Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Aprikot, Ayran, dan Chak-Chak di Masjid Novza di Tashkent

19 Oktober 2024   16:26 Diperbarui: 22 Oktober 2024   14:05 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjuak Ayran (Dokumentasi pribadi)

Samsa yang hadir di pinggan bundar kecil juga tidak kalah nikmat. Roti yang renyah di bagian luar menyimpan isian daging bumbu dengan rempah yang pas. Setiap gigitan terasa lezat dan hangat, cocok untuk melengkapi hidangan utama.

Selama menikmati hidangan, saya memperhatikan suasana di sekitar restoran. Banyak orang yang baru selesai salat Jumat juga datang ke sini untuk makan siang. Beberapa di antaranya adalah keluarga dengan anak-anak, sementara yang lain adalah sekelompok teman atau rekan kerja yang makan bersama. Suasana di restoran ini sangat hangat dan penuh dengan percakapan, mencerminkan kehidupan sosial masyarakat Uzbekistan yang erat dan bersahaja.

Setelah menikmati makaan, saya memutuskan untuk menutup makan siang dengan teh hijau tradisional Uzbekistan, yang dikenal dengan kesegarannya. Teh disajikan dalam teko kecil dengan cangkir-cangkir tanpa pegangan. Minum teh setelah makan adalah tradisi penting di Uzbekistan, yang bertujuan untuk membantu pencernaan dan menyegarkan diri setelah makan.

Sebagai teman minum teh, ada chak-chak, sejenis kue manis khas Uzbek yang terbuat dari adonan goreng yang dicampur dengan madu. Konon Chak Chak ini bukan asli makanan Uzbekisan melainkan berasal dari Tatarstan, dan saya sendiri pernah mencicipinya di Kazan sekitar 11 tahun lalu. Rasa manis dengan tekstur yang renyah menjadi penutup sempurna setelah makan siang yang lezat. Harga makanan di sini tidak mahal, saya hanya menghabiskan sekitar 30 ribu sum saja.

Saat menyeruput teh hijau yang nikmat, saya merenungkan makna perjalanan hari ini. Dari salat Jumat yang khusyuk di Masjid Novza hingga makan siang di restoran tradisional yang penuh kehangatan, setiap momen hari ini memberikan gambaran yang lebih dalam tentang kehidupan dan budaya di ibukota Uzbekistan ini.

Orang-orang yang dijumpai sepanjang hari ini, mulai dari penjual buah, penjual ayran, hingga pelayan restoran, semuanya menunjukkan keramahan yang tulus, membuat pengalaman saya di Uzbekistan semakin bermakna.

Makan siang ini bukan hanya soal rasa makanan, tetapi juga soal bagaimana budaya, agama, dan tradisi menyatu dalam kehidupan sehari-hari dalaknmasyarakat Uzbekistan. Perpaduan antara spiritualitas yang kuat di masjid dan kehidupan sosial yang hangat di luar masjid menciptakan keseimbangan yang harmonis dalam kehidupan mereka.

Saya meninggalkan restoran dengan perasaan puas, tidak hanya karena kenyangnya perut saya, tetapi juga karena kekayaan pengalaman budaya yang saya alami hari ini di Tashkent.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun