Riga di pertengahan Maret, salju masih menutupi sebagian besar kota. Siang itu, hujan rintik dengan ditemani buliran salju membuat jalan-jalan di kota ini bertambah asyik walau dinginnya menusuk tulang. Suhu masih tidak beranjak dari  sekitar titik beku.
Dari kawasan Baznacas Iela, saya menyusuri jalan-jalan sempit kota Riga dan kemudian belok kanan di Lacplesa Iela. Â Hujan rintik masih menemani namun intesitasnya kian sedikit. Â Bangunan-bangunan di ibu kota Republik Latvia, yang pernah menjadi bagian Uni Soviet ini sangat indah dengan model Art Noveau yang penuh ukiran dan hiasan.
Sekitar 10 menit berjalan, saya sampai di alamat yang dituju yaitu Masjid Islamic Center Miras, alamatnya di Lacplesa Ieala No 35.  Sebelum masuk ke pintu  kayu besar saya melihat-lihat dulu eksterior bangunan ini. Bangunan berlantai 5 atau 6 dengan jendela-jendela yang besar dan hiasan atap berbentuk segitiga yang cantik.
Tepat di bawah jendela ada pintu dari kaca yang menuju ke basement gedung. Ketika saya mencoba membukanya. Ternyata terkunci rapat. Kemudian sayapun masuk melalui pintu besar dengan nomer 35 tadi.
Ternyata saya hanya masuk ke beranda dan setelah naik beberapa anak tangga ada lagi sebuah pintu besar yang tertutup rapat. Wah. Bagaimana masuknya.?
Setelah memesan saurma dan teh hangat, saya sempat bertanya kepada pria yang melayani tadi. Dia menjawab bahwa dia berasal dari Pakistan dan kemudian menjelaskan bahwa untuk masuk ke masjid kita harus menggunakan PIN. Â Dia berjanji akan memberitahu setelah selesai makan kebab dan teh hangat. Wah untung ada yang tahu nih.
Ternyata Arabu Valodu Kursi ini artinya adalah Kursus Bahasa Arab. Sedangkan Miras sendiri nama untuk Masyarakat Muslim di Riga. Sampai sekarang masih misteri apakah itu sebuah singkatan atau hanya sebuah nama.
Nah , setelah masuk ke dalam. Sebuah lorong kecil menyambut. Di sebelah kanan, ada tempat rak untuk menyimpan sepatu serata di sebelah kiri, toilet untuk berwudhu. Ada pintu di sebelah kiri khusus untuk perempuan sedangkan ruang sholat di sebelah kanan untuk lelaki.
Karpet merah menutupi seluruh ruang sholat. Tidak ada mihrab. Yang ada hanya sebuah mimbar  dari kayu berplitur coklat dengan anak tangga hanya empat. Sangat sederhana dan seadanya.  Disamping mihrab, ada pintuyang sedikit terbuka. Rupanya berfungsi sebagai kantor.
Suasana siang itu cukup sepi. Saya hanya sempat bertemu dengan seorang lelaki yang kelihatannya keturunan Pakistan, Dan di bagan perempuan semat terlihat beberapa wanita yang juga kemungkinan besar keturunan Pakistan.
Setelah sholat , saya pun segera meninggalkan masjid ini sambil terus bertanya-tanya  apa arti MIRAS sambil membayangkan kalau saja tidak mampir ke restoran kebab, tentunya saya gagal masuk ke masjid karena tidak tahu nomer PIN.
Riga, Pertengahan Maret 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H