Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kasih yang Abadi di Situs Air Mata Iboe, Madura

24 Maret 2023   17:05 Diperbarui: 27 Maret 2023   01:19 1386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah sejenak melihat;lihat makam Ratu Iboe saya kembali keluar makam utama dan lalu menuruni anak tangga menuju ke sumber mata air.  Kita harus berjalan sekitar 5 menit dan kemudian sampai ke sebuah bangunan tempat terdapat sebuah sumur yang menjadi mata air.

 Di sini juga ada kios yang menjual Minyak Kamandanu yang dipajang dalam kemasan botol kecil.  Minyak ini juga dipercaya bisa mengobati berbagai penyakit seperti pegal-pegal, encok, hingga jerawat dan sakit gigir serta asam urat.

Petunjuk arah: Dokpri
Petunjuk arah: Dokpri

Di sebelah kanan tangga yang menurun menuju sumber mata air ini terdapat sebuah masjid yang cukup megah. Di depannya ada sebuah warung dan kami sempat memesan rujak Madura yang mirip dengan gado-gado atau pecel.  Harganya satu porsi juga relatif murah, yaitu 10 Ribu saja.

Mata air: Dokpri
Mata air: Dokpri

Di sini saya sempat bertanya kepada ibu penjual rujak mengenai siapa kah sosok Ratu Iboe dan mengapa tempat ini disebut dengan Aer Mata.

Ternyata ada kisah dan sejarah yag cukup menarik yang merupakan gabungan antara legenda dan juga sejarah.

Kanjeng Ratu Iboe atau Syarifah Ambami sebenarnya adalah istri Raden Praseno yang kemudian menjadi Pangeran Cakraningrat I.  Kisahnya dimulai dengan penaklukan Sultan Agung dari Mataram atas raja-raja Madura dan hanya menyisakan Raden Praseno dari Arosbaya yang kemudian dijadikan tawanan oleh Mataram.  Nasib kemudian membawa Raden Praseno menjadi orang kepercayaan Sultan Agung dan kemudian diangkat menjadi Raja Madura sebagai Pangeran Cakraningrat I pada 1624.

Demikianlah Pangeran Cakraningrat, walau menjadi raja di Madura, namun lebih sering bertugas di Mataram yang mengakibatkan ratu Iboe atau Syarifah Ambami merasi sedih karena sering ditinggal suami.  Dalam kesedihannya Ratu Iboe kemudian memilih untuk bertapa di Buduran.  Dalam pertapaannya ini beliau berdoa agar suaminya tetap sehat dan kelak tujuh turunannya data berkuasa di Madura.  Beliau juga bermimpi bertemu Nabi Khaidir dan memeroleh khabar bahwa doanya dikabulkan sehingga Ratu Iboe dengan senang kembali ke Sampang.

Tidak berapa lama kemudian Pangeran Cakraningrat I juga kembali ke Sampang dan dengan gembira ratu ibu menceritakan kisah tentang pertapaan dan mimpi serta doanya.  Namun Cakraningrat I malah merasa kecewa ketika mengetahui bahwa Ratu Iboe hanya berdoa sampai 7 turunan saja. 

Melihat kekecewaan suaminya Ratu Ibu merasa sangat sedih dan ketika suaminya kembali ke Mataram, Ratu Iboe pun kembali melanjutkan pertapaan di Buduran. Beliau memohon agar kesalahan dan dosa terhadap suaminya bisa diampuni dan beliau terus menangis dan menangis sehingga air matanya mengalir memenuhi tempat pertapaan dan kemudian membentuk sendang atau mata air.  Dan mata air it uterus ada dan todak pernah kering hingga sekarang, beberapa ratus tahun kemudian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun