“Kalau Jakarta punya Monas, maka Manila punya Luneta Park dan kalau belum mampir kesana belum sah pengembaraan ke Manila,” kata-kata seorang teman lama yang memang berasal dari Filipina terngiang kembali ketika saya baru saja selesai beranjangsana ke Intramuros, yaitu kota tua Manila yang sangat bersejarah.
Dari
General Luna Street, perjalanan dilanjutkan dengan santai menyusuri kaki lima kota Manila yang ramai. Di lampu merah, belok kanan memasuki
Padre Burgos Avenue dimana terdapat
Planetarium.
Dari sini tinggal menyusuri kaki lima yang cukup lebar dan nyaman untuk sampai di perempatan dan belok kiri di Roxas Boulevard, jalan raya paling terkenal di Manila yang dinamakan sesuai dengan nama Presiden pertama Filipina setelah mendapatkan kemerdekaan dari Amerika Serikat .
Menyusuri Roxas Boulevard , di sebrang jalan terlihat sebuah tugu dengan jam bulat di atas nya. Ternyata ini adalah
Centennial Memorial Clock yang dibangun untuk memperingati 100 tahun kemerdekaan Filipina pada 1998. Jam bermerek Bulova itu menunjukan sekitar pukul 3.30 sore waktu Manila.
Tidak jauh dari tugu jam ini ada sebuah tugu kecil dengan gambar peta kepulauan Filipina dan tulisan Km 0. Ini adalah kilometer Nol nya Filipina di mana semua jarak akan diukur dari titik ini. Di depannya terlihat sebuah Calesa atau kereta kuda mirip delman yang siap mengantar wistawan berkeliling di kawasan Luneta Park .
Sederetan awan putih berak-arak di langit kota Manila. Udara lumayan panas , seorang lelaki tua berusia hampir 60 tahunan mendekati sambil menawarkan jasa foto langsung jadi. “
Hindi, Salamat po!” Tidak, Terimakasih, demikian jawaban saya mencoba menolak dengan halus tawarannya.
Bisnis foto langsung jadi sepertinya sudah tidak menjanjikan lagi sehingga akhirnya pia tua itu cukup senang ketika saya memberikannya satu bungkus makanan cepat saji yang kebetulan dibeli di Intramoros tadi.
Sebuah tiang bendera yang tingginya terlihat menjulang ke langit hadir bagaikan menara pengintai yang ramping di kawasan Rizal Park yang juga disebut Luneta Park ini. Di pucuknya berkibar dengan gagah bendera biru merah dengan segitiga putih berhiaskan matahari dan 3 bintang berwarna emas. Inilah
Pambansang Watawat atau
bendera nasional yang bernama
Tatlong Bituin at Isang Araw yang artinya
Tiga Bintang dan matahari. Tiang bendera ini tingginya hampir 50 meter dan menjadi penanda Rizal park dari kejauhan
.
“Jose Rizal Monument (1913), Act 243 granted the use of public land in Luneta as a site for the Jose Rizal Monument, 28 September 1901” demikian tertera pada sebuah prasasti kembar dalam bahasa Inggris. Di sisi kiri terdapat prasasti serupa dalam Bahasa Tagalog yang berjudul “Ang Pambansang Bantayog Ni Jose Rizal 1913”.
Prasasti ini bercerita bahwa monumen ini dibangun unyuk memperingati Jose Rizal dan diberi nama “Motto Stella” yang artinya Bintang Pemandu sesuai dengan rancangan Pemahat berkebangsaan Swiss Richard Kissling.
Ternyata rancangan Monumen Rizal ini dilombakan pada tahun 1905-1907 dan Kissling lah salah satu pemenangnya. Monumen ini dibuat dari batu granit dan patung-patungnya dibuat dari perunggu.
Abu jenazah Jose Rizal dipindahkan ke monumen ini pada 30 Desember 1912 dan kemudian diresmikan pada 30 Desember 1913 dalam rangka memperingati ulang tahun kematian Rizal yang ke 17. Monumen ini sendiri baru dinyatakan sebagai monumen nasional pada April 2013 sekaligus sebagai warisan budaya nasional pada November 2013.
Saya berjalan mendekat ke monumen Rizal ini. Di dekatnya ada sepasang prajurit yang dengan setia menjaganya. Di bagian dasar terdapat sebah plakat bertuliskan” “
To the memory of José Rizal, patriot and martyr, executed on Bagumbayan Field December Thirtieth 1896. This monument is dedicated by the people of the Philippine Islands”.
Di atasnya bertengger sebuah obelisk atau tugu yang berhiaskan tiga bintang berwarna keemasan. Tiga bintang ini mewakili pulau-pulau utama di Filipina yaitu Luzon, Kepulauan Visaya dan Mindanao.
Di sekeliling tugu, ada patung Jose Rizal memakai mantel dengan tangan kiri memegang buku yang mewakili dua buah novelnya yang sangat terkenal, yaitu “Noli Me Tángere” and “ El filibusterismo”. Di kiri kanan Rizal ada patung wanita sedang menggendong bayi dan dua orang anak laki-laki sedang membaca.
Di depan tugu yang sekaligus menjadi kubur Jose Rizal ini saya merenung. Kedua novelnya sudah saya baca ketika jaman SMA dulu. Kisah hidupnya , baik dalam buku maupun yang digambarkan di Rizal Shrine di Fort Santiago juga sudah saya simak dengan baik. Dia adalah sosok pahlawan bagi negeri kepulauan yang yang dalam sejarah menjadi republik pertama di Asia ketika memperoleh kemerdekaan dari Spanyol pada 1898.
Sementara Rizal sendiri harus menebus kemerdekaan itu dengan nyawanya di depan regu tembak pada 30 Desember 1896. Beberapa hari sebelumnya dia sempat menulis puisi yang sangat terkenal yaitu “Mi Ultimo Adios” yang berarti Selamat Tinggalku yang Terakhir.
Kisah mengenai jenazah nya pun penuh lika-liku sebelum disemayamkan di tempat yang mulia di pusat kota Manila ini. Setelah dieksekusi, Rizal dimakamkan dengan rahasia di Pemakaman Paco. Oleh para pengagumnya, makam ini kemudian hanya diberi tanda sebuah salib dan tanggal kematiannya.
Tanpa nama, karena penjajah Spanyol khawatir akan kebangkitan rasa kebangsaan rakyat Filipina. Jenazahnya kemudian digali kembali untuk dikremasi dan abunya disimpan oleh keluarga.
Setelah Filipina merdeka, barulah abu jenazah Jose Rizal dimakamkan dengan penuh kehormatan di Lapangan Bagumbayan, di dekat tempat dimana doketer muda ini dieksekusi. Akhirnya setelah Monumen Rizal di Luneta selesai, barulah dipindahkan di bawah tugu ini pada 1912.
Kisah Jose Rizal memang penuh inspirasi. Dengan berkunjung ke makamnya, biarlah insprisai dan semangat pahlawan dari Calamba yang mati muda ini menyebar ke siapa saja yang bersedia menerimanya dengan hati dan jiwa yang terbuka. Kemerdekaan memang hak segala bangsa. Selagi kita masih hidup, biarlah kaki ini melangkah dan mengembara. Karena Hidup adalah sebuah perjalanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya