"Yang satu mengusulkan kemuliaan tapi yang lain justru mabuk kekonyolan, yang satu mengelus-elus kebaikan akan tetapi yang lain memborong kerendahan, yang satu memperhitungkan keselamatan yang lain pesta pora fantasi, kalau yang satu mempelajari pencahayaan lantas yang lain terbang di kegelapan. Dan jika kemana-mana engkau menolak ilmu yang sejati maka kenapa kamu marah dengan pembunuhan ataupun kemusnahan?" katanya sembari mengingat apa yang dipesankan oleh Simbah.
"Aku gak marah, hanya saja sayang jika mesti kehilangan diri seperti ini."
"Lha kamu maunya gimana? Bukannya tak ada yang aneh jika yang ada hanya perselisihan dan kemusnahan."
"Ya kita sebagai yang muda seharusnya bisa memberikan solusi jika mengetahui keadaan yang seperti itu, kan?"
"Solusi yang seperti apa yang kamu inginkan?"
"Setidaknya biar negeri kita selamat!"
"Selamat itu seperti apa dan bagaimana keadaan hingga bisa dikatakan selamat?"
"Aman, damai, tenteram, dan rakyatnya sejahtera."
"Sejahtera itu yang seperti apa?"
"Setidaknya tidak akan ada orang kelaparan dan mengentaskan kemiskinan!"
"Kemiskinan! Tidak mesti juga, mungkin hanya di Negeri ini masyarakat yang kamu anggap miskin itu bisa sangat mudah mencari kebahagiaan. Bagaimana dengan allahumma ahyinii miskiinan, wa amitni miskiinan, wahsyurnii fii jumratil masaakiin."