Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kasih yang Abadi di Situs Air Mata Iboe, Madura

24 Maret 2023   17:05 Diperbarui: 27 Maret 2023   01:19 1386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melewati pintu gerbang ke dua, di sebelah kiri ada sebuah prasasti yang memperingati pemugaran situs makam ini pada 28 Maret 1987 dan ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada masa itu yaitu Prof DR Fuad Hassan.     Saya berjalan terus dan kali ini melewati sebuah pendopo dengan atap yang khas yang disebut Pacenan dan memiliki ekor yang berbentuk tanduk.  Atap ini membuktikan adanya pengaruh Cina pada arsitektur tradisional Madura.   Di halaman sekitar sini ada banyak makam-makam kuno yang merupakan makam abdi dalem raja-raja Madura zaman dahulu.

Pendopo kecil: Dokpri
Pendopo kecil: Dokpri

Setelah melewati pendopo, di sisi kiri ada sebuah papan informasi mengenai sejarah makam Aer Mata Iboe ini. Disebutkan bahwa makam ini memiliki hiasan atau dengan motif corak Hindu Buddha Klasik pada gunongan, nisan dan jirat.  

Juga dijelaskan bahwa disini dimakamkan Kanjeng Ratu Syarifah Ambami yang merupakan isteri Pangeran Cakraningrat I dan juga berbagai raja atau pangeran Madura keturunannya.

Saya berjalan terus dan kembali melewati gapura yang tampak lebih kuno dan lebih mirip dengan gapuran dari era zaman Majapahit atau pun raja-raja Mataram di Kotagede.   Untuk masuk ke kompleks makam utama ini, alas kaki harus dilepas dan kemudian kita sampai di cungkup atau pendopo pertama.

Ukurannya cukup luas dan di dalamnya banyak terdapat makam dan nisan para bangsawan Madura.  Ada sebuah papan yang menjelaskan silsilah raja-raja Madura bahkan sejak dari Prabu Siliwangi.    Selain tiap makam yang ada nama dan tahun, juga ada papan besar berisi denah makam. 

Nisan dan ukiran: Dokpri
Nisan dan ukiran: Dokpri

Namun makam Ratu Iboe atau Ratu Ebhu terletak di bangunan cungkup yang lain yang letaknya lebih tinggi dari cungkup yang pertama.  Saya berjalan lagi dan melewati halaman yang juga dipenuhi dengan makam-makam yang lebih kecil namun tampak sudah berusia ratusan tahun.

Penziarah: Dokpri
Penziarah: Dokpri

Kebetulan pada saat itu ada rombongan penziarah yang sedang melantun dzikir dan doa-doa. Mereka duduk bersimpuh di sekitar makam Ratu Ebhu yang nisannya dikelilingi pagar.  Yang juga menarik di tempat ini, adalah ada orang yang menjual air dalam kemasan 1,5 liter yang dijual seharga 5 ribu rupiah Air ini diambil dari sendang atau mata air yang konon tidak pernah kering walau di musim kemarau sekalipun. Air ini bahkan dianggap sangat berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Pada umumnya penziarah akan membawa pulang air suci ini.

Minyak Kamandanu: Dokpri
Minyak Kamandanu: Dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun