Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bermain Olah Pikir "Layaknya Lingkaran Anak TK"

23 Oktober 2020   16:28 Diperbarui: 23 Oktober 2020   16:34 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jum'at malam pada tanggal 9 Oktober 2020, beberapa orang berkumpul di Omah Selasan. Agenda kali ini bukan untuk wirid dan sholawat, melainkan untuk mikir-mikir (atau lebih sering dijuliki M3/Majelis Mikir-mikir). Akan tetapi, mendayagunakan akal untuk memahami alur-alur berpikir atau menyelami sudut pandang tertentu merupakan sebuah proses. Sebagaimana proses wirid dan sholawat, M3 sendiri juga merupakan proses dzikrullah.

Di dalam putaran ke-2, alhamdulillah beberapa dulur masih diberi daya dan ghirrah belajar sehingga dipertemukan dalam M3 kali ini. Meskipun sedikit, justru faktor tersebut dapat meminimalisir semakin banyaknya cabang pemikiran yang tercipta dan memungkinkan untuk fokus terhadap tema-tema yang disajikan.

Acara dimulai sekitar pukul 21.00 dengan kata-kata pembuka unik. Kalau biasanya kalimat-kalimat pembukaan acara hanya disampaikan oleh satu orang, namun di M3 kemarin kita diajak untuk responsif dan aktif sejak awal di penyampaian kalimat pembuka. Karena kalimat-kalimat pembuka ini dibuat saling sambung atau tiap peserta dituntut untuk urun setidaknya satu kalimat secara berurutan, tanpa adanya instruksi sebelumnya.

Tak lupa, sholawat tetap kami persembahkan sebagai bentuk sapaan kami untuk menghadirkan atau meminta pengawasan dalam majlis ini. Serta mengharap bahwasanya dengan sholawat dijadikan sebagai sebuah landasan atau pintu ilmu, nantinya akan ada pikiran-pikiran yang saling memantik cahaya-cahaya untuk dapat diaplikatifkan dalam kehidupan sehari-hari.

Pada sesi pertama, kita masih berlatih untuk sambung-menyambung. Akan tetapi, dalam sesi ini sarananya bukan kata, melainkan gambar visual karena telah disediakan white board. Ada yang diawali dengan lingkaran, dan ditambah-tambahi goresan akhirnya menjadi bentuk kepala lengkap dengan bagian-bagiannya.

Dan ketika diawali menjdai huruf, ternyata bentuk akhirnya menjadi sebuah bentuk binatang. Dari sesi ini kita dapat mengambil pelajaran bahwasanya satu pikiran awal ketika di lempar dalam suatu majlis belum tentu  menemukan akhir seperti yang diharapkan. Sekalipun tetap hasil akhir akan menciptakan keindahan yang disepakati bersama. Karena tiap goresan yang divisualisasikan juga akan diminta penjelasan sebagai bentuk pertanggungjawaban.

Terdapat suatu kesimpulan yang menarik dari salah satu sedulur yang hadir. Dari simulasi-simulasi percobaan menggambar tadi, mulanya ia menyampaikan pertanyaan bahwa apakah setiap penggunaan akal dapat dikategorikan sebagai berpikir? Dan dari simulasi itu, ia mendapati bahwa manusia berpikir menurut Partap Sing Mehra sebagai sarana untuk menemukan 3 hal, yakni conception (pembentukan gagasan), judgement (menentukan sesuatu), dan reasoning (pertimbangan pemikiran/penalaran).

Simulasi yang nampak seperti permainan sederhana ini nampaknya menjadi sebuah pembelajaran kecil yang bisa diaplikasikan dalam lingkup yang lebih besar dan besarnya lagi. Kita mungkin sering lupa untuk memperhatikan hal-hal yang kecil seperti ini dan cenderung tertuju untuk melihat sesuatu yang besar. Bahkan, malam itu juga dari kegiatan menambahkan goresan atau coretan ini, ada salah satu yang mengatakan "seperti lingkaran TK". Tapi hal itu ia sampaikan dengan penuh kegembiraan meskipun usia sudah bisa dibilang di kisran kepala tiga.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
"Setiap Kepala Adalah Buku yang Bisa Kita Baca."

Berikutnya karena kita berada di ruang M3, kita kembali disodorkan pertanyaan kembali terkait M3. "Sebenarnya apa itu M3?" kata Mas Sigit yang sepenuhnya menjadi moderator diskusi pada malam hari itu.

Mas Ipul langsung merespons, "ruang yang dianggap eksklusif (bagi diri) dan terpaksa harus mengeksklusifkannya." Pernyataan Mas Ipul ini menarik, karena banyak yang beranggapan bahwa hidup itu mudah, jangan dipikir terlalu dalam atau berlebihan. Tapi kalau melihat keadaan yang seperti ini, bukankah Tuhan pun banyak mengingatkan di banyak firman-Nya, "apakah kalian tidak berpikir?"

Umumnya M3 sendiri merupakan ruang bagi siapa saja yang ingin belajar berbicara dan mendengarkan. Kita pun lantas membuat breakdown tentang bagimana ketika berbicara atau menjadi pendengar yang baik.

Pak Sholeh lantas menambahkan tentang pentingnya M3 sendiri. Menurutnya, M3 merupakan sarana ruang olah pikir. Kenapa? Karena berpikir itu sendiri merupakan keniscayaan. Terlebih jika dituntut berpikir secara runtut, jernih, dan mudah dipahami nantinya ketika pikiran itu disampaikan di depan forum. Karena ada istilah sesat pikir atau salah logika yang sering terjadi ketika apa yang dipikirkan tidak tersampaikan secara baik. Namun, hal ini tetap tergantung dari kemampuan masing-masing ketika menangkap sebuah informasi tentunya.

M3 sendiri menurut Mas Egar, juga bisa menjadi ruang untuk meningkatkan kualitis diri melalui latihan olah pikir. Mas Sigit menambahi, bahwa dari pikiran nanti akan mewujud menjadi kata. Dari kata menjadi perilaku, dan perilaku yang berulang akan menjadi sebuah kebiasaan. Dan dari kebiasaan nantinya akan menjadi watak.

Melalui forum-forum kecil seperti ini, menurut Mang Yani secara tidak langsung kita akan membaca dan memperoleh banyak kekayaan pembendaharaan kata. Dari istilah-istilah yang jarang didengar nantinya akan merangsang pikiran untuk mengenali kata-kata yang asing. Karena menurut pengalaman dari guru Mang Yani ketika masih berlatih teater di ibukota, "setiap kepala adalah buku yang bisa kita baca."

Kita pun selanjutnya belajar terkait posisi, terutama tentang dimana letak M3 lebih tepatnya. Dengan kemajemukan latar belakang (musik, komputer, seniman, peternak,pengrajin, dll), sedangkan sudah banyak ruang yang mungkin serupa yang berada di lingkungan sekitar, posisi sebelah mana yang tepat untuk majelis ini? Karena tentu posisi ini nantinya juga akan berkaitan dengan waktu dan agenda agar tetap ada atau terjaga ruang ini. Meskipun, ada atau tidaknya ruang seperti ini juga kita tidak bisa lepas dari kesadaran akan peran Allah Swt.

Untuk bernaung di bawah Simpul Maneges Qudroh, yang menjadi wadah orang-orang maiyah yang mengumpulkan kita semua disini, itu juga sedikit menjadi pembahasan. Apakah harus ada serah terima jabatan atau perlu ijin-ijin tertentu? Atau tidak ada proses legalitas sama sekali seperti anggapan awal bahwa M3 ini sebagai salah satu unit kegiatan Maneges Qudroh, seperti halnya Selasan.

Yang menarik adalah kita membahas topik-topik tertentu tidak hanya sebatas permukaan. Kita belajar sampai ke hal-hal teknis yang sebenarnya itu merupakan sebuah masalah, akan tetapi tidak dimasalah-masalahkan. Seharusnya dengan lebih banyak memperhatikan teknis, sesuatu bisa menjadi lebih indah. Namun, karena dibiarkan, yang terjadi seolah terpaksa diindah-indahkan?

Dok. pribadi
Dok. pribadi
"Wong Bejo Ora Kurang seko Mergo"

Tak terasa waktu pun kian larut menjelang fajar. Saat itu waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 02.00, dan dari sepuluh orang mulai berguguran atau tidur satu per satu. Obrolan pun terus berlanjut hingga menjelang waktu shubuh.

Ketika sudah berupaya melatih pikir seperti ini, diharapkan nanti kita akan mudah menemukan keseimbangan di dalam dinamika liku kehidupan. Mampu menjaga kejernihan agar hasrat dan syahwat tidak leluasa menguasai diri.  Begitu juga dapat mambangun akhlak/moral yang cecara kontinuitas dilatih dengan berbagai sudut pandang pembelajaran yang didapat, baik melali intelektualitas, spiritualitas, ataupun mentalitas.

Mas Entong sedikit menambahkan kata-kata dari gurunya, bahwa orang yang tidak melakukan apa-apa tapi kok banyak berharap mendapat apa-apa. Lantas,apa yang sudah atau akan kita lakukan? "wong bejo pun ora kurang seko mergo (orang beruntung pun itu tidak kurang karena ada suatu sebab)."

Mas Sigit menambahkan, kalau dia sangat memegang kata-kata yang pernah disampaikan oleh Mbah Nun yang menyatakan bahwa kita melakukan sesuatu itu bukan berdasar suka atau tidak suka, melainkan karena baik dan buruk. Dan menurut Mas Sigit, kata-kata dari Mbah Nun itu sangat memudahkan kedepannya dalam melakukan sesuatu apapun.

Hiburan yang paling menghibur adalah kreatifitas. Dengan melatih olah pikir, kita menjadi lebih mudah mengkreasi sesuatu. Mengakali suatu yang tadinya tidak indah hingga menjadi indah. Dari yang tidak memiliki faedah, ternyata memiliki kandungan manfaat yang sangat besar. Sama halnya ketika di akhir acara kita saling membicarakan tentang logika nubuwah. Untuk dapat memahami logika ini, tidak mungkin tanpa kreasi cara dan sudut pandang, serta cakrawala olah pikir untuk memahaminya.

Logika nubuwah ini sangat susah tidak hanya untuk diaplikasikan, namun untuk sekedar menjadi pegangan hidup masih sering lepas. Karena bisa jadi, yang mendapat pemahaman tentang logika itu pun memang betul-betul kejatuhan telek manuk. Dan kokok-kokok ayam nampaknya semakin lantang menjadi pertanda fajar siap menyingsing.

Sekitar pukul 04.00 pertemuan ke-2 pun dipungkasi. Melihat kehadiran dan cuaca yang tercipta sepanjang perjalanan malam ini, nampak tidak ada kehendak yang di bawa oleh masing-masing yang bermuatan tendensi apapun. Semua saling berbagi, semua saling berendah hati baik ketika mendengarkan atau didengarkan. Atas tiadanya kehendak tersebut, semoga nantinya ruang ini menjadi wahana atau ruang untuk orang-orang yang dikehendaki.

Sampai diperjumpakan kembali, matursuwun!

***

Omah Selasan, 9 Oktober 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun