Dengan satu ibadah, kamu bisa menyembah Allah Azza wa Jalla dengan satu ibadah, dan kamu juga bisa menyembah Allah dengan satu ibadah melalui sepuluh ibadah. Bagaimana caranya? Dengan niat.
Sebagai contoh, ketika kamu menuntut ilmu, kamu bisa berniat dengan satu niat, dan kamu bisa berniat dengan beberapa niat sekaligus, sehingga kamu menyembah Allah Azza wa Jalla dengan satu ibadah melalui beberapa ibadah. Kamu bisa berniat untuk menaati Allah, dan berniat dengan menuntut ilmu untuk menaati Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, berniat dengan menuntut ilmu untuk menyebarkan Kitab Allah, berniat dengan menuntut ilmu untuk menyebarkan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, berniat dengan menuntut ilmu untuk menyebarkan tauhid, berniat untuk menyebarkan sunnah, berniat untuk melarang syirik, kekufuran, ateisme, dan bid'ah, berniat untuk menyeru kepada manhaj salaf, dan melarang fanatisme kelompok.
Â
Kamu bisa berniat dengan menuntut ilmu untuk mengangkat kebodohan dari dirimu, berniat untuk mengangkat kebodohan dari keluargamu, berniat untuk mengangkat kebodohan dari umat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Kamu bisa menambah niat-niat ini.Â
Maka lihatlah, berapa banyak ibadah yang kita sia-siakan karena kita tidak memahami niat, tidak memperhatikan niat, tidak berjuang untuk niat, dan tidak mencari beberapa niat dalam satu amal.
Â
Sebagai contoh, ketika kamu ingin bepergian ke negara lain atau pulau lain, kamu bisa berniat dengan satu niat, dan kamu bisa berniat dengan banyak niat: menyeru kepada tauhid dan sunnah, menyeru kepada manhaj salaf, melarang syirik, melarang kekufuran, melarang ateisme, melarang bid'ah, dan melarang fanatisme kelompok. Kamu bisa berniat untuk menyambung silaturahmi, berniat untuk mengunjungi saudara seiman, berniat untuk menjenguk orang sakit, dan kamu bisa memperbanyak niat-niat ini sebanyak yang kamu mampu.
Â
Kamu bisa berniat untuk membantu saudara-saudaramu yang lemah, mungkin dakwah mereka baru, atau mereka termasuk yang lemah di daerah mereka. Maka kamu berniat untuk memperkuat mereka dan memberi dukungan kepada mereka. Demikianlah, ketika kamu menuntut ilmu, cobalah untuk memperbanyak niat, dan ketika kamu menuntut ilmu dan berdakwah kepada Allah, perbanyaklah niat-niat yang baik.
Â
Dengan ini, wahai para syaikh yang mulia, orang-orang yang beruntung telah menang. Abu Bakar As-Siddiq tidak mendahului mereka dengan banyaknya puasa dan shalat, tetapi dengan sesuatu yang tertanam dalam hatinya, yaitu niat. Dua orang melakukan satu amal yang sama dengan niat yang baik, tetapi yang satu menyembah Allah Azza wa Jalla dengan satu ibadah, sedangkan orang yang di sebelahnya menyembah Allah dengan sepuluh, dua puluh, bahkan tiga puluh ibadah.
Â
Hal kedua, wahai para syaikh yang mulia, saudara-saudaraku, dan anak-anakku, ilmu yang kita tuntut ini tidak akan menjadi ilmu yang benar dan diterima kecuali jika sesuai dengan sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Bukankah ilmu itu ibadah? Ya. Bukankah ia termasuk ibadah yang paling mulia? Ya. Maka, ilmu memerlukan syarat yang sama dengan setiap ibadah, yaitu niat dan ittiba' (mengikuti sunnah).
Bagaimana caramu menuntut ilmu? Apakah kamu menuntut ilmu dengan cara Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya? Dengan mengagungkan Al-Qur'an dan sunnah sesuai cara salaf umat ini? Atau kamu menuntut ilmu dengan cara orang-orang yang menyelisihi? Mengutamakan akal, perasaan, pengalaman, banyaknya orang, mimpi, ilham, atau bisikan hati? Apakah ini cara Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam? Tidak. Ini bukan cara Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan bukan cara para sahabat radhiallahu'anhum.
Â
Dan tidak ada yang tersesat dari makhluk dalam hal ini kecuali karena mereka meninggalkan jalan yang benar dalam menuntut ilmu sesuai petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan petunjuk para sahabatnya. Jika mereka tidak mengikuti petunjukmu, maka ketahuilah bahwa mereka hanya mengikuti hawa nafsu mereka. Pembagian dalam ilmu, wahai para syaikh yang mulia, adalah dua: mengikuti atau berbuat bid'ah. Jika mereka tidak mengikutimu, maka ketahuilah bahwa mereka mengikuti hawa nafsu mereka. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, dan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan (dalam agama).
Â
Pembagian itu dua, tidak ada yang ketiga, wahai hamba-hamba Allah. Ketika para ahli kalam yang berpegang pada prinsip-prinsip Jahmiyah dan diikuti oleh Mu'tazilah muncul, Ahlus Sunnah menolak mereka dengan kitab dan sunnah serta apa yang menjadi pegangan salaf umat ini. Lalu muncul kelompok yang ingin mengambil dari kedua belah pihak, yaitu kelompok Asy'ariyah dan Maturidiyah. Mereka mengklaim bahwa mereka akan mengambil kitab dan sunnah dari Ahlul Hadits, tetapi juga mengambil akal dari Jahmiyah dan Mu'tazilah.