Mohon tunggu...
Taufik Hidayat
Taufik Hidayat Mohon Tunggu... Guru - Seorang penulis dan penikmat tulisan

Hidup ini indah sekali

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

5 Alasan Perkembangan Ilmu Pengetahuan Hasil Peradaban Islam Tenggelam

23 Mei 2023   20:53 Diperbarui: 23 Mei 2023   20:57 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Al-ilmu nurrun. Ilmu itu merupakan cahaya. Cahaya yang menerangi kehidupan umat manusia. Ilmu itu laksana mentari yang menerangi sebuah lembah peradaban manusia.

Tenggelamnya peradaban Islam dalam berbagai ilmu pengetahuan didahului oleh mulai menggeliatnya dunia Barat akan ilmu pengetahuan. Sehingga banyak sekali orang-orang Barat yang menerjemahkan manuskrip-manuskrip hasil peradaban Islam. Sesudah itu, mulai bermunculan berbagai faktor yang mengakibatkan perkembangan ilmu pengetahuan tersendat sampai saat ini, baik faktor internal maupun faktor eksternal.  Berbagai sejarawan mulai mencari titik temu. Mengapa peradaban Islam dalam bidang pengetahuan mulai tenggelam bahkan sampai saat ini.

Ada beberapa alasan yang membuat peradaban islam khususnya dalam bidang pengetahuan mulai tenggelam. Apa saja itu? Mudah-mudahan pembahasan ini bermanfaat ya....

A.  Adanya Penjualan Manuskrip

Pada dasarnya manuskrip merupakan barang langka dan bernilai jual tinggi. Apalagi pada masa itu, dunia Barat mulai menggeliat dengan hebat. Banyak sekali, orang barat yang menerjemahkan manuskrip-manuskrip peradaban Islam untuk mereka pelajari. Mereka menerjemahkannya di Toledo, Salerno, Cordova, dan Granada.

Adanya penjualan manuskrip dimulai tatkala Andalusia jatuh secara mutlak ke tangan orang-orang Castilla dan Aragon. Mereka berhasil merampas perpustakaan Arab yang besar yang merupakan harta kekayaan termahal dunia dalam bidang ilmu pengetahuan dan pemikiran. Pada saat Toledo jatuh ke tangan Alfonso VI, Raja Castilla pada tahun 1085 Masehi, para perampok Spanyol ini menjual perpuastakaannya dengan koleksi buku yang berjumlah 500.000 jilid kepada para pelancong.

Kemudian pada saat jatuhnya Cordova pada tahun 1236 Masehi, perbuatan biadab ini terulang kembali. Perpustakaan Cordova dengan jumlah koleksi sebanyak 440.000 jilid juga dijual. Demikian juga, pada saat jatuhnya kota Granada pada tahun 1492 Masehi. Perpustakaan Granada dengan jumlah koleksi sebanyak 500.000 buah juga dijual.

Para penjual buku ini kemudian membawanya di atas unta mereka untuk mereka jual kepada orang-orang yang berani membayar dengan harga mahal. Konon katanya, menurut Gaudah, orang-orang Eropa yang berada di wilayah sekitar Prancis, Itali, dan Jerman. Mereka kemudian mempelajarinya dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Latin dan berbagai bahasa Eropa lainnya.

Makanya pantas saja kalau ada klaim bahwa penemuan Bintang Mercury itu bukan karya Copernicus tetapi karya Ibnu Syathir. Karena hal itu terbukti setelah ditemukannya manuskrip Arab di tempat kelahirannya Copernicus.

Muhammad Gharib Gudhah dalam Biografi Ibnu Asy-Syathir mengungkapkan Ibnu Asy-Syathir berhasil menentukan tempat peredarannya bintang Mercury dan bulan yang selama ini telah membingungkan para ilmuwan. Dua contoh pergerakan dari keduanya merupakan penemuan pertama yang memberikan jalan bagi terwujudnya ilmu astronomi modern. Namun, seorang ahli astronomi Polandia, Copernicus, telah mengambil dua contoh pergerakan bintang Mercury dan bulan yang dibuat oleh Ibnu Asy-Syathir, dua abad setelah wafatnya Ibnu Asy-Syathir. Belakangan penemuan tersebut dikenal dengan Copernican System.

Seperti yang dinyatakan dalam Ensyclopedia of Islam, "Penemuan yang telah diraih oleh Ibnu Asy-Syathir ini banyak memiliki persamaan dengan contoh yang ditemukan oleh Copernicus setelah berlalu dua abad lamanya. Apalagi contoh yang dikemukan oleh Copernicus, terutama tentang bulan dan bintang Mercury sangat mirip sekali. Keduanya telah menggunakan teori Ath-Thusi. Keduanya juga telah menentukan pusat pergerakan yang teratur dengan cara yang sama. Oleh karena itu, ada sedikit keraguan bahwa Copernicus telah mengetahui penemuan dan karya Ibnu Asy-Syathir. Namun meskipun demikian pengutipannya secara terperinci masih rumit untuk diketahui." 

Dalam Ensiklopedia tersebut dikatakan bahwa ada sedikit keraguan bahwa Copernicus telah mengetahui penemuan dan karya Ibnu Asy-Syathir. Itu merupakan ungkapan yang sudah ada sejak dulu dan tidak menyentuh berita-berita baru. Berita baru tersebut menjawab pernyataan tentang pengutipan secara terperinci masih rumit untuk diketahui. Berita-berita tersebut tentang ditemukannya beberapa manuskrip karya Ibnu Asy-Syathir di tempat kelahiran Copernicus. Gharib Gaudah menyatakan bahwa dengan demikian permasalahannya sudah jelas, bahwa Copernicus telah menyadur ide-ide Ibnu Asy-Syathir dan menjadikannya sebagai idenya sendiri.

Hal ini diperkuat oleh pernyataan seorang Dosen Universitas Ghoute di Wilayah Frankfrut Jerman, David Kanje (1970M), yang menjelaskan bahwa kebanyakan dari teori-teori yang dinisbatkan kepada Copernicus Polandia adalah teori Ibnu Syathir. Hal ini diketahui sesudah tiga tahun selepas ditemukannya manuskrip Arab di Polandia yang menjelaskan bahwa Copernicus telah menjiplak darinya. Berarti ini menguatkan isi dari muqadimah, Ibnu Zuraiq mengatakan, Ibnu Asy-Syathir telah menulis sebuah buku yang berharga dan telah berhasil menentukan tempat beberapa bintang dan peredarannya.

B. Pembuangan Manuskrip Ke Sungai  Tigris

Pembuangan manuskrip ke sungai Tigris membuat penulis bertanya-tanya: Benarkan kejadian tersebut? Bagaimana kejadiannya dan pada masa pemerintahan siapa? Alhamdulillah untuk membuktikan kejadian tersebut, penulis menemukan sebuah kitab karya Imam As-Suyuthi dalam kitab Tarikh Khulafa'  Sejarah Penguasa Islam.

Penulis berkeinginan untuk menjawab pertanyaan pertama: Benarkah kejadian tersebut? Dalam kitab karya As-Suyuthi tidak ada penjelasan seperti itu. Mungkin Imam As-Suyuthi meninjau hanya dari segi sejarah murni. Akan tetapi untuk menjawab pertanyaan tersebut kita harus menelusuri kisah tentang Tartar min Al-Bidayah Ila ain Jalut karya Prof. Raghib As-Sirjani.

Ternyata penyerangan bangsa Tartar itu terjadi pada masa pemerintahan Al-Mu'tashim Billah dari Dinasti Bani Abbasiyyah. Ini artinya jauh hari sebelum terbentuk Daulah Bani Umayyah di Andalusia. Berarti pengetahuan pada masa sebelum periode Andalusia juga telah berkembang pesat baik ilmu agama maupun ilmu hayat.

Penyerangan orang Tartar ini berawal dari pengangkatan anak dari Al-Mustanshir yang miskin ide dan lemah. Pengangkatan ini dilakukan oleh Duwaidar, Asy-syarabi dan para pembesar negara lainnya sehingga nantinya diharapkan dapat menguntungkan menteri yang bernama Muayyiddin Al-'Alqami Ar-Rafidhi. Dimana menteri tersebut banyak sekali membeberkan rahasia kepada orang Tartar dengan harapan bisa menjungkalkan dinasti Abbasiyah. Utusan rahasia berlangsung antara dirinya dan orang Tartar. Selain itu, menteri tersebut juga berusaha agar khalifah selalu melakukan perjanjian damai dengan orang Tartar dan memberikan nasehat agar memperkecil tentara. Dan khalifah pun menuruti apa yang dinasehatkan menteri tersebut.

Setelah itu sang menteri pun menulis surat kepada orang Tartar dan dia mendorong mereka untuk segera melakukan penyerbuan ke pusat kekuasaan Islam itu. Akhirnya orang Tartar itu menjanjikan kepadanya untuk datang menyerbu Bagdad. Sebelum menyerbu Bagdad mereka mampu menaklukkan Turkistan, Bukhara, Samarkand, Khurasan, Ray, Hamadzan, perbatasan Irak, Adzerbaijan, Darband syarwan, Lan, Lakz,  dan ke Qafjaq. Kelompok yang satu lagi bergerak menaklukan Ghaznah, Sijistan dan Karman.

Baru pada tahun 656 H, orang Tartar menyerbu Bagdad yang dipimpin oleh Hulagu Khan. Khalifah bersama tentara kecilnya mati mengenaskan. Sedangkan sang menteri tersebut tidak mendapatkan apa-apa seperti yang diharapkannya. Ia mati dalam keadaan yang sangat menyedihkan.

Setelah menaklukan Bagdad, Hulagu Khan mengirimkan surat ke Damaskus. Kemudian, memasuki tahun 658 H, dunia Islam tidak memiliki seorang khalifah. Hingga akhirnya Quthuz menjadi sultan dan bergelar Al-Malik Al-Muzhaffar. Peristiwa ini terjadi setelah menangkap anak taunnya, Al-Manshur.

Di tahun ini orang-orang Tartar menyeberangi Sungai Eufrat dan mereka sampai Halb, kemudian menuju Damaskus. Namun, orang-orang Mesir yang telah siap tempur keluar menuju Damaskus untuk menyongsong tentara Tartar dengan semangat Jihad yang membara yang dipimpin langsung oleh Al-Muzhaffar dan panglimanya Rukhnuddin Baybars Al-Bandaqadari. Mereka bertemu di 'Ayn Jalut. Hingga akhirnya Al-Muzhaffar mampu mengalahkan pasukan tentara Tartar.

Jadi, kemungkinan besar terjadinya pembuangan manuskrip tersebut tatkala orang Tartar mau menyerang Damaskus dengan membawa harta rampasan, salah satunya adalah manuskrip. Karena kesulitan membawa dan mempermudah menyeberangi sungai Eufrat dan Tigris mereka membuang manuskrip tersebut ke sungai Tigris seperti yang dikatakan oleh Profesor Raghib As-Sirjani sebagai berikut:

"Diperkirakan, orang-orang Tartar telah membawa kitab-kitab bernilai ini ke Ibukota Mongol untuk dimanfaatkan. Namun, orang-orang tartar sendiri dikenal suka menghancurkan, tidak suka membaca dan tidak ingin belajar. Hidup hanya untuk memuaskan nafsu syahwat dan kenikmatan semata. Orang-orang Tartar melemparkan peninggalan Islam ke sungai Tigris sehingga warna air sungai itu berubah hitam karena tinta buku. Bahkan, ada yang mengatakan, tentara berkuda pasukan Tartar menyeberangi sungai di atas jilid-jilid buku yang besar dari tepi sungai ke tepi sungai yang lain. Ini puncak kejahatan yang melanggar hak kemanusiaan. Bisa dilihat juga di Kisah Tartar min Al-Bidayah Ila Ain Jalut. Raghib As-Sarjani."

C. Pembersihan Manuskrip Yang Tidak Sesuai

Buku merupakan gudang ilmu. Catatan merupakan salah satu bukti penting akan adanya sebuah peradaban. Baik dalam bentuk manuskrip, relief, maupun gambar-gambar tertentu. Orang akan mengetahui sejarah masa lampau atau kejayaan sebuah peradaban dari tulisan ataupun mahakarya yang pernah dibangun. Hal ini selaras dengan pernyataan Juri Lina dalam Arcitects of Deception-Secret History of  Freemasonry, ada tiga cara untuk melemahkan dan menjajah suatu negeri, yaitu

           Pertama, kaburkan sejarahnya;

           Kedua, hancurkan bukti-bukti sejarahnya  sehingga tidak bisa lagi diteliti dan dibuktikan kebenarannya;

           Ketiga, putuskan hubungan mereka dengan leluhurnya dengan mengatakan leluhurnya itu bodoh dan primitif

Cara pertama dan kedua ini merupakan senjata yang sangat ampuh. Banyak sekali penemuan-penemuan penting yang tidak tercatat. Kalaupun tercatat itu merupakan penemuan oranglain. Sehingga generasi sekarang hanya mampu membaca hasil gubahan oranglain yang tidak sesuai dengan gambaran aslinya.

Padahal sesungguhnya peradaban Islam itu sangat gemilang dalam berbagai penemuan yang tercatat dalam berbagai manuskrip. Namun disayangkan manuskrip-manuskrip tersebut kebanyakan hanya tinggal judul saja ataupun tersimpan di perpustakaan Barat. Seperti yang terjadi pada hasil karya dari Al-Kindi. Gaudah mengatakan dalam bukunya, buku karangan Al-Kindi lebih dari 230 buku. Akan tetapi yang sangat disayangkan, kebanyakan dari buku-buku ini hilang dan tidak sampai ke tangan kita kecuali judul-judulnya saja yang diberitahukan oleh penerjemahnya kepada kita.

Jika kita telusuri jejak karya ilmuwan dari peradaban Islam  itu sangat banyak, diantaranya di Perpustakaan Adud al Daulah Di Shiraz dan di Merv memiliki 12.000 koleksi, di perpustakaan istana kerajaan Fatimiyah di Mesir memiliki 200.000 buah dan di Andalusia terdapat 400.000 koleksi. Belum di tempat yang lainnya.

Salah satu faktor yang menyebabkan hilangnya manuskrip tersebut adalah adanya pembersihan manuskrip yang tidak sesuai dengan ahli-ahli hukum Maliki yang fanatik dan juga di bakar oleh para budak. S. Takdir Alisjahbana dalam Sumbangsih Islam Kepada Kebudayaan Dunia di Masa Lampau dan Akan Datang mengatakan, Perpustakaan Khilafat dibersihkan semuanya dari buku-buku yang tidak disukai oleh ahli-ahli hukum Maliki yang fanatik. Diktator Mansyur Ibn Abi Amir menyuruh bakar semua naskah yang membicarakan ilmu-ilmu Kuno (Yunani) kecuali naskah-naskah yang berhubungan dengan ilmu kedokteran dan ilmu aritmetika. Yang disimpan juga ialah buku-buku kamus, tatabahasa, puisi, sejarah, kedokteran, hukum, dan hadits.

Manuskrip yang dibakar oleh budak ini terjadi di Perpustakaan Fatimiyah di Kairo. Ini terjadi pada saat terjadinya kelaparan yang menghancurkan kerajaan Mustanjib. Jilid-jilid buku yang sangat berharga, yang tak ada taranya tentang keindahan kaligrafi, ditinggalkan kepada budak yang memakai kulitnya untuk membuat sepatu dan membakar lembaran-lembarannya dengan dalih bahwa perpustakaan itu kepunyaan Khalifah. Selain itu, banyak pula manuskrip yang disobek, yang dilemparkan ke dalam sungai nil atau dibawa ke negeri asing.

Bersambung kebagian ke-2.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun