Era 1965/1966 tidak dapat dipungkiri lagi merupakan salah satu periode paling kelam dalam sejarah Indonesia modern.
Bukan hanya situasi ekonomi yang morat marit di akhir pemerintahan Bung Karno, melainkan juga adanya peristiwa G30S /PKI yang kemudian disusul dengan pembantaian orang-orang yang diduga terlibat gerakan tersebut.
Demikianlah kemudian, selama puluhan tahun rakyat disuguhi sejarah versi pemenang yang dapat kita tonton dalam film Pengkhianatan G30S/ PKI yang menjadi tontonan wajib selama Orde Baru dan juga masih menjadi tontonan favorit sebagian kelompok masyarakat. Sejak itu pula PKI dan komunis menjadi momok dan hantu paling mengerikan yang ada di republik ini. Jika seseorang seseorang sudah dituduh sebagai PKI dan komunis, tamatlah riwayatnya.
Film Eksil karya sutradara Lola Amaria mencoba menyuguhkan kisah dari sisi dan sudut pandang yang berbeda. Â Kisah-kisah para pemuda yang mendapat tugas belajar ke berbagai negara seperti Uni Soviet, Tiongkok, Cekoslovakia, dan Albania yang kemudian terjebak di negeri asing akibat pergolakan politik di dalam negeri.
Mereka yang tidak mau seria kepada pemerintahan baru akhirnya harus kehilangan paspor dan tidak dapat kembali ke tanah air dalam waktu puluhan tahun.
Ada cerita tentang 10 orang eksil dengan berbagai latar belakang yang berbeda dan semuanya menarik untuk didengar.
Salah satu yang dengan terang benderang mengaku sebagai kader PKI adalah Asahan Aidit yang juga adik bungsu petinggi PKI D.N Aidit.
Dikisahkan Asahan sedang belajar di Uni Soviet ketika peristiwa 65 terjadi dan akhirnya harus mengembara ke Tiongkok dan Vietnam sebelum akhirnya menetap di negeri Belanda. Â Asahan juga terkenal sebagai seorang penulis dan salah satu novelnya adalah Perang dan Kembang yang ditulis berlatar belakang negeri Vietnam.
Dalam film ini Asahan bercerita panjang lebar mengenai latar belakang PKI yang sudah ada sejak puluhan tahun sebelum Indonesia merdeka, ikut berjuang melawan penjajah San bahkan pernah menjadi salah satu partai terbesar di Indonesia dan partai komunis terbesar ketiga di dunia. Â
Dia juga bercerita tentang D.N Aidit yang pandai mengaji dan dinilai tegas dan sangat cakap serta berhasil menjadi pejabat tinggi salam pemerintahan Bung Karno.
Selain  itu juga tampil tokoh Pak Min yang merupakan sosok Bapak bagi mahasiswa Indonesia di Belanda. Sayangnya Pak Min meninggal sebelum film sempat  dibuat dan akhirnya diwakili oleh kedua anaknya yang memiliki ibu orang Rumania.