Disusun Oleh Oliviawati Moputi, Putri Safitri Mael, Reval Duawulu, Irvan usman
bunuh diri adalah fenomena yang sering terjadi di beberapa tahun kebelakang, terutama pada kalangan remaja. Pada tahun 2022-2024 kasus bunuh diri dikalangan remaja semakin meningkat menurut kompas ada tercatat angka bunuh diri meningkat menjadi 1.226 kasus. Januari hingga agustus 2024 tercatat 849 kasus bunuh diri, dengan jawa tengah menjadi wilayah dengan jumlah kasus tertinggi yaitu 281 kasus (kebasen kec). Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap tingginya angka bunuh diri di kalangan remaja meliputi tekanan akademis, masalah keluarga, perundungan (bullying), serta kesehatan mental yang kurang terjaga.
Faktor Penyebab Bunuh Diri di Kalangan Remaja
Bunuh diri pada remaja adalah fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terkait. Berikut ini adalah beberapa faktor utama yang menjadi penyebabnya:
a. Gangguan Kesehatan Mental
Gangguan kesehatan mental, seperti depresi, gangguan kecemasan, dan gangguan bipolar, adalah faktor yang paling sering dikaitkan dengan bunuh diri pada remaja. Depresi dapat membuat individu merasa tidak memiliki harapan dan tidak mampu mengatasi tantangan hidup. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mulyani (2021) menunjukkan bahwa sekitar 60% kasus bunuh diri di kalangan remaja berhubungan langsung dengan depresi berat. Sayangnya, di Indonesia, stigma terhadap gangguan mental masih kuat sehingga banyak remaja enggan mencari bantuan profesional.
b. Tekanan Sosial dan Media Sosial
Media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan remaja, tetapi juga menjadi salah satu sumber tekanan psikologis. Fenomena perbandingan sosial, cyberbullying, dan tekanan untuk menciptakan citra diri yang sempurna sering kali memengaruhi kesehatan mental remaja. Studi oleh Setiawan & Putri (2022) menunjukkan bahwa remaja yang sering menghadapi cyberbullying memiliki risiko dua kali lebih besar untuk mengalami depresi yang dapat berujung pada bunuh diri.
c. Konflik Keluarga
Lingkungan keluarga yang tidak stabil, seperti konflik antar orang tua, kekerasan domestik, atau kurangnya perhatian emosional, juga berperan signifikan dalam meningkatkan risiko bunuh diri pada remaja. Banyak remaja merasa tidak memiliki tempat yang aman untuk berbicara tentang masalah mereka. Ketidakharmonisan keluarga ini juga memperburuk kondisi kesehatan mental remaja yang sudah rentan.
d. Tekanan Akademik
Tekanan akademik, terutama di negara-negara dengan budaya kompetitif seperti Indonesia, sering menjadi pemicu stres pada remaja. Harapan tinggi dari orang tua dan sistem pendidikan yang kurang fleksibel sering kali membuat remaja merasa gagal jika tidak memenuhi ekspektasi tertentu. Dalam penelitian oleh Yusuf & Handayani (2020), ditemukan bahwa siswa SMA dengan tingkat tekanan akademik tinggi cenderung menunjukkan gejala depresi yang signifikan.
Dampak Sosial dan Psikologis dari Bunuh Diri pada Remaja
Bunuh diri pada remaja tidak hanya berdampak pada individu yang melakukannya tetapi juga memberikan dampak luas pada keluarga, teman, dan masyarakat.
a. Dampak pada Keluarga
Keluarga yang kehilangan anggota akibat bunuh diri sering kali mengalami trauma emosional yang mendalam. Mereka juga cenderung merasa bersalah karena tidak dapat mencegah tindakan tersebut. Selain itu, stigma sosial terhadap bunuh diri sering kali membuat keluarga merasa terisolasi dari komunitas sekitar.
b. Dampak pada Sebaya
Teman sebaya dari korban bunuh diri sering kali menghadapi perasaan bersalah dan kehilangan yang mendalam. Mereka mungkin merasa bahwa mereka seharusnya dapat membantu mencegah tindakan tersebut. Dalam beberapa kasus, kehilangan teman akibat bunuh diri dapat memicu trauma psikologis dan meningkatkan risiko bunuh diri di kalangan teman sebaya.
c. Dampak pada Masyarakat
Secara lebih luas, fenomena bunuh diri di kalangan remaja dapat menciptakan rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial. Masyarakat mungkin merasa bahwa pemerintah dan institusi terkait tidak memberikan perhatian yang memadai terhadap isu kesehatan mental. "Setiap kehilangan akibat bunuh diri memicu dampak emosional, sosial, dan ekonomi yang signifikan pada keluarga dan lingkungan sekitarnya. Dukungan komunitas sangat penting untuk pemulihan." (Sumber: National Institute of Mental Health)
Strategi Pencegahan Bunuh Diri pada Remaja
Mengatasi masalah bunuh diri pada remaja memerlukan pendekatan yang holistik dan kolaboratif, yang melibatkan keluarga, sekolah, komunitas, dan pemerintah.
a. Edukasi tentang Kesehatan Mental
Edukasi tentang kesehatan mental harus dimulai sejak dini, baik di sekolah maupun di komunitas. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang isu ini, remaja dapat lebih mudah mengenali gejala gangguan mental pada diri sendiri dan orang lain. Sebuah studi oleh Rahmawati (2021) menunjukkan bahwa program edukasi kesehatan mental di sekolah mampu menurunkan angka stres pada siswa hingga 30%.
b. DukunganS Keluarga
Keluarga memiliki peran penting dalam mendukung kesehatan mental remaja. Orang tua harus menciptakan lingkungan yang aman untuk berdiskusi tentang perasaan dan masalah emosional. Selain itu, orang tua juga perlu meningkatkan literasi kesehatan mental agar dapat memberikan dukungan yang tepat bagi anak-anak mereka.
c. Akses ke Layanan Kesehatan Mental
Pemerintah perlu memperluas akses ke layanan kesehatan mental, terutama di daerah terpencil. Layanan seperti konseling psikologis dan terapi harus tersedia secara mudah dan terjangkau bagi semua remaja.
d. Regulasi Media Sosial
Regulasi media sosial juga diperlukan untuk meminimalkan risiko cyberbullying dan tekanan sosial lainnya. Misalnya, platform media sosial dapat diberi tanggung jawab untuk memantau konten yang merugikan dan memberikan edukasi kepada pengguna tentang penggunaan yang sehat.
KESIMPULAN
Bunuh diri di kalangan remaja adalah masalah kompleks yang memerlukan perhatian dari semua pihak. Faktor-faktor seperti gangguan kesehatan mental, tekanan sosial, dan masalah keluarga menjadi pemicu utama. Pencegahan memerlukan kolaborasi yang kuat antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Edukasi, dukungan emosional, dan akses ke layanan kesehatan mental menjadi langkah penting untuk menurunkan angka bunuh diri di kalangan remaja.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Indonesia. (2022). "Data Kasus Bunuh Diri di Kalangan Remaja." Laporan Tahunan Kesehatan Mental Nasional.
Mulyani, T. (2021). "Peran Orang Tua dalam Mencegah Bunuh Diri pada Anak Remaja." Jurnal Kesehatan Masyarakat, 13(2), 89--96.
Mulyani, T. (2021). "Gangguan Mental Sebagai Faktor Pemicu Bunuh Diri pada Remaja." Jurnal Psikologi Indonesia, 14(3), hlm. 120.
Rahmawati, S. (2021). "Efektivitas Program Edukasi Kesehatan Mental di Sekolah." Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, 18(1), hlm. 34.
Setiawan, R., & Putri, D. (2022). "Pengaruh Media Sosial terhadap Kesehatan Mental Remaja." Jurnal Psikologi Indonesia, 15(2), hlm. 98.
Setiawan, R., & Putri, D. (2022). "Pengaruh Media Sosial terhadap Kesehatan Mental Remaja." Jurnal Psikologi Indonesia, 14(3), 215--230.
Yusuf, A., & Handayani, R. (2020). "Tekanan Akademik dan Dampaknya pada Kesehatan Mental Siswa SMA." Jurnal Pendidikan dan Psikologi, 12(4), hlm. 45.
World Health Organization. (2021). Suicide: Key Facts. Diakses dari https://www.who.int.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H