Ada banyak orang tergolputisasi karena keadaan. Sakit keras, pindah domisili dan ribet untuk mengurus administrasinya, ada alasan sedang bekerja, lebih memilih bekerja atau keadaan mendesak lainnya sehingga tidak bisa memilih di hari pemungutan suara. Suara-suara ini tentu tidak adil jika dicap kegiatan haram.
Dalam hemat saya golput merupakan bagian dari demokrasi itu sendiri. Wah, wah, agak frontal bahasan saya. Sejatinya golput adalah cerminan bahwa ada sesuatu yang terjadi. Disebutkan di atas bahwa alasan ideologis dan politis mungkin kental sebagai penyebab mereka memilih untuk tidak memilih.
Ini semacam kritikan bagi semua pihak. Bahwa ada hal yang harus dikoreksi dari dalam penyelenggara pemilu, peserta pemilu atau bahkan pemenang pemilu tersebut. Ada pihak-pihak yang merasa tidak terakomodir kepentingannya. Mereka boleh jadi warga yang lebih kritis kepada pemerintah dibandingkan pihak oposan.
Pihak yang golput atau tergolputisasi boleh jadi tetap cinta pada negara ini dan menyukai demokrasi yang telah dibangun. Mereka adalah bagian dari negara yang tidak boleh dimarginalkan. Mereka adalah sebuah keniscayaan baik sengaja ataupun tidak sengaja. Alamak, semoga saya tidak ditegur KPU karena tulisan dan buah pikiran saya ini.
Pembaca Kompasiana mungkin boleh berpikiran lain. Silakan. Namun kita bisa ambil contoh misalnya, di negara demokratis nomor satu dunia, Amerika Serikat. Angka golput terjadi hingga menyentuh 131 juta di tahun 2016 manakala Donald Trump terpilih sebagai presiden (Liputan 6).
Dalam praktik yang nyaris sama juga kerap kita saksikan pada pemilihan suara di United Nations atau Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York. Disana disediakan opsi untuk setuju, tidak setuju dan abstain.
Jadi berangkat dari hal tersebut, maka tidak semua pihak bisa dikondisikan untuk tidak golput atau sebaliknya. Satu suara baik pemberi suara atau golput adalah suara rakyat juga. Mereka seharusnya tidak diimbuhi dosa jika tidak bisa atau tidak mau ke bilik suara.
Medan, 19 Desember 2023
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H