Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Mengejar Bayang-Bayang PKI dan Komunisme

5 Maret 2024   16:44 Diperbarui: 5 Maret 2024   16:49 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Skrinsyut: prokal.com

Era 1965/1966 tidak dapat dipungkiri lagi merupakan salah satu periode paling kelam dalam sejarah Indonesia modern.

Bukan hanya situasi ekonomi yang morat marit di akhir pemerintahan Bung Karno, melainkan juga adanya peristiwa G30S /PKI yang kemudian disusul dengan pembantaian orang-orang yang diduga terlibat gerakan tersebut.

Demikianlah kemudian, selama puluhan tahun rakyat disuguhi sejarah versi pemenang yang dapat kita tonton dalam film Pengkhianatan G30S/ PKI yang menjadi tontonan wajib selama Orde Baru dan juga masih menjadi tontonan favorit sebagian kelompok masyarakat. Sejak itu pula PKI dan komunis menjadi momok dan hantu paling mengerikan yang ada di republik ini. Jika seseorang seseorang sudah dituduh sebagai PKI dan komunis, tamatlah riwayatnya.

Film Eksil karya sutradara Lola Amaria mencoba menyuguhkan kisah dari sisi dan sudut pandang yang berbeda.  Kisah-kisah para pemuda yang mendapat tugas belajar ke berbagai negara seperti Uni Soviet, Tiongkok, Cekoslovakia, dan Albania yang kemudian terjebak di negeri asing akibat pergolakan politik di dalam negeri.

Mereka yang tidak mau seria kepada pemerintahan baru akhirnya harus kehilangan paspor dan tidak dapat kembali ke tanah air dalam waktu puluhan tahun.

Ada cerita tentang 10 orang eksil dengan berbagai latar belakang yang berbeda dan semuanya menarik untuk didengar.

Salah satu yang dengan terang benderang mengaku sebagai kader PKI adalah Asahan Aidit yang juga adik bungsu petinggi PKI D.N Aidit.

Dikisahkan Asahan sedang belajar di Uni Soviet ketika peristiwa 65 terjadi dan akhirnya harus mengembara ke Tiongkok dan Vietnam sebelum akhirnya menetap di negeri Belanda.  Asahan juga terkenal sebagai seorang penulis dan salah satu novelnya adalah Perang dan Kembang yang ditulis berlatar belakang negeri Vietnam.

Dalam film ini Asahan bercerita panjang lebar mengenai latar belakang PKI yang sudah ada sejak puluhan tahun sebelum Indonesia merdeka, ikut berjuang melawan penjajah San bahkan pernah menjadi salah satu partai terbesar di Indonesia dan partai komunis terbesar ketiga di dunia.  

Dia juga bercerita tentang D.N Aidit yang pandai mengaji dan dinilai tegas dan sangat cakap serta berhasil menjadi pejabat tinggi salam pemerintahan Bung Karno.

Selain  itu juga tampil tokoh Pak Min yang merupakan sosok Bapak bagi mahasiswa Indonesia di Belanda. Sayangnya Pak Min meninggal sebelum film sempat  dibuat dan akhirnya diwakili oleh kedua anaknya yang memiliki ibu orang Rumania.

Film ini banyak menonjolkan  sisi  kemanusiaan dari para eksil yang merasa disisihkan dari tanah air mereka sendiri.

Betapa mereka selalu mencintai Indonesia dan berusaha tetap tidak mengambil kewarganegaraan lain sampai akhirnya terpaksa melakukan hal tersebut agar dapat memiliki secarik Kerta identitas yang bahkan bisa digunakan untuk pulang menjenguk tanah air.

Namun Asahan juga sempat  kecewa karena ketika pulang  bahkan sempat diusir oleh keluarga sendiri.

Sementara Tom Ilyas yang sempat  pulang ke kampung di Sumatera  Barat untuk mencari kuburan massal ayahnya juga dideportasi.

Dari  sekian banyak kisah para  eksil ini, yang cukup berkesan adalah cuplikan kata Kartaprawira yang mengatakan bahwa Orde Baru masih ada hingga saat ini, mereka hanya berganti jas. Dia bahkan sempat mengomentari bahwa tidak pernah ada pihak yang diadili dalam kasus 1965/6 itu.  Mendengar ini kita merasa seakan-akan bayang-bayang dan hantu PKI serta komunisme memang masih terus menjadi momok yang mebalutkan.

Film ini juga bercerita banyak tentang peristiwa yang bukan hanya terjadi di Indonesia, melainkan Revolusi Kebudayaan di Tiongkok dan Perestroika di Uni Soviet.  Juga sekilas ditampilkan momen momen peristiwa Kerusuhan Mei 1998 hingga jatuhnya Suharto.

Masih banyak kisah-kisah para  eksil yang ditirukan langsung dengan apa adanya yang terkadang membuat penonton meneteskan airmata.

Film ini, mau tidak mau akan menimbulkan pro dan kontra tergantung pandangan penonton terhadap peristiwa 1965.  Akan tetapi memiliki dan mendengarkan pendapat dari dua sisi akan membuat kita jauh lebih bijak dan adik dibandingkan hanya mengetahui satu versi saja.

Versi mana yang anda percaya? Itu terserah anda dan konsekuensinya juga ditanggung masing-masing.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun