Absurd memang! Jika mencintai sebatas wujud ataupun menjadi satu, hal itu hanya akan memberikan pelajaran tentang kehilangan. Dan pengalaman seringkali seperti itu sudah sering dialami oleh Tama. Seolah Tuhan tidak ingin diduakan jika cinta seorang hamba-Nya melebihi cinta kepada-Nya. Dan seakan-akan hanya Dialah Sang Maha Pencemburu dan hanya Dialah kesejatian yang layak untuk mendapatkan cinta.
Wajar saja jika rindu itu selalu menguak. Membakar gua persembunyian yang memaksa keluar untuk berjalan menemukan manifestasi cinta-cinta yang begitu banyak berserakan di jalanan dan ingin untuk disapa. Membentuk sebuah angan rupa seorang hamba yang selalu menghampiri tanpa pernah mengetahui kenapa Tuhan memberikan wujud rupa itu.
***
Sebuah pesan dari Layla, seketika berubah menjadi rindu. Namun pesan sudah tak lagi bisa diperpanjang. Tidak ada cerita, karena hanya akan menambah ketidakjelasan alur dan arah pembicaraan. Hanya sebuah kesepakatan angka untuk bertemu yang akan menjadi akhir.
Detik demi detik menambah gelisah Tama. Mungkin Tama sudah terbiasa bertemu, akan tetapi kali ini menjadi sesuatu yang tidak biasa. Layla yang biasa datang mewujud angan, kini berani menyapa meski membawa alasan.
"Eh, beneran ini yaa?"
"Paling juga sebentar."
"1 menit, 10 menit, 1 jam, selamanya?"
"Terus apa yang mau diobrolin?"
"Apakah bisa bertemu lagi?"
"Menunggu, Candu!"