Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Dilarang Bawa Radio-Tape ke Imogiri: Apa Kata Dunia?

22 Mei 2016   21:31 Diperbarui: 31 Mei 2016   23:34 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok.pri
dok.pri
Dua prasasti ini lah yang ada di dalam beranda setelah gapura utama yang terbuat dari susunan bata merah dengan arsitektur mirip candi-candi Hindhu. Di halaman dalam ini banyak terdapat bangunan kecil berbentuk joglo  dihiasi taman kecil  dan pepohonan yang rindang.Di sebelah kanan ada sebuah bangunan semacam pendopo beratap limasan bertingkat dua.  Terlihat kosong , namun di bagian sebelah kiri, ada bangunan yang mirip dan nampak sekelompok orang sedang mengaji ayat-ayat suci Al-Quran. Seorang wanita berusia 40 tahunan menegur saya dan bertanya dari mana asal saya.

dok.pri
dok.pri
Dijelaskan juga bahwa waktu ziarah hanya sampai pukul 13 dan juga beberapa aturan yang harus dipenuhi bila mau masuk ke kompleks makam. Di antaranya harus berpakaian  adat jawa dan juga tidak boleh mengenakan alas kaki. Persis di dasar anak tangga yang menuju ke gerbang makam yang tertutup rapat terdapat pengumuman  yang melarang pengunjung berpakaian beskap landung, berjubah, memakai alas kaki,  kain lereng, memakai remong selendang dan juga perhiasan emas masuk ke kompleksmakam.

dok.pri
dok.pri
Namun yang paling menarik, di dekat pintu gerbang makam terdapat empat buah tempayan besar  yang diletakkan di dalam tempat berbentuk kerangka kayu berwarna coklat.  Masing-masing tempayan memiliki nama yag cukup unik tertulis dalam huruf Jawa dan Latin.  Kyai Danumaya terletak  di sebelah kiri pintu gerbang, sedangkan yang lainya bernama Nyai Danumurti, Kyai Mendung dari Merum, dan Nyai Siyem.

dok.pri
dok.pri
Ternyata tempayan ini dulunya digunakan sebagai tempat air wudhu dan masing-masing berasal dari tempat yang berbeda. Kyai Danumaya  berasal dari Aceh , Nyai Danumurti dari Sriwijayam ,Kyai Mendung sari Turki, dan Nyai Siyem dari Siam atau Thailand.  Pada saat ini, setiap setahun sekali pada Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon Bulan Sura akan diadakan acara Nguras Enceh dimana air suci dari keempat tempayan tersebut dikuras  dan diibersihkan. Asyiknya lagi Kyai Danumaya dan Nyai Danumurti yang berada di sebelah barat dikuras oleh abdi dalem Kraton Suratkarta sedangkan Kyai Mendung dan Nyai Siyem yag ada di sebelah timur dikuras oleh abdi dalem kraton Yogyakarta.  Dan setelah dicek di denah ternyata letak makam raja-raja Surakarat memang terdapat di sebalah barat sedangkan di sebelah timur terletak makam raja-raja Yogyakarata,

dok.pri
dok.pri
Dikisahkan bahwa Sutan Agung merupakan raja yang  sakti mandraguna . Walaupun tinggal di tanah Jawa, mampu  selalu menunaikan sholat Jumat di Mekah.  Karenanya, Sang Sultan juga mengajukan keinginan untuk dimakamkan di Mekah apabila telah meninggal.  Oleh para ulama di Mekah beliau diberi segenggam tanah dan kemudian dilemparkanlah sebagian tanah tersebut dan sampai di Bukit  Giriloyo. Maka dibangunlah makam di bukit Giriloyo ini. Namun komplekspemakaman disini kemudian dipakai oleh pamannya yang meninggal  terlebih dulu. Sisa tanah tadi dilemparkan lagi dan mendarat di Bukit Merak yang kemudian menjadi kompleks pemakaman Imogori yang mulai dibangun pada tahun 1632. Sultan Agung sendiri meninggal pada 1645 dan menjadi raja pertama yang dimakamkan disini.

dok.pri
dok.pri
Hari makin sore.  Saya pun mulai menuruni tangga dan sampai di tempat dimana terdapat  sebuah kolam ikan emas yang dipugar pada 1988.  Di dekatnya  terdapat papan pengumuman tentang  jam buka makam . Tertulis juga bahwa makam ditutup pada setiap Bulan Ramadhan.

dok.pri
dok.pri
Tidak jauh dari pengumuman ini, ada  sebuah pengumuman lain yang isinya cukup menggelikan. “Perhatian: Para Pengunjung /Peziarah makam Imogiri dilarang membawa/membunyikan Radio Tape , alat musik, serta bunyi2an  lain.”  Demikian sebagian cuplikan larangan yang cukup menggelitik karena mungkin saja dibuat pada masa dimana kita masih sering membawa radio tape sambil jalan2.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun