Yusuf berlari sekencang mungkin, meninggalkan perpustakaan yang sudah berubah menjadi neraka.Â
Yusuf mendengar jeritan minta tolong, tangisan anak-anak, dan suara pedang yang membelah daging. Ia bersembunyi di sebuah masjid yang sepi, berharap bisa lolos dari amukan Mongol.
Di dalam masjid, Yusuf bertemu dengan seorang ulama tua. Mereka berdua saling menceritakan pengalaman mengerikan yang mereka alami.
 Ulama itu mengatakan bahwa kehancuran Baghdad adalah balasan atas dosa-dosa pemimpin dan masyarakatnya yang abai dan terlena dengan kesenangan dunia.
Sang ulama  juga menyebutkan tentang potensi kekuatan Islam di Mesir, yang saat itu dipimpin oleh seorang sultan yang kuat.
"Mungkin di Mesirlah kita akan menemukan kembali kejayaan Islam," kata ulama itu dengan nada penuh harap.
Yusuf mengangguk setuju. Ia merasa bahwa ia harus meninggalkan Baghdad dan menuju ke Mesir. Ia ingin mencari tempat agar ia bisa melanjutkan studinya dan berkontribusi bagi kemajuan Islam.
2/
Di sebuah kedai kopi di Kairo, Yusuf dan seorang teman sejawatnya, Ahmad, sedang berdiskusi.
Ahmad: "Tahukah kau, Yusuf, kabar terbaru dari Damaskus? Mereka mengatakan bahwa pasukan Mongol semakin dekat dengan perbatasan Mesir."
Yusuf: "Aku sudah mendengarnya.Ada 10.000 tentara mereka di sebelah barat Efrat. Dipimpin oleh Kitbuqa. Jantungku berdebar setiap kali mendengar kabar tentang pasukan mereka. Namun, aku yakin pasukan Mamluk kita siap menghadapi mereka."