Abu jenazah Jose Rizal dipindahkan ke monumen ini pada 30 Desember 1912 dan kemudian diresmikan pada 30 Desember 1913 dalam rangka memperingati ulang tahun kematian Rizal yang ke 17. Monumen ini sendiri baru dinyatakan sebagai monumen nasional pada April 2013 sekaligus sebagai warisan budaya nasional pada November 2013.
Saya berjalan mendekat ke monumen Rizal ini. Di dekatnya ada sepasang prajurit yang dengan setia menjaganya. Di bagian dasar terdapat sebah plakat bertuliskan” “
To the memory of José Rizal, patriot and martyr, executed on Bagumbayan Field December Thirtieth 1896. This monument is dedicated by the people of the Philippine Islands”.
Di atasnya bertengger sebuah obelisk atau tugu yang berhiaskan tiga bintang berwarna keemasan. Tiga bintang ini mewakili pulau-pulau utama di Filipina yaitu Luzon, Kepulauan Visaya dan Mindanao.
Di sekeliling tugu, ada patung Jose Rizal memakai mantel dengan tangan kiri memegang buku yang mewakili dua buah novelnya yang sangat terkenal, yaitu “Noli Me Tángere” and “ El filibusterismo”. Di kiri kanan Rizal ada patung wanita sedang menggendong bayi dan dua orang anak laki-laki sedang membaca.
Di depan tugu yang sekaligus menjadi kubur Jose Rizal ini saya merenung. Kedua novelnya sudah saya baca ketika jaman SMA dulu. Kisah hidupnya , baik dalam buku maupun yang digambarkan di Rizal Shrine di Fort Santiago juga sudah saya simak dengan baik. Dia adalah sosok pahlawan bagi negeri kepulauan yang yang dalam sejarah menjadi republik pertama di Asia ketika memperoleh kemerdekaan dari Spanyol pada 1898.
Sementara Rizal sendiri harus menebus kemerdekaan itu dengan nyawanya di depan regu tembak pada 30 Desember 1896. Beberapa hari sebelumnya dia sempat menulis puisi yang sangat terkenal yaitu “Mi Ultimo Adios” yang berarti Selamat Tinggalku yang Terakhir.
Kisah mengenai jenazah nya pun penuh lika-liku sebelum disemayamkan di tempat yang mulia di pusat kota Manila ini. Setelah dieksekusi, Rizal dimakamkan dengan rahasia di Pemakaman Paco. Oleh para pengagumnya, makam ini kemudian hanya diberi tanda sebuah salib dan tanggal kematiannya.
Tanpa nama, karena penjajah Spanyol khawatir akan kebangkitan rasa kebangsaan rakyat Filipina. Jenazahnya kemudian digali kembali untuk dikremasi dan abunya disimpan oleh keluarga.
Setelah Filipina merdeka, barulah abu jenazah Jose Rizal dimakamkan dengan penuh kehormatan di Lapangan Bagumbayan, di dekat tempat dimana doketer muda ini dieksekusi. Akhirnya setelah Monumen Rizal di Luneta selesai, barulah dipindahkan di bawah tugu ini pada 1912.
Kisah Jose Rizal memang penuh inspirasi. Dengan berkunjung ke makamnya, biarlah insprisai dan semangat pahlawan dari Calamba yang mati muda ini menyebar ke siapa saja yang bersedia menerimanya dengan hati dan jiwa yang terbuka. Kemerdekaan memang hak segala bangsa. Selagi kita masih hidup, biarlah kaki ini melangkah dan mengembara. Karena Hidup adalah sebuah perjalanan.
Lihat Travel Story Selengkapnya