Saya segera berjalan dan secara kebetulan menemuan makam Toshimichi Okubo. Di depannya ada sebuah prasasti yang menceritakan secara singkat riwayat hidup tokoh yang dilahirkan pada 1830 dan meninggal karena dibunuh pada 1878. Okubo mempunyai peran yang cukup penting pada restorasi Meiji yang membawa Jepang dari ketertutupan menjadi negri yang terbuka dan maju pesat setelah itu.
Berbagai bentuk makam yang cantik , unik dan khas ditemukan di Aoyamma Reien atau Aoyama Cemetery . Ada yang tampak megah dengan tugu berbentuk Obelisk yang tinggi. Ada yang berbentuk bulat besar bagaikan gasing. Dan sebagian besar memang berbentuk tugu kecil yang merupakan model makam-makam Jepang.
Dari makam Okubo, saya mulain menyusuri satu persatu makam sesuai peta untuk mencari makam Hachiko.Namun setelah cukup lama mencari, tetap juga tidak ditemukan. Seorang wanita berusia sekitar 40 tahunan terlihat sekitar 10 meter di depan saya sedang berjalan di antara makam. Saya segera mendekatinya.
“
Sumimasen” Where is Hachiko? Tanya saya sambil menunjukkan foto denah yang ada di gadget. Wanita itu sedikit terkejut, lalu mulai bicara banyak dalam bahasa Jepang yang saya tidak mengerti. Dia hanya bilang bahwa Hachiko ada di Shibuya. Lalu dijelaskan bahwa bukan patung Hachiko yang saya cari melainkan monumen ataupun makamnya yang ada di Aoyama ini,
Sambil berjalan beriringan kami mencari makam Hachiko. Sekitar 10 menit berlalu, belum juga diketemukan. Akhirnya saya meminta maaf sekaligus ijin untuk melihat makam-makam di tempat lain. Melalui jalan yang dinaungi pohon-pohon cherry tanpa daun saya menyusuri makam-makam di sini. Maklum musim gugur sudah membayang di akhir Oktober. Tujuan kali ini adalah bagian makam orang asing.
"
In Memoriam, Laid to rest here in the Foreign Section of Aoyama Cemetery are men and women who came to Japan on the 19th and early 20th Centaurus . Many of them played leading rules and contributed greatly to the modernization of Japan. We have erected this monument to commemorate their achievements and ensure their memory is passed on to posterity”, demikian tertulisn pada sebuah prasasti dalam Bahasa Jepang dan Inggris.
Di sini ada banyak makam dengan nama-nama asing baik dari mereka yang terlbat dalam kegiatan missionaris maupu peran lain dalam sejarah Jepang. Ada yang berbentuk obelisk dan sebagian berhiaskan salib. Namun yang menarik adalah bertenggernya beberapa ekor burung gagak hitam yang terus bersuara melambangkan kematian. Suasananya agak sedikit menyeramkan, apalagi sangat sedikit orang yang lalu lalang di Sabtu siang tengah hari waktu Tokyo ini.
Puas menikmati keindahan berbagai bentuk pusara di bagian orang asing saya terus berjalan dan rasa penasaran membawa kaki menuju ke tempat dimana saya mencari makam Hachiko. Dari kejauhan , saya melihat wanita yang sama melambaikan tangannya memanggil -manggil.
“I found Hachiko”, barangkali itulah terjemahan bahasa iInggrisnya ketika dia berteriak senang dalam Bahasa Jepang. Saya setengah berlari mengikutinya menuju ke bagian satu blok dari tempat yang tadi telah beberapa kali dilewati. Di sebuah sudut dia menunjukan makam Hachiko .
Bentuknya sederhana. Sebuah tugu kecil bertuliskan gabungan huruf Kanji dan Hiragana lengkap dengan sebuah kuil kecil ada di sudut makam. Disekitarnya ada beberapa kuntum bunga dan juga boneka anjing kecil.
“Inu Ha Chi Ko No“, demikian wanita itu membacakan sebagian dari tulisan pada tugu kecil itu. Inu sendiri dalam bahasa Jepang berarti anjing. Dan wanita itu kemudian bercerita bahwa Hachiko merupakan anjing jenis Akita yang berasal dari pegunungan di bagian utara Jepang.
Lihat Travel Story Selengkapnya