Yang menjadi makin miris adalah banyaknya kebijakan pemerintah yang seakan-akan saling bertentangan karena mencoba mengakomodir berbagai kepentingan.Â
Mobil listrik misalnya yang seakan-akan sedang menjadi primadona dalam beberapa tahun ke depan ada wacana untuk diberi subsidi. Tentunya seharusnya jangan pernah ada subsidi untuk kendaraan pribadi.
Demikian juga wacana untuk menaikkan tarif KRL, jangan pernah ada rencana tersebut, kalau mungkin angkutan umum diberi subsidi sebesar-besarnya atau kalau mungkin gratis seperti di Luxembourg untuk mendorong masyarakat menggunakannya.
Tarif MRT sekarang ini juga masih tergolong mahal untuk Lebak Bulus Bundaran HI saja sampai 14 ribu Rupiah? Bagaimana kalau nanti sampai kota dan juga ada lagi koridor lainnya.Â
Nah dengan rencana menerapkan ERP ini harus ditunjang dengan kebijakan lainnya. Integrasi tarif harus digalakkan lagi sehingga walau pindah-pindah moda kita tidak harus membayar lebih mahal. Dengan tentunya pilihan gratis tadi menjadi prioritas utama.
Demikian sekedar urung rembuk pendapat menanggapi wacana pemberlakuan ERP yang mungkin tidak lama akan diterapkan di Jakarta.
Bagaimanapun akan banyak yang setuju apabila tujuannya adalah mengurangi kemacetan dan memperbanyak penggunaan transportasi umum di Jakarta. Namun jangan sampai dengan adanya ERP ini membuat pengguna kendaraan pribadi beralih menggunakan kendaraan roda dua.Â
Kata kunci untuk membuat orang pindah ke angkutan umum adalah harga yang terjangkau dan tingkat ketepatan waktu. Sementara ini kenyamanan masih nomor sekian.Â
Pengguna transportasi umum mau tidak mau kita harus berpindah-pindah berapa kali dan seandainya harus menggunakan jasa ojol tetap saja lumayan mahal. Karena itu memperbanyak jaringan cakupan transportasi umum adalah kata kunci untuk membuat masyarakat mau menggunakan angkutan umum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H