Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dua Pengelana dan Ketidakjelasannya

23 Agustus 2019   16:43 Diperbarui: 23 Agustus 2019   16:51 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Wah, malah jarang kepikiran jodoh, bisa dikasih kenikmatan melihat kecantikan ciptaanNya pun sudah bersyukur. Bahkan mana mungkin aku sanggup memiliki rasa syukur itu kalau Tuhan tak memberi rasa syukur itu kepadaku. Oiya, pas lewat tadi mungkin kamu sedang sibuk ngobati kakimu. Sory. Berarti bukan rejekimu, Gus." Jawab Bewol. "Lagian aku juga tahu diri dengan ketidakjelasan yang sedang kita lakukan. Yang waras belum tentu mampu memahaminya, kecuali kalau dia penasaran dan bertanya terlebih dahulu." Lanjutnya.

"Dasar! Pinter aja kamu, Wol, kalau suruh ngeles."

***

Hari semakin larut, tidak hanya badan yang nampak lusuh dan kecut. Bahkan, seorang priyayi sekelas Gus Welly pun tidak bisa menyembunyikan mukanya yang ikut nampak kecut. Mbah Google seolah menipu mereka dengan waktu tempuh yang seolah enggan tuk berkurang meski langkah kaki tak pernah terhenti. Seolah jarak hanya ilusi yang tak urung berhadapan dengan realita. Rembulan yang tadi nampak kejinggaan sudah berubah menjadi putih sepenuhnya.

Semak belukar di tepian sungai mesti ditrabas walaupun di sisi sebrang yang lain terdapat jalan aspal yang mungkin bagi mereka yang 'terbalik' berfikir jalan aspal itu hanya khusus bagi pengendara bermotor. Daripada mereka hanya menjadi korban klakson dan meminimalisir penyakit jantung. Terlebih misuh. Hanya dengan bermodal senter handphone yang di depan dan pemutar musik,mereka menelusuri sungai itu. Kaki-kaki nampak tidak gampang lagi diakali oleh akal, mereka mulai menentang dan memberontak kepada puannya. Bahkan kaki itu rela mencederai dirinya sendiri dalam aksi protes itu.

(Plaak...Plaak...Plaak!) Bewol menepuk-nepuk kaki kanannya yang mulai membesar bagian atas ibu jarinya. Tiap jengkal langkah bagai kena tackle oleh musuh.

"Kenapa kamu, Wol?" tanya Gus Welly melihat Bewol memelankan langkahnya.

"Kalau capek kita istirahat dulu aja."

"Lihat Gus, dia mulai tak bisa diakali dan mulai protes kepadaku.Lanjut aja, tapi agak pelan yaa." Sembari menunjukkan kakinya kepada Gus Welly.

"Iya, sebentar lagi kita sampai." Jawab Gus Welly menunjukkan jarak masih sekitar 5 kilometer dan membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam.

Apapun yang berada dalam diri semakin lama semakin berontak. Membodoh-bodohkan puannya. Kurang ajar memang mereka, bukannya mendorong malah berusaha memupuskan atau menggagalkan keistiqomahan untuk mendatangi cintanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun