Dua prasasti ini lah yang ada di dalam beranda setelah gapura utama yang terbuat dari susunan bata merah dengan arsitektur mirip candi-candi Hindhu. Di halaman dalam ini banyak terdapat bangunan kecil berbentuk joglo dihiasi taman kecil dan pepohonan yang rindang.Di sebelah kanan ada sebuah bangunan semacam pendopo beratap limasan bertingkat dua. Terlihat kosong , namun di bagian sebelah kiri, ada bangunan yang mirip dan nampak sekelompok orang sedang mengaji ayat-ayat suci Al-Quran. Seorang wanita berusia 40 tahunan menegur saya dan bertanya dari mana asal saya.
Dijelaskan juga bahwa waktu ziarah hanya sampai pukul 13 dan juga beberapa aturan yang harus dipenuhi bila mau masuk ke kompleks makam. Di antaranya harus berpakaian adat jawa dan juga tidak boleh mengenakan alas kaki. Persis di dasar anak tangga yang menuju ke gerbang makam yang tertutup rapat terdapat pengumuman yang melarang pengunjung berpakaian beskap landung, berjubah, memakai alas kaki, kain lereng, memakai remong selendang dan juga perhiasan emas masuk ke kompleksmakam.
Namun yang paling menarik, di dekat pintu gerbang makam terdapat empat buah tempayan besar yang diletakkan di dalam tempat berbentuk kerangka kayu berwarna coklat. Masing-masing tempayan memiliki nama yag cukup unik tertulis dalam huruf Jawa dan Latin. Kyai Danumaya terletak di sebelah kiri pintu gerbang, sedangkan yang lainya bernama Nyai Danumurti, Kyai Mendung dari Merum, dan Nyai Siyem.
Ternyata tempayan ini dulunya digunakan sebagai tempat air wudhu dan masing-masing berasal dari tempat yang berbeda. Kyai Danumaya berasal dari Aceh , Nyai Danumurti dari Sriwijayam ,Kyai Mendung sari Turki, dan Nyai Siyem dari Siam atau Thailand. Pada saat ini, setiap setahun sekali pada Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon Bulan Sura akan diadakan acara Nguras Enceh dimana air suci dari keempat tempayan tersebut dikuras dan diibersihkan. Asyiknya lagi Kyai Danumaya dan Nyai Danumurti yang berada di sebelah barat dikuras oleh abdi dalem Kraton Suratkarta sedangkan Kyai Mendung dan Nyai Siyem yag ada di sebelah timur dikuras oleh abdi dalem kraton Yogyakarta. Dan setelah dicek di denah ternyata letak makam raja-raja Surakarat memang terdapat di sebalah barat sedangkan di sebelah timur terletak makam raja-raja Yogyakarata,
Dikisahkan bahwa Sutan Agung merupakan raja yang sakti mandraguna . Walaupun tinggal di tanah Jawa, mampu selalu menunaikan sholat Jumat di Mekah. Karenanya, Sang Sultan juga mengajukan keinginan untuk dimakamkan di Mekah apabila telah meninggal. Oleh para ulama di Mekah beliau diberi segenggam tanah dan kemudian dilemparkanlah sebagian tanah tersebut dan sampai di Bukit Giriloyo. Maka dibangunlah makam di bukit Giriloyo ini. Namun komplekspemakaman disini kemudian dipakai oleh pamannya yang meninggal terlebih dulu. Sisa tanah tadi dilemparkan lagi dan mendarat di Bukit Merak yang kemudian menjadi kompleks pemakaman Imogori yang mulai dibangun pada tahun 1632. Sultan Agung sendiri meninggal pada 1645 dan menjadi raja pertama yang dimakamkan disini.
Hari makin sore. Saya pun mulai menuruni tangga dan sampai di tempat dimana terdapat sebuah kolam ikan emas yang dipugar pada 1988. Di dekatnya terdapat papan pengumuman tentang jam buka makam . Tertulis juga bahwa makam ditutup pada setiap Bulan Ramadhan.
Tidak jauh dari pengumuman ini, ada sebuah pengumuman lain yang isinya cukup menggelikan. “Perhatian: Para Pengunjung /Peziarah makam Imogiri dilarang membawa/membunyikan Radio Tape , alat musik, serta bunyi2an lain.” Demikian sebagian cuplikan larangan yang cukup menggelitik karena mungkin saja dibuat pada masa dimana kita masih sering membawa radio tape sambil jalan2.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya