Namun ada lagi sebuah fakta yang sedikit mengejutkan, yaitu tentang salah seorang tokoh yang diangkat menjadi Bupati karena berhasil memadamkan pemberontakan Nyai Gamparan. Singkatnya, bisa dikatakan bahwa dalam melanggengkan kekuasaan di Nusantara, Belanda juga banyak mendapat bantuan tokoh setempat.
Berkunjung ke museum ini, kita juga diperkenalkan dengan sosok dan tokoh yang pernah bersinggungan dengan Rangkasbitung dan Lebak, di antara nya penyair Rendra yang hadir dengan puisi Orang-orang Rangkasbitung, Tan Malaka yang beberapa kali mampir ke Rangkas, dan juga Eugenia van Beers yang lahir di Rangkasbitung pada 1914 dan kemudian menikah dengan Jan Van Halen dan kemudian anak mereka mendirikan grup musik Van Halen.
Berkunjung ke sini, bukan hanya kita lebih mengetahui sedikit banyak tentang Multatuli atau Eduard Douwes Dekker, tetapi juga dapat melihat beberapa benda peninggalan zaman dahulu seperti sebuah prasasti dari zaman Tarumanegara, kostum bupati Lebak era zaman baheula dan juga bahkan sebuah potongan ubin rumah Multatuli.
Di bagian belakang museum ada sebuah peta yang menggambarkan lokasi wisata di kabupaten Lebak. Sayang, Saya hanya sempat mampir ke beranda perpustakaan Saijah dan Adinda dan kantin, karena perpustakaan sedang tutup. Di sini ditampilkan gambar deretan bupati Lebak sejak awal abad ke 19 hingga sekarang.
Hujan rintik mulai membasahi bumi Lebak, saya kemudian mampir ke halaman museum dan melihat patung Multatuli yang sejak duduk membaca. Di dekatnya  juga ada patung Saijah. Sekali lagi saya masuk ke beranda museum dan menemukan kutipan dari buku Max Havelaar:
"Saya tahu, saya tahu pembaca! Tulisan saya ini membosankan. (Max havelaar -- Multatuli)
Di pendopo, ada perangkat alat musik tradisional dan yang membuat saya sedikit kaget adalah perkataan salah seorang petugas museum yang menyatakan bahwa museum ini mungkin akan ditutup karena kekurangan dana. Entah apakah informasi ini benar atau tidak. Tetapi sayang sekali kalau museum ini memang sampai ditutup, apalagi kalau hanya karena kekurangan dana.
Di sini kita bisa belajar mengenai Multatuli dan maha karyanya Max Havelaar dan sekaligus mengetahui sekelumit fakta sejarah yang mungkin tidak pernah diajarkan di sekolah. Â Salah satunya adalah ketidakadilan yang dialami rakyat oleh penguasa bangsa sendiri.
Ah rasanya hal ini masih relevan hingga saat ini. Setelah sekitar satu setengah abad sejak Multatuli ada di Lebak.
Akhir kata baiklah saya kutip pidato Eduard Douwes Dekker, sehari setelah dilantik menjadi Asisten Residen Lebak pada 22 Januari 1856: