"Kalau sudah kenyang, baru kita jalan-jalan," Â kira-kira begitu komentar Mas Rahab alias Bozz Madhyang, sang ketua KPK (Kompasianer Penggila Kuliner) ketika membuka acara jalan-jalan dan kulineran bersama antara Click dan KPK di stasiun Bogor. Â Karena itu rombongan kami yang terdiri dari 15 orang segera meluncur sekitar meninggalkan Alun-Alun Kota Bogor menuju gerai Laksa Pak Imin di kawasan Cihideung, Cijeruk, beberapa kilometer dari pusat kota Bogor dengan menggunakan 3 kendaraan taksi online.Â
Setelah sekitar setengah jam berkendara dan duduk manis di jalan-jalan sempit yang cukup ramai melewati kawasan Bogor Nirwana Regency dan jalan-jalan kampung, taksi online kami sampai di depan Warung Laksa Pak Inin.  Warung  ini terlihat sangat sederhana dan tidak terlalu luas.  Untungnya memiliki tempat parkir lumayan luas di belakang dan bangunan utama.  Alasan utama mengapa kami memilih untuk makan dahulu adalah karena warung pak Inin ini akan bertambah ramai jika waktu makan siang telah tiba.Â
Ketika kami sampai di sana warung juga lumayan ramai, namun masih cukup dan pas untuk menampun 15 orang rombongan kami.  Di warung ini, ada beberaoa meja dan kursi yang  terbuat dari kayu serta di dinding dipamerkan foto-foto  sebagian selebriti yang pernah mampir ke sini.  Di dinding semen di depan warung ada tulisan dalam bahasa Sunda  Hayu Urang NgaLaksa dilengkapi gambar besar seporsi laksa yang menggoda selera sekaligus membuat penasaran.Â
Di depan warung saya melihat proses laksa ini diracik dan dimasak. Caranya masih sangat tradisional dengan menggunakan tungku dan kuali serta bahan dari kayu bakar. Â Sebelum menikmati makanan yang sedang disiapkan asyik juga melihat cara memasaknya. Â Selain makanan utama, kita juga dapat menikmati berbagai jenis cemilan dan gorengan seperti tahu isi dan bala-bala atau sate kikil. Â Untuk minuman ada pilihan jeruk atau teh manis. Juga ada berbagai jenis kerupuk.
Nah menu utama alias laksa ini hadir di meja dalam kondisi hangat dan sangat menggugah selera. Salah satu aroma khas laksa adalah kuahnya yang sedap pedas dan nikmat. Belum lagi tekstur lembut bihun yang berbaur serasi dengan kuah berwarna kuning serta bumbu yang lezat. Tentu juga ada tahu kuning berbentuk kubus serta potongan ketupat yang menjadi senjata pamungkas penangkal rasa lapar. Â Juga ada sambal yang aranya kuning kemerahan namun tidak pedas.Â
Menikmati laksa ini terasa lebih lengkap dengan tambahan kerupuk kulit, atau kerupuk putih serta beberapa potong bala-bala dan tahu goreng isi toge. Â Selain itu juga ada tambahan oncom sebagai penyedap laksa Bogor Pak Inin yang legendaris dan konon sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Â Sambil makan, kami berbincang-bincang tentang asal muasal kuliner Bernama laksa ini.
Sontak berbagai versi langsung muncul. Ada yang berpendapat bahwa Laksa memang berasal dari Bogor, tetapi ada juga yang bilang dari Betawi serta bahkan Tangerang.  Namun saya sendiri pernah menikmati laksa bukan hanya di sekitar Jakarta, tetapi juga ketika sempat mampir ke Medan dan bahkan ketka bertandang ke negeri tetangga seperti  Singapura dan Malaysia. Â
Di Singapura, sebagian penduduk lokal mengklaim bahwa laksa berasal dari Singapura, namun di Malaysia, saya juga pernah mengenal Lasa Penang dan bahkan laksa Sarawak yang menjadi kuliner andalan sewaktu berkunjung baik ke Kuching atau Miri. Â Salah satu ciri khas laksa di Singapura dan Malaysia adalah penampilan kuah yang lebih berani dengan rasa lebih pedas, warna merah dan adanya udang. Â Ini tidak ada pada laksa Bogor di warung pak Inin ini.Â
Yang paling unik mengenai kontroversi asal muasal laksa adalah salah satu pernyataan Menteri Pariwisata Malaysia Datuk Seri Ng Yen Yen pada 2009 lalu. Â Datuk Ng pernah menyatakan bahwa Nasi Lemak, Laksa dan Ba Kut Teh adalah makanan asli Malaysia. Â Sontak pernyataan ini mendapat tanggapan serius dari negeri tetangga Singapura yang juga merasa memiliki atau mewarisi kuliner serupa.
Ah rasanya capek juga kalau kita meladeni klaim Malaysia soal makanan, tarian atau warisan budaya yang dianggap milik Malaysia. Lalu dari mana asalnya laksa?  Dari mana kah  asal kata laksa itu sendiri. Salah seorang teman saya yang kebetulan berasal dari Malaysia sering bergurau jika Laksa dibalik bukannya tumpah melainkan menjadi Salak. Â
Konon tidak juga ada kesepakatan bersama mengenai asal kata Laksa secara etimologis. Sebagian berpendapat bahwa kata ini berasal dari bahasa Persia kuno yang berarti licin sesuai dengan tekstur mie atau bihunnya yang licin. Ada yang berpendapat bahwa laksa berasal dari bahasa Sanskrit atau Sanskerta yang berarti banyak atau seratus ribu atau sepuluh ribu yang melambangkan rasanya yang ramai alias banyak.  Selain itu juga ada yang berpendapat bahwa laksa berasal dari bahasa Kanton let sa yang berarti pasir pedas karena mengacu kepada bumbu udang keringnya yang serasa bagaikan pasir yang pedas  Serta masih ada lagi yang berpendapat bahwa kata laksa berasal dari bahasa Hokkien lup sup yang berarti kotor.
Lalu mana yang benar? Tentu saja sulit untuk membuktikannya. Namun salah satu fakta yang sudah gamblang kita lihat adalah bahwa kuliner laksa ini tersebar di berbagai kawasan dan negara di Asia Tenggara baik Indonesia, Singapura dan Malaysia serta sebagian Thailand Selatan di mana terdapat kaum yang disebut sebagai The Straight Chinese atau kaum peranakan. Â Akan lebih bijak kalau kita berkesimpulan bahwa makanan ini bukan berasal dari mana-mana melainkan hasil akulturasi budaya antara makanan yang dibawa oleh kaum perantau dan kuliner lokal di Nusantara sendiri. Karena itu pula laksa menghasilkan banyak varian yang berbeda-beda di setiap tempat. Ada Laksa Penang, Sawarak, Medan Singapura, Betawi, Bogor Tangerang dan masih banyak lagi.
Kembali ke laksa Pak Inin di Cijeruk ini. Rasanya memang tetap enak dan membuat banyak pengunjung yang ketagihan. Pada kesempatan ini, selesai makan, Mas Rahab juga sempat memberikan hadiah buat misteri Guest yaitu peserta yang berasal dari Hongaria yang kebetulan sedang pulang kampung ke Indonesia, yaitu Mbak Indah Noing. Mas Nadus, sebagai anggota yang juga baru pertama kali ikut acara KPK juga mendapat hadiah.
Perjalanan KPK bersama Click belum selesai. Kami kemudian naik angkot menuju ke Stasiun Batu Tulis.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H