Ketika orang yang dititipkan amanah untuk memimpin dan menjaga keselamatan dan keamanan warga negaranya saja belum sanggup mengikutsertakan peran Tuhan dalam setiap aturan yang dibuatnya.Â
Bukankah aku atau kita cukup menghormati dan menghargai aturan yang telah dibuat? Bolehkan kami memiliki cara pandang yang berbeda dalam memandang fenomena Covid-19?
Adakah jaminan jika aturan-aturan itu semua dilaksanakan, mampu menghindarkan kita dari kematian? Sama sekali tidak! Kita terlalu banyak mengharapkan perubahan, namun selalu saja banyak bertingkah ketika diuji dengan cobaan-cobaan. Kita enggan berkenalan dengan rasa sakit -- rasa sakit yang nantinya justru akan mempertemukan kita dengan keindahan.
Semua itu berlapis-lapis, namun yang berbahaya justru mereka yang merasa beragama sehingga merasa dibela oleh Tuhan, demi mendapatkan sebuah kekuasaan dan menuntuskan hasrat diri sendiri. Sesuka hati membuat aturan-aturan serasa mendapat wahyu dari Tuhannya. Dan memaksa rakyatnya menaati segala peraturan tanpa butuh mufakat atau setidaknya mendengar suara yang tak diindahkan. Layaknya ternak yang bersuara dan diberdayakan bukan untuk didengarkan, melainkan untuk menopang kesejahteraan si pemiliknya.
Setidaknya satu saja yang perlu menjadi landasan, yakni ketika membuat peraturan jangan lupa pondasi sila pertama. Jangan sampai merasa lebih berkuasa kalau bukan karena kuasa-Nya. Atau, siapkah jika dipaksa menikmati "matilah sebelum engkau mati"?Â
Bersabarlah, sekalipun prasangka kedunguan meliputimu. Percayalah, jika ketulusan niat "hidup dan mati hanya untuk beribadah kepadamu" yang terucap dalam setiap awal sholat, akan tertunaikan sebaik-baiknya.
Semua yang dimulai, akhirnya juga akan diakhiri. Dan selama ada batas awal dan akhir, bekal kita bukan lagi ilmu, melainkan iman. Seperti yang Simbah pesankan kepada kita semua.Â
Buah kata seharusnya memahami hal tersebut, apalagi bagi yang merasa sudah memiliki kekuasaan atas ilmu-ilmu yang dimilikinya. Apa perlunya teriakan bagi yang mampu mendengar bisikan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H