Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Renungan di Makam Jose Rizal di Luneta Park Manila

24 Mei 2016   19:03 Diperbarui: 25 Mei 2016   08:54 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau Jakarta punya Monas, maka Manila punya Luneta Park dan kalau belum mampir kesana belum sah pengembaraan ke Manila,  kata-kata seorang teman lama yang memang berasal dari Filipina terngiang kembali ketika saya baru saja selesai beranjangsana ke Intramuros,  yaitu kota tua Manila yang sangat bersejarah.

www.kompasiana.com
www.kompasiana.com
Dari General Luna Street,  perjalanan dilanjutkan dengan santai menyusuri kaki lima kota Manila yang ramai.   Di lampu merah, belok kanan memasuki Padre Burgos Avenue dimana terdapat Planetarium.  

Dari sini tinggal menyusuri kaki lima yang cukup lebar dan nyaman untuk sampai di perempatan dan belok kiri di Roxas Boulevard, jalan raya paling terkenal di Manila yang dinamakan sesuai dengan nama Presiden pertama Filipina setelah mendapatkan kemerdekaan dari Amerika Serikat .

dokpri
dokpri
Menyusuri Roxas Boulevard , di sebrang jalan terlihat sebuah tugu dengan jam bulat di atas nya. Ternyata ini adalah Centennial Memorial Clock yang dibangun untuk memperingati 100 tahun kemerdekaan Filipina pada 1998.  Jam bermerek Bulova itu menunjukan sekitar pukul 3.30 sore waktu Manila. 

Tidak jauh dari tugu jam ini ada  sebuah tugu kecil dengan gambar peta kepulauan Filipina dan tulisan Km 0. Ini adalah kilometer Nol nya Filipina di mana semua jarak  akan diukur dari titik ini.  Di depannya terlihat sebuah Calesa atau kereta kuda  mirip delman yang siap mengantar wistawan berkeliling di kawasan Luneta Park .

dokpri
dokpri
Sederetan awan putih berak-arak di langit kota Manila.  Udara lumayan panas , seorang lelaki tua berusia hampir 60 tahunan mendekati sambil menawarkan jasa foto langsung jadi.  “Hindi, Salamat po!” Tidak, Terimakasih, demikian jawaban saya mencoba menolak dengan halus tawarannya. 

Bisnis foto langsung jadi sepertinya sudah tidak menjanjikan lagi sehingga akhirnya pia tua itu cukup senang ketika saya memberikannya satu bungkus makanan cepat saji yang kebetulan dibeli di Intramoros tadi.

dokpri
dokpri
Sebuah tiang bendera yang tingginya terlihat menjulang ke langit hadir bagaikan menara pengintai yang ramping di kawasan Rizal Park yang juga disebut Luneta Park ini.  Di pucuknya berkibar dengan gagah  bendera biru merah dengan segitiga putih berhiaskan matahari dan 3 bintang berwarna emas. Inilah Pambansang Watawat atau bendera nasional yang bernama Tatlong Bituin at Isang Araw yang artinya Tiga Bintang dan matahari. Tiang bendera ini tingginya hampir 50 meter dan menjadi penanda Rizal park dari kejauhan.

dokpri
dokpri
Jose Rizal Monument (1913), Act 243 granted the use of public land in Luneta as a site for the Jose Rizal Monument, 28 September 1901  demikian tertera pada sebuah prasasti kembar dalam bahasa Inggris. Di sisi kiri terdapat prasasti serupa dalam Bahasa Tagalog yang berjudul “Ang Pambansang Bantayog Ni Jose Rizal 1913”. 

Prasasti ini bercerita bahwa  monumen ini dibangun unyuk memperingati Jose Rizal dan diberi nama “Motto Stella” yang artinya Bintang Pemandu sesuai dengan rancangan Pemahat berkebangsaan Swiss Richard Kissling.  

Ternyata  rancangan Monumen Rizal ini dilombakan pada tahun 1905-1907 dan Kissling lah salah satu pemenangnya. Monumen ini dibuat dari batu granit dan patung-patungnya dibuat dari perunggu.  

Abu jenazah Jose Rizal dipindahkan ke monumen ini pada 30 Desember 1912 dan kemudian diresmikan pada 30 Desember 1913 dalam rangka memperingati ulang tahun kematian Rizal yang ke 17. Monumen ini sendiri baru dinyatakan sebagai monumen nasional pada April 2013 sekaligus sebagai warisan budaya nasional pada November 2013.

dokpri
dokpri
Saya berjalan mendekat ke monumen Rizal ini.  Di dekatnya ada sepasang prajurit yang dengan setia menjaganya.  Di bagian dasar terdapat sebah plakat bertuliskan” “To the memory of José Rizal, patriot and martyr, executed on Bagumbayan Field December Thirtieth 1896. This monument is dedicated by the people of the Philippine Islands”

Di atasnya bertengger sebuah obelisk atau tugu yang berhiaskan tiga bintang berwarna keemasan.   Tiga bintang ini mewakili pulau-pulau utama di Filipina yaitu Luzon, Kepulauan Visaya dan Mindanao. 

Di sekeliling tugu, ada patung Jose Rizal memakai mantel dengan tangan kiri memegang buku yang mewakili dua buah novelnya yang sangat terkenal, yaitu “Noli Me Tángere”  and  “ El filibusterismo”.  Di kiri kanan Rizal ada patung wanita sedang menggendong bayi dan dua orang anak laki-laki sedang membaca.

dokpri
dokpri
Di depan tugu yang sekaligus menjadi kubur Jose Rizal ini saya merenung.  Kedua novelnya sudah saya baca ketika jaman SMA dulu.  Kisah hidupnya , baik dalam buku maupun yang digambarkan di Rizal Shrine di Fort Santiago juga sudah saya simak dengan baik.  Dia adalah sosok pahlawan bagi negeri kepulauan yang  yang dalam sejarah menjadi republik pertama di Asia ketika memperoleh kemerdekaan dari Spanyol pada 1898.  

Sementara Rizal sendiri harus menebus kemerdekaan itu  dengan nyawanya di depan regu tembak pada 30 Desember 1896. Beberapa hari sebelumnya dia sempat menulis puisi yang sangat terkenal yaitu “Mi Ultimo Adios” yang berarti Selamat Tinggalku yang Terakhir.

dokpri
dokpri
Kisah mengenai jenazah nya pun penuh lika-liku sebelum disemayamkan di tempat yang mulia di pusat kota Manila ini. Setelah dieksekusi, Rizal dimakamkan dengan rahasia di Pemakaman Paco. Oleh para pengagumnya, makam ini kemudian hanya diberi tanda sebuah salib dan tanggal kematiannya. 

Tanpa nama, karena penjajah Spanyol  khawatir akan kebangkitan rasa kebangsaan rakyat Filipina. Jenazahnya kemudian digali kembali untuk dikremasi dan abunya disimpan oleh keluarga.

dokpri
dokpri
Setelah Filipina merdeka, barulah abu jenazah Jose Rizal dimakamkan dengan penuh kehormatan di Lapangan Bagumbayan, di dekat tempat dimana doketer muda ini dieksekusi.  Akhirnya setelah Monumen Rizal di Luneta  selesai, barulah dipindahkan di bawah tugu ini pada 1912.

dokpri
dokpri
Kisah Jose Rizal memang penuh inspirasi. Dengan berkunjung ke makamnya, biarlah insprisai dan semangat pahlawan dari Calamba yang mati muda ini menyebar ke siapa saja yang bersedia menerimanya dengan hati dan jiwa yang terbuka. Kemerdekaan memang hak segala bangsa. Selagi kita masih hidup, biarlah kaki ini melangkah dan mengembara. Karena Hidup adalah sebuah perjalanan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun