Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bermartabat, Bergembira, dan Bermakna Akhirat

27 Agustus 2019   16:46 Diperbarui: 27 Agustus 2019   16:57 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para jamaah diajak naik ke atas panggung untuk menyampaikan pendapatnya tentang perbedaan tersebut. Situasi pembelajaran seperti ini sangat jarang sekali kita dapati pada zaman sekarang dengan waktu yang tidak lazim pada umumnya orang belajar bersama. Dengan hampir seluruh Alun-Alun ini penuh oleh jamaah yang semakin memadati acara sinau bareng malam ini.

Antara negara dan negeri, atau negara dan pemerintah sebaiknya mulai diperhatikan. Jangan dicampuradukkan. Tidak ada salahnya kita belajar untuk lebih membenahi bangsa yang kita cintai ini kedepannya. Dan pembagian tugas itu penting agar jelas arah kemana yang akan dituju.

Tapi, kita semua berkumpul disini adalah untuk proses sinau bareng. Benar dan salah  tergantung bagaimana receiver yang ada dalam pada diri kita untuk memaknai segala seuatu yang telah disampaikan. Yang utama adalah kita sanggup lepas dari segala keresahan dan menikmati kegembiraan inibersama-sama, di Alun-Alun Banjarnegara bersama para warganya.

Dan memang apabila kita sanggup untuk bergembira, maka ilmu yang kita dapat pun akan lebih mudah kita terima daripada ketika sedang dalam keadaan gelisah. Seperti apa yang disampaikan oleh Kyai Muzzamil bahwa zaman dahulu, mayoritas penduduk kota Madinah bukanlah orang muslim, tapi dengan kepemimpinan Rasulullah, Kanjeng Nabi mampu menyatukan penduduk kota tersebut. Salah satu kunci keberhasilan tersebut bukan karena cara memimpinnya dengan menunjukkan kekuasaannya, melainkan dengan menyentuh hati para penduduknya.

"Perang besar adalah perang terhadap diri sendiri agar aku tidak fanatik pada golonganku dan terus berusaha memberikan manfaat bagi bangsa Indonesia." Pesan Mbah Nun di akhir acara.Pengajian itu seharusnya islamiyah, bukan mahdzabiyah. Mengutamakan kebersamaan daripada kebenaran golongan tertentu. 

Kita mesti bisa menjaga martabat dengan tidak lupa cara untuk berbahagia, dan selalu mampu memaknai semuanya dengan tidak mengesampingkan alam keabadian berikutnya. Akhirat. Sekitar pukul 01.00, acara pada malam itu pun ditutup dengan lagu-lagu dari Kiai Kanjeng sembari menemani prosesi saling salam.

Perjalanan pulang masih panjang bagi kami, setidaknya banyak ilmu dan kegembiraan yang bisa dibawa oleh-oleh kembali pulang, setidaknya sedikit coretan ketidakjelasan ini. Saya sendiri meski lekas bergegas untuk pulang tak peduli hawa dingin yang menunggu di tengah perjalanan. Sebelum lupa kalau besok pagi mesti kembali mburuh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun