Jadi, kemungkinan besar terjadinya pembuangan manuskrip tersebut tatkala orang Tartar mau menyerang Damaskus dengan membawa harta rampasan, salah satunya adalah manuskrip. Karena kesulitan membawa dan mempermudah menyeberangi sungai Eufrat dan Tigris mereka membuang manuskrip tersebut ke sungai Tigris seperti yang dikatakan oleh Profesor Raghib As-Sirjani sebagai berikut:
"Diperkirakan, orang-orang Tartar telah membawa kitab-kitab bernilai ini ke Ibukota Mongol untuk dimanfaatkan. Namun, orang-orang tartar sendiri dikenal suka menghancurkan, tidak suka membaca dan tidak ingin belajar. Hidup hanya untuk memuaskan nafsu syahwat dan kenikmatan semata. Orang-orang Tartar melemparkan peninggalan Islam ke sungai Tigris sehingga warna air sungai itu berubah hitam karena tinta buku. Bahkan, ada yang mengatakan, tentara berkuda pasukan Tartar menyeberangi sungai di atas jilid-jilid buku yang besar dari tepi sungai ke tepi sungai yang lain. Ini puncak kejahatan yang melanggar hak kemanusiaan. Bisa dilihat juga di Kisah Tartar min Al-Bidayah Ila Ain Jalut. Raghib As-Sarjani."
C. Pembersihan Manuskrip Yang Tidak Sesuai
Buku merupakan gudang ilmu. Catatan merupakan salah satu bukti penting akan adanya sebuah peradaban. Baik dalam bentuk manuskrip, relief, maupun gambar-gambar tertentu. Orang akan mengetahui sejarah masa lampau atau kejayaan sebuah peradaban dari tulisan ataupun mahakarya yang pernah dibangun. Hal ini selaras dengan pernyataan Juri Lina dalam Arcitects of Deception-Secret History of  Freemasonry, ada tiga cara untuk melemahkan dan menjajah suatu negeri, yaitu
      Pertama, kaburkan sejarahnya;
      Kedua, hancurkan bukti-bukti sejarahnya  sehingga tidak bisa lagi diteliti dan dibuktikan kebenarannya;
      Ketiga, putuskan hubungan mereka dengan leluhurnya dengan mengatakan leluhurnya itu bodoh dan primitif
Cara pertama dan kedua ini merupakan senjata yang sangat ampuh. Banyak sekali penemuan-penemuan penting yang tidak tercatat. Kalaupun tercatat itu merupakan penemuan oranglain. Sehingga generasi sekarang hanya mampu membaca hasil gubahan oranglain yang tidak sesuai dengan gambaran aslinya.
Padahal sesungguhnya peradaban Islam itu sangat gemilang dalam berbagai penemuan yang tercatat dalam berbagai manuskrip. Namun disayangkan manuskrip-manuskrip tersebut kebanyakan hanya tinggal judul saja ataupun tersimpan di perpustakaan Barat. Seperti yang terjadi pada hasil karya dari Al-Kindi. Gaudah mengatakan dalam bukunya, buku karangan Al-Kindi lebih dari 230 buku. Akan tetapi yang sangat disayangkan, kebanyakan dari buku-buku ini hilang dan tidak sampai ke tangan kita kecuali judul-judulnya saja yang diberitahukan oleh penerjemahnya kepada kita.
Jika kita telusuri jejak karya ilmuwan dari peradaban Islam  itu sangat banyak, diantaranya di Perpustakaan Adud al Daulah Di Shiraz dan di Merv memiliki 12.000 koleksi, di perpustakaan istana kerajaan Fatimiyah di Mesir memiliki 200.000 buah dan di Andalusia terdapat 400.000 koleksi. Belum di tempat yang lainnya.
Salah satu faktor yang menyebabkan hilangnya manuskrip tersebut adalah adanya pembersihan manuskrip yang tidak sesuai dengan ahli-ahli hukum Maliki yang fanatik dan juga di bakar oleh para budak. S. Takdir Alisjahbana dalam Sumbangsih Islam Kepada Kebudayaan Dunia di Masa Lampau dan Akan Datang mengatakan, Perpustakaan Khilafat dibersihkan semuanya dari buku-buku yang tidak disukai oleh ahli-ahli hukum Maliki yang fanatik. Diktator Mansyur Ibn Abi Amir menyuruh bakar semua naskah yang membicarakan ilmu-ilmu Kuno (Yunani) kecuali naskah-naskah yang berhubungan dengan ilmu kedokteran dan ilmu aritmetika. Yang disimpan juga ialah buku-buku kamus, tatabahasa, puisi, sejarah, kedokteran, hukum, dan hadits.