Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mausoleum O.G. Khouw, Lambang Keabadian Cinta Termegah di Asia Tenggara

3 Desember 2023   20:44 Diperbarui: 3 Desember 2023   21:12 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indah & Megah: WKJ
Indah & Megah: WKJ

Kami kemudian berfoto bersama di depan pintu pagar mausoleum dan Mbak Ira kemudian menunjukkan sebuah prasasti yang menjelaskan arsitek yang membangun mausoleum ini.  Di dekatnya juga ada sebuah QR code yang ketika saya skan langsung memunculkan sebuah laman yang banyak memberikan informasi mengenai sejarah mausoleum serta siapakah O.G Khouw ini. Tetapi untuk sementara saya lebih fokus mendengar cerita dari Mbak Ira saja.

 Di bawah kubah : dokpri 
 Di bawah kubah : dokpri 

"Ini adalah mausoleum lambang cinta yang paling megah di Asia Tenggara," jelas Mbak Ira memulai kisahnya.  Selain itu dijelaskan juga bahwa salah satu mausoleum yang paling megah di dunia adalah Taj Mahal yang ada di Agra India.  Sebuah bangunan megah yang pernah saya kunjung beberapa belas tahun lalu.  Nah yang membedakan keduanya adalah jika Taj Mahal dibangun oleh Syah Jehan untuk istrinya yang sangat dicintai. Mausoleum di Petamburan ini dibangun oleh seorang istri untuk suaminya yang tentu saja juga sangat dicintai.  Hal ini dapat dibuktikan dengan sang istri yang bersedia menjanda selama sekitar 30 tahun terbukti dari tanggal kematian keduanya yang tertera di batu nisan.

Nisan Khouw Oen Giok: dokpri 
Nisan Khouw Oen Giok: dokpri 

Siapakah O.G.Khouw ini.  Mbak ira sebelumnya telah menunjukkan foto atau gambar Mayor Khouw Kim An, sebuah wajah yang pernah saya lihat ketika berkunjung ke Candra Naya, rumah tua yang kini tersembunyi di bawah bangunan pencakar langit di Jalan Ganjah Mada atau West Molenvliet.   Ternyata mereka berdua masih sepupu dan sama-sama bermarga Khouw.    Dijelaskan juga juga O.G Khouw atau Khouw Oen Giok ini adalah seorang konglomerat sekaligus filantropis alias dermawan yang terkenal pada masanya.   Dan beliau juga merupakan sedikit orang kawula Hindia Belanda yang kemudian bisa mendapatkan status warga negara Belanda.  

O.G Khouw lahir pada tahun 1874 di Batavia seperti tertulis pada batu nisannya dan meninggal pada Juni 1927, dalam usia 53 di Swiss.   Ternyata mereka dan keluarga saat itu sudah tinggal di Belanda. Kemudian sang istri Lim Sha Nio meminta mausoleum megah ini untuk dibangun melalui biro arsitek bernama Il  Marmir Italiana dengan arsitek  Bernama Giuseppe Racina.  Masuoleum ini ternyata memerlukan waktu sekitar 4 tahun untuk masa Pembangunan dan baru selesai pada 1931.  

Patung di halaman: dokpri
Patung di halaman: dokpri

Di bawah kubah mausoleum ini kami  membentuk lingkaran kecil dan mendengarkan kisah menarik tentang sepasang suami istri ini. Sepasang batu nisan ada di sana. Di sebelah kira adalah makam sang istri Lim Sha Nio yang meninggal pada 1957 dan dimakamkan di tempat yang sudah di persiapkan untuk menemani abu jenazah sang suami menuju keabadian cinta.  Di sebelah kanan adalah nisan sang filantropis tersebut.  Mbak Ira juga menunjukan ukiran yang ada di atas pusara, yaitu kata dalam bahasa Belanda Gewijd yang bermakna didedikasikan.  Makam ini memang didekisasikan untuk O.G Khouw oleh sang istri.

Sejenak dengan kagum saya memutar kepala dan memandang delapan buah pilar yang megah. Ternyata tinggi mausoleum ini sekitar 15 meter dan terbuat dari marmer yang didatangkan dari Italia.  Delapan tiang ini membentuuk sebuah segi delapan yang nyaris sempurna dipandang dari berbagai sudut. Tidak mengherankan kalau biayanya pada saat itu saja sudah mencapai setengah juga Gulden di zaman Belanda yang kalau diuangkan saat ini nilainya sudah dalam hitungan Milyaran Rupiah. 

Diceritakan juga bahwa saat pemakaman beliau pada September 1927, iringan abu jenazah itu berangkat dari rumah kediaman di West Molenviet no 211 menuju ke Laanhof , yang sekarang menjadi TPU Petamburan ini. Da ribuan orang memberikan penghormatan terakhir si sepanjang jalan, baik warga Tionghoa, Belanda dan juga warga sekitar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun