilan dan penindasan yang dialami oleh rakyat Indonesia di bawah penjajahan Belanda.
Mengawali Karier di Dunia Pelayaran
Setelah menyelesaikan pendidikannya, John Lie bekerja sebagai pelaut di kapal-kapal Belanda yang berlayar di perairan Indonesia. Keahliannya dalam navigasi dan kemampuannya memahami kondisi laut membuatnya diakui sebagai pelaut yang andal. Selama bekerja di pelayaran, ia berkesempatan untuk menyaksikan sendiri kehidupan rakyat Indonesia di berbagai pulau, serta dampak dari kolonialisme yang mencengkeram tanah airnya.
Kecintaannya pada laut menjadi salah satu alasan mengapa ia tertarik untuk bergabung dengan Angkatan Laut Indonesia di kemudian hari. Selain itu, pengalamannya sebagai pelaut membuatnya memiliki pemahaman yang mendalam tentang strategi maritim, yang akan sangat berguna dalam perjuangannya melawan penjajahan Belanda.
Bergabung dengan Angkatan Laut dan Perjuangan Melawan Penjajah
Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, John Lie langsung tergerak untuk bergabung dalam perjuangan. Pada masa itu, Angkatan Laut Indonesia masih sangat terbatas, baik dari segi personel maupun peralatan. Meski demikian, ia bergabung dengan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) dengan semangat yang tinggi, meskipun pada awalnya harus menghadapi kecurigaan karena latar belakangnya sebagai keturunan Tionghoa.
Namun, tekadnya untuk membuktikan kesetiaannya kepada Indonesia tidak tergoyahkan. Ia menjalani berbagai pelatihan militer untuk meningkatkan kemampuannya dalam bertempur dan memahami strategi maritim. Berkat keahliannya, ia segera dipercaya untuk mengemban tugas-tugas penting, terutama yang berhubungan dengan penyelundupan senjata untuk mendukung perjuangan militer Indonesia.
Menyelundupkan Senjata dan Membantu Perekonomian Indonesia
Salah satu peran penting yang dimainkan oleh John Lie dalam perjuangan kemerdekaan adalah sebagai penyelundup senjata. Setelah proklamasi kemerdekaan, Belanda berusaha untuk kembali menjajah Indonesia melalui agresi militer. Dalam kondisi sulit tersebut, ALRI membutuhkan pasokan senjata dan amunisi untuk melawan serangan Belanda. Namun, akses Indonesia ke senjata sangat terbatas, dan upaya untuk membelinya di pasar internasional dihalangi oleh blokade Belanda.
Di sinilah John Lie memainkan perannya. Dengan kapal kecilnya, bernama "The Outlaw," ia melakukan misi berbahaya menyelundupkan senjata dari negara-negara tetangga, seperti Singapura dan Filipina, ke Indonesia. Ia harus menghindari patroli Belanda dan sering kali berlayar di malam hari untuk menghindari deteksi. S
elain senjata, John Lie juga menyelundupkan barang-barang lain yang dapat dijual untuk mengumpulkan dana guna membiayai perjuangan. Dengan cara ini, ia membantu memperkuat perekonomian Indonesia pada masa perang kemerdekaan.
Berani Menghadapi Bahaya di Laut
Sebagai seorang penyelundup senjata, John Lie sering kali menghadapi bahaya besar di laut. Ia harus berhadapan dengan kapal-kapal patroli Belanda yang siap menembaki kapal kecilnya jika ketahuan. Dalam beberapa kesempatan, ia bahkan harus berlari melalui garis blokade Belanda dengan kapal kecilnya, mengandalkan keberanian dan kecerdikannya untuk menghindari pengejaran. Tidak jarang ia berada dalam kondisi sulit, kehabisan bahan bakar atau terancam cuaca buruk.
Keberanian dan keteguhan hatinya dalam menghadapi bahaya membuatnya dihormati oleh rekan-rekannya di Angkatan Laut dan dikenal sebagai sosok yang pantang menyerah. Ia menjadi inspirasi bagi banyak pejuang muda lainnya untuk ikut berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Bahkan karena itu beliau juga sempat dijuluki Hantu Selat Malaka.
Mengganti Nama Menjadi Jahja Daniel Dharma
Setelah perjuangan kemerdekaan usai, Lie Tjeng Tjoan mengadopsi nama Indonesia, Jahja Daniel Dharma, sebagai tanda kecintaannya pada Indonesia dan untuk menghormati perjuangan yang telah ia lakukan bagi negara. Penggantian nama ini juga mencerminkan komitmennya untuk berintegrasi penuh sebagai bagian dari masyarakat Indonesia.
Pada masa kemerdekaan, Jahja Daniel Dharma tetap mengabdi di Angkatan Laut Republik Indonesia. Ia terus berkontribusi dalam membangun pertahanan maritim Indonesia yang kuat dan profesional. Hingga akhir hayatnya, ia tetap dikenang sebagai sosok yang setia dan berdedikasi tinggi kepada bangsa dan negaranya.
Pengakuan sebagai Pahlawan Nasional
Atas jasa-jasanya yang luar biasa, terutama dalam mengamankan pasokan senjata dan mendukung perekonomian Indonesia selama masa perjuangan, Jahja Daniel Dharma atau John Lie diakui sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia. Pengakuan yang diberikan pada zaman Presiden SBY ini  bukan hanya  karena keberanian dan pengorbanannya, tetapi juga karena ia adalah simbol inklusivitas Indonesia yang menghargai perjuangan tanpa memandang latar belakang etnis.
Nama John Lie kini dikenang sebagai pahlawan termasuk diabadikan pada nama salah satu kapal TNI Angkatan Laut.  Ia adalah  simbol persatuan dan keragaman, mengingat latar belakangnya sebagai keturunan Tionghoa yang memilih untuk berjuang demi Indonesia.
Warisan dan Inspirasi bagi Generasi Mendatang
Kisah hidup John Lie adalah inspirasi bagi generasi muda Indonesia. Semangat patriotisme, keberanian, dan pengorbanannya menjadi teladan bagi mereka yang ingin memberikan kontribusi nyata bagi bangsa. Terlepas dari latar belakang etnis atau agama, perjuangan John Lie menunjukkan bahwa setiap individu memiliki hak dan kesempatan untuk berperan dalam membangun dan mempertahankan negara yang dicintainya.
Dengan mengenang jasa John Lie, kita diingatkan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hasil perjuangan dari berbagai kalangan masyarakat, tanpa memandang latar belakang. Semangat inklusivitas dan nasionalisme yang ia tunjukkan menjadi warisan penting bagi bangsa Indonesia, untuk terus menjaga persatuan dan meraih cita-cita kemerdekaan yang sejati.
Kisah hidup John Lie adalah bukti bahwa perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia tidak mengenal batas etnis atau latar belakang, dan bahwa pengorbanan yang tulus untuk bangsa akan selalu dikenang sepanjang masa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H